berhenti merokok
REVIEW

Setelah Berhenti Merokok

Benarkah berhenti merokok membuat kita menjadi sehat?

Pada sebuah selasar yang nemisahkan dua bangunan, sebuah pendopo dan sebuah ruang kerja penerbitan buku, saya berjumpa dengan dua orang pria dengan usia di atas 50 tahun. Ketika itu sudah memasuki malam. Hawa dingin pegunungan turun. Ditambah musim pancaroba, dingin kian menjadi.

Segelas kopi dan berbatang-batang kretek menemani obrolan kami malam itu. Beberapa orang lain beraktivitas di pendopo dan ruang penerbitan. Sesekali mereka bergabung berbincang bersama kami.

Tempat pertemuan kami itu, sebagai kantor, menurut saya adalah salah satu kantor terbaik di Yogya. Sleman lebih tepatnya. Dekat sawah, ada kolam ikan, dan tentu saja hawa sejuk pegunungan.

Baca: Museum Kretek Kudus, Bukti Kretek Asli Warisan Budaya Nenek Moyang

Obrolan saya dengan kedua orang pria itu melingkupi bermacam tema. Pendidikan, pengorganisasian desa, pertanian, dan ragam tema lain yang melintas di kepala. Saya lebih banyak menjadi pendengar sembari sesekali bertanya.

Hingga akhirnya, obrolan tiba pada tema pengalaman kedua pria itu terkait dengan pengalaman berhenti merokok.

Pria pertama, sebelumnya seorang perokok. Ia dipaksa dan terpaksa berhenti merokok usai mendapat serangan stroke. Delapan bulan Ia berhenti merokok. Pada masa-masa awal berhenti merokok, Ia merasa ada yang kurang, tidak seperti biasanya, merokok setelah makan, saat berbincang, atau ketika bekerja di depan komputer.

Baca: Rokok Sin Dibuat dalam Keadaan Suci dari Hadast

Istrinya selalu menjadi pengawas agar Ia sama sekali tidak merokok. Ini bertahan hingga delapan bulan. Pada bulan ke delapan Ia berhenti merokok, istrinya sudah lebih sebulan menderita batuk. Batuknya itu tak kunjung reda meski sudah mencoba bermacam pengobatan. Hingga akhirnya pria itu mengajak istrinya ke pengobatan alternatif dengan metode balur rokok dan asap rokok. Istrinya sembuh. Sejak saat itu, hingga usianya mencapai 61 tahun kini, pria itu kembali merokok.

Pria kedua, berhenti merokok setelah sebelumnya menjadi perokok berat usai operasi sinusitis. Dokter yang merawatnya yang menganjurkan itu. Istrinya, betul-betul menjadi pengawas yang gigih. Selain menjaga agar Ia tidak merokok, istrinya juga rajin mengumpulkan literatur yang berisi bahaya-bahaya dari aktivitas merokok. Berita-berita bahaya rokok di surat kabar, Ia kliping dan diserahkan kepada pria itu.

“Kalau jadi aktivis anti-rokok, istri saya jago sekali pasti. Referensinya sangat lengkap.” Ujar pria itu kepada saya.

Jika pria pertama berhasil berhenti merokok selama sekira delapan bulan, pria ini, berhenti kurang dari lima bulan saja. Sayangnya, pria itu lebih dahulu pamit sebelum menceritakan mengapa Ia kembali merokok pada bulan ke lima usai berhenti merokok. Dan bagaimana Ia bisa meyakinkan istrinya untuk mengizinkan pria itu kembali merokok.

Sebelum pamit, pria itu hanya bilang, “Sekarang mah saya sudah nggak pernah beli rokok. Istri saya yang rutin membelikan saya rokok. Dia biasanya nyetok, satu slop setiap pekan untuk saya.”