sri mulyani
OPINI

Secuil Kabar dari Amerika Tentang Sri Mulyani

Mengapa tarif cukai rokok tahun 2020 naik sangat tinggi hingga 23%, yang biasanya hanya 8-11%, dan harga rokok terbang sampai 35%? Kenaikan ini secara fiskal maupun regulatif kurang memiliki dasar argumentatif. Apalagi Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran DPR RI dalam pembahasan RAPBN sebelumnya sepakat menaikkan 9%.

Revisi kesepakatan dilakukan sepihak oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (Sri) dalam rapat terbatas kabinet, 16 September 2019. Cara ini selain tidak lazim juga terkesan fait accompli terhadap DPR pun Presiden. Atas hal ini saya dalam wawancara dengan radio di akhir musim kemarau September 2019 lalu, menduga, Sri kemungkinan ingin mempersembahkan kado istimewa kepada kelompok antitembakau di akhir masa jabatannya sebagai Menkeu di kabinet lalu.

Dugaan itu benar. Seorang teman mengirim link dan menemukan kabar mengagetkan tentang Sri dari Amerika. Dalam laporan di laman resmi Bloomberg Philathropies (BP), Sri bersama pejabat dari berbagai negara diangkat sebagai anggota task force kebijakan fiskal untuk kesehatan di organisasi itu, April 2018. (Lihat: MEMBERS OF THE TASK FORCE ON FISCAL POLICY FOR HEALTH )

BP adalah lembaga swasta yang didirikan mantan Walikota New York tiga periode dan pengusaha media Michael Bloomberg. Misi utamanya pengendalian tembakau. BP melalui Bloomberg Initiative menyalurkan dana milyaran rupiah untuk kegiatan antirokok di seluruh dunia. Di antaranya hinggap ke rekening banyak LSM dan sedikit ke lembaga pemerintah di Indonesia. Program-program yang sudah dan masih berjalan antara lain asistensi penyusunan RUU, Perda dan regulasi pengendalian dan pengalihan tanaman tembakau ke tanaman lain, pengaturan larangan merokok, larangan memajang rokok di gerai penjualan, sampai pemaksaan peningkatan tarif cukai rokok hingga 70% dari harga rokok.

Baca: Ada Campur Tangan Bloomberg dalam Surat Edaran Menkes terkait Pemblokiran Iklan Rokok

Pengaju proposal donor itu di Indonesia antara lain Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Bali, kumpulan wartawan AJI Jakarta, Universitas Indonesia, Muhammadiyah, ICW, lembaga dokter dalam Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), KPAI, juga Yayasan Lentera Anak. Kedua lembaga terakhir beberapa bulan lalu menyoal audisi bakat badminton anak Indonesia oleh PB Djarum, yang ramai diperbincangkan publik.

Selain mendonasikan uang miliknya, Mike juga mengumpulkan dana dari berbagai korporasi farmasi, antara lain Pharmacia & Upjohn, Novartis dan GlaxoWellcome. Peneliti dari International for Global Justice (IGJ) dalam buku “Kriminalisasi Menuju Monopoli”, menyatakan, Mike adalah pemilik saham di perusahaan farmasi raksasa, Novartis.

Tujuan penyaluran dana itu, menurut peneliti dan penulis Amerika Dr. Wanda Hamilton dalam buku yang sangat menghebohkan jagad farmasi dan perumahsakitan dunia, “Nic War”, adalah untuk membangun program “pharmacological aids to smoking cessation” (bantuan farmasikologis untuk berhenti merokok). Produk-produk Nicotin Replacement Therapy (NRT) dimaksudkan untuk merebut ceruk dagang nikotin melalui bantuan badan resmi PBB WHO. Program ini makin gencar dilakukan sejak Ketua WHO dijabat mantan direktur Novartis Gro Harlem Brundtland, tahun 1998.

Mengapa perusahaan farmasi tertarik terjun ke pasar nikotin? Omset pasar nikotin dunia, menurut data Global Trend in Nicotin tahun 2017, bernilai $785 milyar, setara harta negara terkaya nomor 23 setelah Finlandia, membuat mereka tergoda memainkan bisnis nikotin ini.

Baca: Antirokok, Selingkuh Lembaga dan Organisasi di Indonesia dengan Kepentingan Asing

Mike memang pintar. Selain menjaga tradisi pelibatan pejabat negara dalam struktur lembaganya, juga paham titik lemah Sri. Kita tahu Sri adalah master dan doktor lulusan University of Illinois Urbana Champaign Amerika. Melalui emosi dan lobby Amerika Sri yang dikenal sangat cerdas dan independen memilih mengesampingkan kepentingan petani, buruh tembakau dan industri rokok di Indonesia. Stakeholders yang selama ini membantu mengurangi kepusingannya mengumpulkan pamasukan negara melalui penerimaan cukai rokok plus pajak atasnya senilai kl. 200 triliun rupiah. Hampir 10% dari nilai APBN 2020.

Mungkin hanya 1% kepintaran para petani, buruh rokok, dan kaum perokok, dibanding kepintaran Mike, Brundtland dan Sri. Tapi, soal membantu keuangan dan harmoni negara, ketiganya masih perlu belajar kearifan dari mereka. Secuil kepintaran yang hanya 1% itu toh masih bisa membaca dengan jernih secuil kabar tentang Sri dari laman Amerika itu. Menjadikan kami yang bodoh ini makin bisa memahami.