logo boleh merokok putih 2

Siapa yang Bermain Isu Penggabungan Batas Produksi dan Tarif Cukai Kretek-Rokok Putih?

kretek

Pasca diresmikan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok tahun 2020, isu penggabungan batas produksi dan tarif cukai rokok SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin) kembali mencuat ke permukaan. Ada dua pihak yang sejak dulu vokal menyuarakan isu ini, pertama adalah antirokok dan yang kedua adalah Philip Morris.

Isu tersebut sebenarnya bukanlah isu baru, karena setiap tahun selalu dihembuskan. Namun dengan kondisi industri kretek yang sedang syok akibat tingginya angka kenaikan tarif cukai rokok, isu penggabungan yang sedang berhembus ini kembali menambah was-was produsen kretek tanah air.

Pasalnya isu penggabungan batas produksi dan tarif cukai rokok SKMĀ  dan SPM sangat merugikan industri kretek dan hanya menguntungkan produsen rokok putih yang notabene adalah perusahaan rokok multinasional. Industri kretek dirugikan karena tidak ada lagi barier dari negara terhadap kretek sebagai produk khas hasil tembakau Indonesia. Dalam hal ini negara bak melepas rantai anjing untuk membunuh mangsa-mangsanya.

Baca: Kebijakan Simplifikasi Layer Cukai Adalah Rencana Pembunuhan terhadap Kretek

Sekarang mari kita bedah kenapa dua kelompok yang disebutkan di atas sangat berhasrat mendorong wacana penggabungan produksi dan tarif cukai SKM-SPM. Pertama kelompok antirokok, mereka mendorong wacana ini karena pesanan dari big bos mereka agar peraturan cukai rokok di Indonesia selaras dengan nafas FCTC (Framework Convention Tobacco Control).

Kelompok antirokok selalu beralasan bahwa kebijakan batas produksi dan cukai rokok di Indonesia amatlah rumit. Mereka menginginkan agar produk kretek khususnya tidak memiliki banyak varian sehingga persoalan produksi dan tarif cukai kretek dibuat seragam. Barang tentu dari penggabungan ini nantinya akan mematikan industri kretek karena tarif cukainya menjadi mahal dengan satu hanya satu layer golongan. Antara industri kretek kecil dan besar tidak ada lagi perbedaan.

Kelompok antirokok ini ingin menghilangkan kekhasan kretek yang memiliki banyak jenis dan varian produk. Saat ini kita masih bisa melihat produk-produk kretek dengan berbagai merek. Tapi jika wacana penggabungan ini diterapkan, maka masyarakat Indonesia tidak lagi bisa menikmati kretek dengan berbagai merek tersebut. Khazanah kretek lokal daerah perlahan-lahan akan menghilang.

Antirokok tidak memperdulikan persoalan industri kretek yang terancam, mereka hanya melayani big bos mereka untuk mencapai target menaikkan tarif cukai setinggi-tingginya dan membatasi produksi kretek sekecil-kecilnya.

Baca: Matinya Kretek Akibat Simplifikasi Cukai dan Batasan Produksi

Kelompok kedua dibalik wacana penggabungan produksi dan tarif cukai SKM-SPM adalah perusahaan rokok multinasional yang memproduksi rokok putih di Indonesia. Kelompok ini dimotori oleh Philip Morris cs (bos Sampoerna).

Layer produksi maupun tarif cukai di Indonesia memang berbeda dari negara lain, tentu bukan tanpa alasan, pertama karena memang produk kretek kita sangat bervarian sehingga negara memiliki peran menjaga keotentikan kretek dengan membuat layer yang dapat mengakomodir berbagai varian kretek.

Lalu apa urusannya dengan Philip Morris cs? Selama ini kretek selalu menguasai pangsa pasar rokok nasional hingga 90% sedangkan rokok putih hanya mendapatkan pangsa pasar 6 sampai 7%. Pangsa pasar yang kecil ini membuat rokok putih sulit berkembang, terlebih lagi dalam kebijakan layer tarif cukai, mereka dikenakan pungutan cukai yang lebih besar ketimbang kretek.

Sulit berkembangnya rokok putih inilah yang kemudian mendorong Philip Morris cs untuk melancarkan terus-menerus wacana penggabungan produksi dan tarif cukai SKM-SPM. Jika wacana tersebut disahkan menjadi kebijakan, maka secara otomatis produksi rokok putih dapat digenjot karena bisa setara dengan batasan jumlah produksi kretek.

Adapun pada persoalan tarif cukai, rokok putih akan diuntungkan dengan disamakannya besaran tarif cukai rokok putih dengan kretek. Mereka tak perlu lagi membayar cukai lebih besar dari kretek. 

Philip Morris cs yang notabene adalah perusahaan rokok multinasional tentu akan kegirangan, sebab mereka dapat mengembangkan rokok putih di Indonesia melalui intervensi kebijakan. Apalagi dengan modal tak terbatas dengan gampang mereka dapat melibas industri kretek nasional.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Azami

Azami

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek