logo boleh merokok putih 2

Epidemi EVALI di Amerika Serikat

Yang paling saya ingat dari maraknya kemunculan vape beberapa tahun lalu adalah ajakan teman-teman saya yang mulai mencoba agar saya mencoba vape dan berpindah dari kebiasaan mengonsumsi rokok konvensional ke vape, atau ketika itu marak disebut rokok elektrik. Alasannya, vape lebih sehat dan mampu membantu seseorang untuk berhenti merokok, merokok konvensional tentu saja. Saya sedang tidak ingin berhenti merokok ketika itu, maka untuk apa saya pindah ke vape. Jadi saya menolak.

Sekali dua tentu saja saya pernah mencoba vape, sekadar menghilangkan rasa penasaran saja. Asap yang terlalu pekat dan aroma yang dikeluarkan vape tidak cocok bagi saya. Asapnya mirip asap yang dikeluarkan petugas voging untuk membasmi nyamuk di perumahan. Itu pandangan subjektif saya.

Baca: Surat Terbuka untuk Dirut BPJS Kesehatan: Perokok Bukan Kambing Hitam Atas Bobroknya BPJS Kesehatan

Pada mulanya saya merasa biasa saja dengan kemunculan dan maraknya pengguna vape di lingkungan sekitar saya beberapa tahun belakangan. Saya sama sekali tidak merasa terganggu, tidak seperti kebanyakan orang lain yang terganggu oleh pengguna vape, lebih lagi jika para pengguna vape sedang berkumpul di satu tempat, seperti kabut yang turun di pegunungan. Mendominasi. Begitu ujar mereka yang terganggu.

Namun, kian hari saya mulai merasa terusik karena vape selalu dikampanyekan oleh mereka para penikmatnya sebagai produk yang lebih sehat dibanding rokok konvensional. Lebih dari itu, vape diperjualbelikan dengan embel-embel sebagai terapi agar para pengguna rokok konvensional yang dicap tidak sehat itu berhenti dari kebiasaan merokok dan beralih ke vape yang lebih sehat.

Ya, tentu saja mereka akan menguatkan argumentasi mereka itu dengan membawa bukti-bukti hasil penelitian mengenai vape yang dianggap lebih sehat dibanding rokok konvensional. Saya tidak suka dengan cara dagang seperti ini. Menjelek-jelekkan produk lain secara terang-terangan untuk kemudian mengajukan produk alternatif yang dianggap lebih baik dari produk yang sebelumnya sudah dijelek-jelekkan. Tapi saya tetap cari tahu dan membaca argumentasi mengapa mereka para pengguna vape menjelek-jelekkan rokok seperti itu.

Baca: Terkuak, Rokok Elektrik Berbahaya bagi Kesehatan

Salah satu kunci pembeda yang membikin mereka meyakini vape lebih baik dibanding rokok konvensional adalah proses penguapan pada vape. Vape tidak dibakar sehingga pada vape tidak ada kandungan TAR seperti kandungan dalam rokok konvensional yang dibakar. Menurut mereka, TAR yang dihasilkan dari reaksi pembakaran rokok itulah yang membikin rokok menjadi lebih tidak sehat dibanding vape. Karena vape tanpa TAR karena bukan hasil pembakaran, namun penguapan.

Sebagai orang yang terlahir dalam kondisi begitu mencintai ilmu fisika dan matematika dan berkesempatan menempuh pendidikan sarjana di jurusan teknik fisika dengan peminatan khusus teknik nuklir, saya merasa agak terganggu dengan argumentasi ini. Secara kasat mata, produk yang dikonsumsi dari rokok dan vape sama saja. Ia berupa asap. Yang membedakan, satu asap hasil pembakaran, lainnya hasil penguapan. Yang saya pelajari, massa asap hasil pembakaran jauh lebih ringan dibanding asap hasil penguapan.

Dari sana saya meyakini, meskipun saya tidak melakukan riset laboratorium, bahwa yang lebih berat yang dimasukkan ke saluran pernafasan hingga ke paru-paru, jauh lebih berbahaya dibanding yang lebih ringan. Tunggu saja, kelak waktu akan membuktikan keyakinan saya ini.

Baru-baru ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengeluarkan laporan tentang sebuah penyakit baru. Sebelum nama penyakit ini ditemukan, penyakit ini dianggap penyakit misterius dan ditetapkan sebagai epidemi di Amerika Serikat, sudah mewabah, menyerang ribuan orang dan menyebabkan 26 kematian di paruh kedua tahun 2019. Nama penyakit ini adalah EVALI.

Baca: Riset Kesehatan Rokok Elektrik

EVALI adalah singkatan dari ‘E-cigarette or Vaping Product use Associated Lung Injury’, yang berarti cedera paru-paru akibat penggunaan vape atau rokok elektrik. Menurut situs Fox News, dalam laporan yang sama CDC menyebutkan sejak 9 Oktober ada 49 negara bagian yang melaporkan total 1.299 kasus EVALI ke pihak federal. Setidaknya 26 orang telah meninggal di 21 negara bagian.

Saya kira, belum genap 10 tahun vape marak dikonsumsi di dunia, namun, maraknya vape ini kini dianggap telah menimbulkan sebuah penyakit baru yang bahkan di Amerika Serikat sana kini sudah menjadi epidemi, dianggap wabah. Saya kira, kini, mereka para pencinta vape butuh usaha jauh lebih keras lagi untuk mengampanyekan produk vape dengan argumen vape jauh lebih sehat dibanding rokok konvensional usai ditemukannya penyakit bernama EVALI ini. Selamat berjuang dengan keras, pencinta uap. Berhentilah menjelek-jelekkan produk kebanggaan kami, para pencinta asap.  

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Fawaz al Batawy

Fawaz al Batawy

Pecinta kretek, saat ini aktif di Sokola Rimba, Ketua Jaringan Relawan Indonesia untuk Keadilan (JARIK)