cukai rokok
CUKAI

Dampak Kenaikan Cukai bagi Perokok, Petani, dan Buruh Pabrik

Bagi para perokok di Indonesia, kenaikan cukai rokok mulai awal tahun depan tentu saja cukup memberatkan. Kenaikan cukai sebanyak 23 persen rata-rata membikin harga rokok ke depannya naik sebanyak 35 persen dari harga jual saat ini. Harga rokok dari yang sebelumnya sudah cukup mahal terutama bagi perokok yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah, kian mahal saja. Rokok ke depan sepertinya akan menjadi produk yang cukup eksklusif karena harganya yang kian tinggi.

Namun begitu, para perokok tidak perlu terlalu khawatir dengan kondisi semacam ini. Dengan sedikit penyesuaian di awal, para perokok masih bisa tetap menikmati produk rokok kretek dengan harga yang masih terjangkau. Loh, katanya tadi naik, dan harga rokok akan semakin mahal, sekarang bilang harga rokok masih terjangkau?

Baca: Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan

Betul memang, cukai rokok naik, imbasnya harga-harga rokok juga ikut naik. Namun, ada dua opsi yang bisa diambil oleh para perokok agar kenaikan harga rokok ini tidak mengganggu kondisi pengeluaran sehari-hari. Opsi pertama: beralih dari rokok kelas premium ke rokok-rokok kelas menengah. 

Rokok-rokok premium, atau rokok-rokok kelas satu, yang kini menguasai pasar di Indonesia, kelak harganya akan melambung tinggi seiring kenaikan cukai. Rokok-rokok kelas menengah, yang harganya kini jauh lebih murah, tentu akan mengalami kenaikan harga juga seiring kenaikan cukai. Akan tetapi, kenaikan harga-harga rokok kelas menengah kelak akan mencapai titik yang masih di bawah harga rokok premium saat ini. Jadi dengan sedikit penyesuaian di awal, ganti produk rokok yang dikonsumsi sehari-hari bisa menjadi opsi yang dapat dipilih. Dengan pindah produk rokok, kenaikan cukai tidak berimbas pada perokok yang memilih opsi ini karena produk rokok baru yang dipilih berharga jauh lebih murah.

Kondisi seperti ini tentu saja sudah dibaca oleh pabrikan-pabrikan rokok yang ada di negeri ini. Mereka juga hendak keluar dari jeratan kerugian akibat tingginya harga cukai. Mengeluarkan produk-produk baru, dengan rasa yang masih cukup menjanjikan, dan dengan harga yang relatif murah dan bisa dijangkau masyarakat luas, saya kira sudah menjadi opsi strategis yang akan dipilih pabrikan-pabrikan rokok di negeri ini.

Opsi kedua: Tingwe, melinting sendiri. Lupakan sudah rokok pabrikan yang harganya terus-menerus naik dari tahun ke tahun. Pindah cara menikmati kretek dengan membeli tembakau rajangan sendiri, membeli cengkeh kering sendiri, membeli kertas linting sendiri, lantas melinting sendiri rokok yang hendak kita isap. Opsi ini tentu saja menjadi opsi terbaik jika hendak melakukan penghematan di tengah harga rokok yang membumbung tinggi sekaligus untuk melawan kesewenang-wenangan pemerintah yang dengan sembrono menaikkan harga cukai dengan begitu tinggi.

Baca: Naiknya Cukai Rokok Ancaman Bagi Buruh Industri Rokok

Ada opsi ketiga memang. Merokok produk-produk rokok ilegal yang tidak bercukai. Akan tetapi opsi ini berisiko, terutama bagi Anda yang patuh pada hukum negara dan selektif terhadap kualitas produk rokok yang diisap.

Lain perokok, lain pula bagi petani. Dampak kenaikan cukai dirasakan langsung oleh petani pada musim panen tahun ini. Padahal cukai baru naik di tahun depan. Baik petani tembakau, juga petani cengkeh, sama-sama merasakan dampak akibat rencana kenaikan cukai rokok di tahun depan.

Kenaikan cukai, membikin pabrik-pabrik rokok cukup selektif dalam membeli bahan baku berupa tembakau dan cengkeh. Kenaikan cukai yang cukup signifikan dikhawatirkan membikin penjualan rokok menurun di tahun depan. Ini menjadi alasan pabrikan tidak terlalu bergairah membeli tembakau dan cengkeh dari para petani seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kondisi ini membikin harga tembakau turun dibanding tahun lalu meski di beberapa tempat kualitas tembakau tahun ini lebih baik dibanding tahun lalu. Setali tiga uang dengan tembakau, harga cengkeh di sentra-sentra penghasil cengkeh di Indonesia juga mengalami penurunan. Di banyak tempat, harga cengkeh mentok pada batas bawah pembukaan harga, tidak merangkak naik sebagaimana terjadi pada musim-musim sebelumnya.

Jika kondisi ini terus berlangsung, bukan tak mungkin para petani tembakau meninggalkan komoditas tembakau karena tak lagi mendapat keuntungan dari sana. Dan petani cengkeh pelan-pelan beralih ke komoditas lain karena serapan cengkeh di pasaran berkurang drastis karena kenaikan harga cukai yang membikin pabrikan tidak terlalu jor-joran belanja bahan baku.

Selain kepada petani tembakau dan petani cengkeh, kenaikan harga cukai juga akan berimbas kepada buruh-buruh yang bekerja di pabrik rokok. Kenaikan cukai, tentu saja membikin pabrikan mengurangi produksi rokok mereka karena mau tidak mau, penjualan rokok akan menurun ketika cukai naik dan harga rokok otomatis terdongkrak naik. Yang menjadi korban, tentu saja buruh-buruh yang bekerja sebagai pekerja pelinting di pabrik-pabrik yang memproduksi rokok sigaret kretek tangan (SKT). Ancaman PHK di depan mata.

Sayangnya, mereka pemerintah yang menaikkan harga cukai, seakan tidak peduli dengan keadaan yang akan terjadi jika cukai rokok dinaikkan pada kisaran angka yang cukup tinggi tersebut. Belum lagi dengan prediksi krisis ekonomi dunia yang juga akan berdampak di Indonesia. Petani, dan para buruh di pabrik-pabrik rokok, mengalami apa yang sering diungkapkan dalam sebuah perumpamaan: sudah jatuh tertimpa tangga.