OPINI

Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).  Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia. 

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. 

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. 

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. 

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. 

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. 

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. 

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative) dan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. 

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. 

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. 

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.