Smoker Travellers

Smoker Travellers: Perjalanan Mencari Gongso Ternikmat di Kota Semarang

Semarang kini menjadi kota yang tak asing untuk saya kunjungi. Stereotip kuliner tentang daerah yang menjadi ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini pastinya adalah Lumpia. Kudapan berbahan tepung, ayam, dan rebung itu memang masih jadi idolanya turis ketika berkunjung ke Semarang, namun berkat intensitas saya yang semakin tinggi ke sana, akhirnya saya menemukan satu makanan istimewa. Mari saya perkenalkan makanan tersebut bernama Nasi Babat Gongso!

Nasi Babat gongso boleh saya katakan adalah identitas makanan berat dari Kota Semarang itu sendiri. Saya cukup aneh ketika mendengar namanya, bagaimana mungkin sebuah babat sapi bisa menjadi aktor utama dalam sebuah kuliner. Bagi saya pribadi selama ini Soto Babat adalah sebuah keanehan, karena daging yang merupakan entitas utama dari protein hewani justru harus kalah dengan isi jeroan.

Jika memang sebelumnya saya memang punya anggapan minor soal babat, maka saya kali ini justru berterima kasih kepada Warga Semarang. Karena mereka sebuah babat yang asing dan tak mungkin saya coba sebelumnya kini justru kebalikannya. Malahan saya kali ini cukup tergila-gila dengan kudapan tersebut, hingga akhirnya saya mempunya misi untuk mencari nasi babat gongso terenak yang ada di Kota Semarang.

Baca: Jejak Keemasan Tembakau Deli di Masjid Raya Al-Ma’shun Medan

Disclaimer dari tulisan ini adalah saya memang baru dua kali mengunjungi warung yang menjual nasi babat gongso yang katanya terenak di Semarang. Dua tempat tersebut adalah nasi babat gongso Pak Karmin dan Sumarsono. Tentu saya berterima kasih juga kepada google dan Foodvloger kondang, Nex Carlos atas ragam rekomendasi soal gongso enak di Semarang.

Oke, mari saya memulai bercerita tentang gongso pertama yang saya coba yaitu buatan tangan dari Pak Karmin. Ketika saya tiba di Stasiun Tawang Semarang, awal September ini, saya langsung menggunakan ojek online menuju ke sana. Kebingungan pun terjadi karena sang pengendara menanyakan Warung Pak Karmin mana yang saya ingin kunjungi. Praktis karena saya tak paham daerah, saya sarankan dia untuk antarkan saya sesuai dengan peta.

Singkat cerita akhirnya saya tiba di Warung Pak Karmin yang terletak di Jalan Pemuda, dekat dengan Kota Lama Semarang. Tempat ini cukup ramai dan terletak di tempat yang sangat strategis. Karena ramai orang yang ke sini dan dimasak dengan masih sangat tradisional, butuh waktu sekitar setengah jam lebih pesanan kami tiba di meja. Saya memesan nasi goreng gongso dan gongso polos tanpa nasi. Nasi goreng punya rasa yang kuat dan dimasak menggunakan beras pulen (sepertinya) tidak seperti nasi goreng di beberapa daerah yang menggunakan beras perah.

Sayangnya, saya agak merasa enek ketika menikmati gongso polos. Sekilas saya merasa seperti nasi jagal yang saya makan di Tangerang beberapa waktu lalu. Entah dari babatnya yang masih terasa amis, atau memang yang lain. Walau demikian bumbu dan minyak gongso yang merendami babat terasa memiliki cita rasa yang kuat dan sedikit menutupi rasa amis. Di sisi lain soal harga, total saya mengeluarkan biaya sebesar 55 ribu rupiah untuk dua makanan yang saya pesan tersebut.

Gongso kedua yang saya makan adalah milik Pak Sumarsono yang terletak di Jalan Puri Anjasmoro. Di daerah ini Anda tak akan kesulitan untuk menemukan ragam kuliner yang Anda inginkan karena sepanjang jalanan banyak warung-warung kaki lima berjejer. Warung Pak Sumarsono memiliki karakteristik yang berbeda dengan Pak Karmin. Pak Sumarsono memilih untuk menempatkan tempat memasaknya di depan, dan pengunjung bisa makan di bagian dalam dengan beberapa meja dan kursi yang disediakan.

Baca: Menengok Fasilitas Ruangan Merokok di Bandara Kulon Progo

Pengunjung di Pak Sumarsono juga tak kalah dengan Pak Karmin, bahkan banyak juga yang memesannya untuk dibawa pulang. Soal kecepatan penyajian, saya rasa waktunya sebelas dua belas dengan Pak Sumarsono. Bedanya kali ini adalah soal rasa. Jika Pak Karmin memiliki cita rasa yang kuat maka berbeda dengan Pak Sumarsono yang cenderung lembut. Saya memesan menu yang sama dengan yang saya pesan di Pak Karmin, level kepedasannya pun saya pesan sama. Soal nasi goreng saya masih memilih Pak Karmin, karena entah kenapa milik Warung Pak Sumarsono terasa kurang menendang. Sebaliknya untuk rasa gongso polos, saya lebih menyukai milik Pak Sumarsono karena lebih lembut dan babatnya tidak terasa amis. Di sisi lain soal harga pun tak jauh beda dengan yang saya keluarkan ketika berkunjung ke Warung Pak Karmin.

Kesimpulannya adalah Warung Pak Karmin adalah solusi tepat bagi kalian yang sedang berkunjung ke Kota Tua Semarang, letaknya pun strategis. Soal tempat rasanya di sana juga nikmat sambil melihat pemandangan Kota Tua Semarang dari kejauhan. Sedangkan Warung Pak Sumarsono lebih taste feels like home foods, begitu juga dengan etalase meja tua yang tersedia. Keduanya memang bisa dikategorikan sebagai warung gongso legendaris dengan karakter berbeda dari Kota Semarang. Jika Anda memiliki agenda ke Kota Semarang silahkan berkunjung ke kedua warung tersebut!