rokok
REVIEW

Seseorang yang Membenci dan Ingin Membakar Semua Merek Rokok

Ada seorang laki-laki berkumis tebal, badan agak kerempeng tapi ototnya menyembul dari balik kulit, aktivitas sehari-harinya bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Kudus. Ia sangat gregetan ingin membakar semua merek rokok, tak terkecuali rokok merek besar seperti Djarum dan Gudang Garam.

Kala itu menjelang waktu ashar pemandaangan langit  mendung hitam pekat tanda hujan mau turun. Angin pun datang dengan membawa hawa dingin, membawa berita kalau hujan besar akan segera datang. Banyak orang keluar dari Rumah sakit, kayaknya mereka ingin segera pulang sebelum hujan datang. Mereka berjalan cepat menuju parkiran sepeda motor yang jaraknya agak jauh dibanding dengan jarak parkiran mobil. Mereka ini terlihat seakan-akan tak menghiraukan kanan kirinya, mungkin dalam benak pikirnya yang penting cepat sampai rumah sebelum  hujan datang. Hingga banyak dari sebagian mereka kena klakson, ternyata berjalan menghalangi jalan mobil yang sedang ingin keluar juga.

Di parkiran depan masjid tak jauh dari rumah sakit dan dekat parkiran mobil, aku menghabiskan beberapa batang rokok. aku tidak sendiri, banyak orang juga sedang merokok sambil menunggu yang diantar keluar rumah sakit. Ternyata aku pilih tempat tak salah, banyak oang di parkiran masjid tersebut sedang merokok, karena tak ada pilihan tempat lain untuk merokok. Pihak rumah sakit tak memberikan ruang khusus merokok, yang ada hanyalah tulisan area bebas asap rokok. Kami sebagai perokok akhirnya cari tempat alternatif untuk merokok, yang terenak tempat merokok dan bisa memantau orang yang keluar dari rumah sakit hanya di parkiran masjid tersebut. Dari pihak pengurus masjid pun sudah memahami. Buktinya banyak asbak dan sampah di tempat tersebut. 

Baca: Berebut Berkah Kiai Dari Sepuntung Kretek

Waktu  sholat ashar tiba disusul hujan lebat dan angin kencang, badan terasa dingin. Kami bergegas menuju dalam masjid untuk mengambil wudlu dan ikut sholat berjamaah. Selesai sholat berjamaah sebagian kembali ke tempat parkiran masjid melanjutkan aktivitas merokok, sebagian tetap di dalam masjid karena masih hujan. Aku memilih kembali ke parkiran. Tak begitu lama diparkiran lagi, aku disapa teman sekolah namanya Mansur, kamipun akhirnya bersalaman sambil mengucapkan salam. Salah satu tradisi Islam orang Jawa (jowoni), tapi kayaknya tradisi ini tidak hanya di Jawa, masyarakat Nusantara punya tradisi bersalaman saat berjumpa dan saling uluk salam. 

Baru lihat posturnya Mansur pasti udah tertawa, kurus krempeng tapi kumisnya tebal, dan sengaja dibiarin tumbuh liar, hingga ujung kumisnya seperti tokok Pak Raden dalam film anak anak si Unyil. Kemudian aku menawarkan rokok pada Mansur panggilan akrabnya Sur. Singkat dialognya:

Saya : Sur, rokok!

Mansur : yo suwun (ya makasih), ia sambil mengeluarkan rokok dari kantongnya sembari berkata aku wes gowo (aku sudah bawa sendiri)

Mansur: ngene iki nek kerjo sak bungkus ra entek ( kalau pas kerja satu bungkus rokok gak habis)

Saya: kuwe kerjo nok endi, sur? (kamu kerja dimana Sur?)

Mansur : yo nok rumah sakit iki (dirumah sakit ini)

Mansur: lek pas kerjo ora oleh udud, terus nek pingin udud kudu lungo adoh, yo nok kene iki gone (saat kerja tak boleh merokok, kalau pingin merokok harus pergi jauh, ya ke tempat ini)

Saya: malah apik, kerjo yo kerjo kerjo kok udud, mosok ra ono gon udud? (justru bagus, waktu kerja ya kerja jangan merokok, tapi masak tidak disediakan tempat merokok?)

Mansur: yo maksute ngono, ora disediakno (maksudnya begitu, tidak disediakan tempat merokok)

Mansur: molane kadang nek pas mumet okeh kerjaan aku dadi wong guoblok sak donyo lan dadi kopoen soale gak udud (kadang kalau stres banyak kerjaan saya jadi orang terbodoh sedunia dan tuli karena tidak bisa merokok)

Baca: Membongkar Mitos ala Sehat Tentrem

Mansur: yo piye meneh dilakoni, nguripi anak bojo je (gimana lagi harus dijalani, menghidupi anak istri)

Mansur terus berkata, bercerita dan sedikit berpuisi, sebenarnya aku sangat benci rokok, saking bencinya pada rokok  ingin sekali membakarnya. Tak segan-segan ingin aku bakar rokok pabrikan Djarum, Gudang Garam dan pabrikan lainnnya yang aku gak tau namanya apa. Tapi apa daya aku hanya orang kecil tak mampu membakar pabriknya yang telah mempekerjakan ribuan buruh. Tapi aku tak akan menyerah begitu saja, tetap akan berjuang bagaimana aku bisa mewujudkan cita-citaku, akhirnya aku bakar rokoknya tiap hari sebatang demi sebatang bahkan beberapa batang, agar cepat habis itu barang rokok. Membakarku aku hayati dan penuh kegembiraan dan akan selalu aku lakukan tiap hari, karena kepala dan mataku tau sendiri membakar rokok sama saja membantu saudaraku membayar BPJS. hahah. aku pahlawan bagi mereka, aku pahlawan tanpa tanda jasa, aku pahlawan yang tak diakui Negara bahkan dunia. Dan aku tak butuh pengakuan, yang kubutuhkan hanyalah kegembiraan.

Aku: haha……… awakmu pancet guyon ae, (kamu masih seperti dulu suka candaan) dan sok puitis.

Mansur itu sejak dibangku sekolah seperti itu, suka bercanda, ramah pada semua orang tak hanya teman sekelas, sampai adik kelas jauhpun ia sapa dan ajak candaan. Orangnya sangat sederhana dan kalau berpuisi sukanya yang nyata dan apa adanya. Walaupun sekarang telah menjadi karyawan rumah sakit, ia tetap melalukan candaan ala-ala Mansur yang dulu, dan tetap merokok bagian dari kegembiraannya (teman dan penghibur stres).