Ahad pagi 03 november 2019, saat dua jarum jam menunjuk pada angka 07.30, sebagian para Kiai dan para santri hafiz berkumpul di rumah kediaman KH. Sya’roni Ahmadi Kudus al-Hafiz. Tak lain mereka menghadiri pembukaan Tahtiman al-Qur’an bil ghoib (hataman Allquran yang dibaca runtut juz per juz) menyongsong Maulid Nabi Muhammad. Rencana awal pembukaan acara dilakukan pada jam 07,00 tepat. Kenyataan berkata lain harus mundur 30 menit, karena yang datang belum sempurna. Dalam durasi 30 menit ini, dipergunakan bagi yang sudah datang ngobrol sambil ngeteh dan ngopi, tak ketinggalan ngudud (merokok).
Acara ini rutin tiap tahun dilakukan para tahfiz dan Kiai guna memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada tahun ini pembukaan pembacaan Alquran dengan hafalan dilaksanakan di rumah KH. Sya’roni Ahmadi, untuk meminta barokah do’a sesepuh dan tokoh Ulama’ yang ahli dalam bidang tafsir dan Qiro’ah Sab’ah (7 dialek Alquran). Banyak orang yang mengatakan kemampuan menghafal Alquran dengan 7 bacaan berbeda sempurna 30 juz adalah keahlian yang langka, inilah salah satu kemampuan yang dimiliki KH. Sya’roni Ahmadi Kudus.
Baca: Cengkeh Pernah Menjadi Media Dakwah Para Kiai Jawa Tengah
Selain sebagai tokoh masyarakat dan tokoh Kiai, yang saat ini dengan usia tertua, KH. Sya’roni Ahmadi adalah salah satu tokoh dan guru Alquran yang masih hidup dengan sanad riwayat bacaan Alquran sampai pada Nabi Muhammad. Jadi sudah semestinya beliau diminta membuka pembacaan Alquran dengan hafalan menyongsong kelahiran Nabi Muhammad.
Yang datang paling pagi saat itu KH. Saifuddin Lutfi, kurang lebih pada pukul 06.45, lebih pagi dari rundown acara, bahkan lebih pagi dari semua peserta undangan. Kiai ini terbilang nyentrik, sederhana dan disiplin. Di pagi itu tau-tau Kiai Nyentrik ahli bidang astronomi dan perbintangan ini datang lebih awal dan jalan-jalan di sekitar halaman kediaman KH. Sya’roni Ahmadi, sambil melihat bangunan pesantren yang belum jadi, melihat kolam ikan, dan melihat motor trabas (biasa orang bilang motor trail) yang terparkir di samping kolam ikan sambil menghisap rokoknya.
Sebagai santrinya, aku hampiri dan bersalaman dengan mempersilahkan masuk keruangan acara, namun beliau menolak dengan alasan “udud disik” “menikmati rokok dulu”. Akhirnya aku mendampinginya sambil melihat pemandangan yang ada. Melihat motor yang terparkir di sebelah kolam ikan, beliau bertanya sambil mengebulkan asap rokoknya, “iku motor gawe tril-trilan?” (itu motor untuk trabas?),
“enggih, mbah” jawabku.
Kemudian beliau berkata “age ra ditumpai” (cepat dinaiki dijalankan), aku hanya tertawa. Setelah habis 3 batang rokok, beliau KH. Saifuddin Lutfi atau biasa dipanggil Mbah Iput ini masuk aula (ruangan acara), karena tamu undangan lainnya sudah mulai pada datang.
Baca: Berebut Berkah Kiai Dari Sepuntung Kretek
Saat itu yang datang sebagian para hafiz (orang yang hafal Alqur’an) sebagai peserta disusul KH. Fathur Rahman BA, disusul KH. Sugiarto, dibelakangnya K. Fahruddin, kemudian ada KH. Daldiri dan beberapa santri hafiz. Acara ini terbilang khusus (tidak untuk umum), selain sebagian para Kiai hanya orang yang sudah khatam dan hafal Alquran yang datang.
Yang sudang datang langsung menempati ruangan aula, Kiai duduk bersebelahan dengan Kiai lainya, para santri duduk mengelompok dengan santri lain. Sambil menunggu peserta lain, para Kiai ngobrol sambil minum teh, kopi dan snack seadanya. Di awal obrolan Mbah Ipud minta asbak, kayaknya beliau ini ingin merokok, akhirnya aku carikan asbak, dan setelah ketemu aku berikan kepada beliau. Ternyata benar, setelah ada asbak Mabh Ipud mengeluarkan rokoknya, sambil menawarkan ke Kiai lainnya, termasuk ke KH. Fathur Rahman yang juga suka merokok.
Namun saat itu, ketika Mbah Ipud menyodorkan rokoknya, KH. Fathur Rahman menolak dengan berkata “ wong loro kok ngrokok iku jenenge kemaki (orang keadaan sakit tapi malah merokok namanya sombong)”, kelakar KH. Fathur Rahman.
“wong loro yo mangan karo ngumbe disik, ngono ae kudu ora kolu (orang sakit sementara makan dan minum saja, gitu aja kadang gak enak dan gak pingin)”.
Beliau pun sambil memegang gelas teh hangat lalu meminumnya. Kiai-kiai lain ada yang tersenyum dan ada yang tertawa. Ternyata keadaan KH. Fathur Rahman belum sembuh dari sakit patah tulang bagian lengan kanan. Setelah minum beliau menceritakan keaadan tangan kanannya belum pulih dengan baik. Beliau sering merasakan nyeri dan ngilu pada lengannya, apalagi saat kena hawa dingin, atau air yang dingin. Masak dengan keadaan tangan kanan begini harus merokok pakai tangan kiri, dikira sombong, sudah ambil rokok dengan tangan kiri, menyulut dengan tangan kiri, merokok dengan tangan kiri dilihat orang gak matching, merokok itu pakai tangan kanan mengikuti sunnah Rosul saat makan, kata KH. Fathur Rahman.
Mbah Ipud menyahut obrolan tersebut dengan berkata “wong seng udud iku wedi mati, nyatane nek mati disumet meneh (orang yang merokok itu takut mati, nyatanya kalau rokoknya mati disulut kembali).
“wong seng udud iku mesti urip, seng mati mesti ora udud, wong seng udud wong seng sehat, mergo loro ora iso ngrasakno nikmati udud (orang yang merokok itu pasti orang hidup, orang yang sudah meninggal pasti tidak akan merokok, orang yang merokok orang yang sehat, karena orang yang sakit tidak bisa merasakan nikmatnya merokok).
Kiai-kiai lain tertawa hingga suasa jadi ramai dan sambil mengangguk-nganggukkan kepala, lalu KH. Fathur Rahman berkata, “kuwe ancen dakik mbah” (kamu memang cerdas mbah). Setelah KH. Sya’roni Ahmadi ke ruangan aula obrolan dihentikan dan dilanjutkan acara pembukaan pembacaan Alquran dengan hafalan (khataman Alquran) dimulai. Acara dibuka langsung oleh KH. Sya’roni Ahmadi beserta barokah do’anya.