logo boleh merokok putih 2

DBH-CHT untuk Corona

cukai rokok

Dunia dihebohkan adanya virus corona, Indonesia pun demikian. Menyebarnya pandemi corona saat ini, tak memandang status sosial, mau pejabat, buruh, orang kaya, orang kota, orang desa semua pada waspada terhadap mahluk corona. Tindakan preventifpun banyak dilakukan, dengan sering cuci tangan, bawa masker, tidak boleh kumpul-kumpul dan sebagainya. Tak berhenti disitu, dengan serius pemerintah mengalokasikan dana khusus penanggulangan virus tersebut. Bahkan DBH-CHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) tak luput dipergunakan.


Banyak media yang memberitakan, penyebaran kali pertama virus corona ini ada di Kota Wuhan China. Awalnya orang-orang Indonesia hanya menyaksikan dan prihatin tragedi Wuhan tersebut. Jauh dari angan-angan orang Indonesia akan terjangkit pandemi corona tersebut. Dalam hitungan hari yang sangat singkat, virus tersebut tersebar di Indonesia. Akhirnya pemerintah mengambil sikap, setelah lebih dari satu orang positif terpapar pandemi corona, dan bahkan ada yang meninggal dunia.


Mulailah genderang darurat corona dikumandangkan, hingga kebijakan untuk lockdown. Disinilah awal ricuh di masyarakat, antara cemas, takut dan antisipasi beda tipis. Semua aktifitas yang mendatangkan banyak orang ditiadakan dan dilarang. Pengajian umum banyak yang ditunda, tempat wisata banyak yang di tutup. Bahkan kegiatan sholat jum’ah bagi orang Islam diintruksikan oleh Majlis Ulama’ Indonesia ditiadakan. Memang intruksi tersebut banyak menuai kontroversi. Ada yang tidak setuju dan ada setuju.


Yang tidak setuju berdalih ibadah wajib tidak boleh ditinggal kecuali dalam kondisi kepayahan (udzur syar’i). Ada yang memakai dalil bahwa dulu saat Nabi Muhammad berperang aja masih melaksanakn sholat jum’ah. Berbeda dengan kelompok yang setuju, mereka berpendapat saat ini kondisi sangat darurat dan termasuk kategori kepayahan. Saat Nabi berperang tetap melaksanakan ibadah sholat jum’ah itupun ada aturan, harus bergantian. Dimana barisan sholat yang di depan melakukan gerakan sholat, barisan dibelakangnya berdiri menjaga, kemudian barisan yang awalnya menjaga, melakukan gerakan sholat, barisan yang di depan gantian berdiri menjaga, begitu seterusnya sampai ibadah selesai. Hal itu musuh kelihatan di depan mata, sedangkan virus corona ini tak terlihat kasat mata, ia berada dimana, berapa jumlahnya dan kapan ia bergerak. Akhirnya mereka setuju kegiatan sholat jum’ah di tiadakan diganti dengan sholat dhuhur di rumah masing-masing.


Ingat ya, perbedaan di atas jangan diperbesar. Terlepas dari perbedaan pendapat di atas andai saja setiap masjid atau tempat ibadah dipersiapakan syarat untuk mencegah corona sah-sah saja dilakukan kegiatan ibadah. Sederhananya begini, tempat ibadahnya sering disemprot cairan sterilisasi, sebelum masuk disiapkan alat sterilisasi atau minimal tempat cuci tangan, begitu selesai ibadah juga demikian harus cuci tangan atau disemprot cairan sterililasi. Namun apabila syarat tersebut belum siap dan belum terpenuhi sesui stadarisasi pengamanan pencegahan corona, memang baiknya kegiatan ibadah dilakukan di rumah masing masing.


Semua pihak harap memaklumi, dan memang berat memahami kondisi yang saat ini terjadi, tidak mudah untuk menerima. Tapi apa boleh buat, bagaikan nasi sudah menjadi bubur, mau tidak mau kita harus menjalani fase ini.
Acara cerita, banyak orang kecewa atas pemberlakukan lockdown. Di Kudus panitia pengajian umum di masjid agung alun-alun, yang rencananya sebagai pembicara beliau KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) harus di tunda karena adanya intruksi dari pemerintah dan Robithoh Ma’had Islamiyah (RMI) melarang ada kegiatan yang menggerakkan massa termasuk pengajian.


Bagi panitia pengajian saat itu merasa kecewa, karena semua persiapan sudah dilakukan, bahkan sudah terbayar. Namun apa boleh buat, gara-gara intruksi tersebut harus di undur dan ditiadakan saat itu. Ada sebagian oknum panitia yang mengatakan, kenapa kita harus takut pada corona, seharusnya takut pada Tuhan. Celetukan oknum tersebut di sikapi KH. Yusrul Hana Sya’roni, ya memang manusia harus takut pada Tuhan itu pasti, bagi orang Islam menarik diri dari kerusakan sangat dianjurkan dan itu perintah yang tersurat dalam kitab suci al-Qur’an. Hal ini harus dipahami dengan jeli, kenapa kita harus makan makanan yang sehat, kita harus menjaga kesehatan badan kita itu salah satu ikhtiyar manusia yang sangat dianjurkan agama kata KH. Yusrul Hana Sya’roni.
Ternyata kondisi diundurnya setiap kegiatan tak hanya di Kudus Kota Kretek, terjadi juga diseluruh nusantara. Bahkan ada kejadian, ada orang yang nekat melakukan resepsi pernikahan dalam kondisi lockdown dianjurkan pihak aparat untuk bubar. Nah, yang kayak gini harus diapresiasi penegakan hukum jalan, dan yang punya hajat harus legowo dengan pertimbangan menjaga keamanan, keselamatan, dan kesehatan banyak orang. Satu sisi banyak yang kecewa hal tersebut terjadi, sisi lain memang harus begitu guna memutus mata rantai virus corona tersebut.


Lain penegakan hukum, ternyata pemerintah di daerah pun serius menyikapi wabah virus corona tersebut dengan mengalokasikan anggaran khusus pencegahan dan tindakan bagi yang terpapar. Ambil contoh Pemkot Kediri dan Kabupaten Kudus, dua kota basis rokok kretek sangat serius menyikapi pandemi corona. Diadaptasi dari Surabaya.com, Penanganan Covid 19 di Kota Kediri harus dipercepat dengan mengganggarkan Rp. 20.3 miliar untuk menangani pandemi virus corona yang terbagi Rp. 15,3 miliar diambil dari alokasi DBH-CHT, untuk membeli barang hand sanitizer, masker dan disinfektan yang nantinya dibagikan ke masyarakat. Sisanya, Rp 5 miliar diambil dari dana alokasi khusus (DAK) diperuntukkan biaya operasional kesehatan. Penjelasan Fauzan Adima Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 kota Kediri.


Di Kabupaten Kudus pun demikian, pemerintah kabupaten akan menggunakan anggaran DBH-CHT untuk pencegahan penyakit virus corona yang nilainya Rp 12 miliar ungkap Eko Djumartono Kepala Badan pendapatan Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD). Dari hasil rapat gugus tugas penanggulangan covid 19 anggaran tersebut dipergunakan untuk pengadaan cairan pembersih tangan / hand sanitizer, alat pelindung diri, termometer infrared hingga viral transport media (VTM) atau pengangkut sampel spesimen bagi pasien terduga dampak virus corona. Lain Pemkab, industri kretek terbesar di Kudus PT. Djarum juga telah menyatakan kesiapannya membantu Pemkab untuk pengadaan VTM yang dibutuhkan.


Semua pihak harus punya visi dan misi yang sama guna menghentikan wabah pandemi corona. Pembayar pajak dan penghasil DBH-CHT (perokok) merasa bangga dan ikhlas uang hasil darinya digunakan membantu pemerintah untuk pencegahan virus tersebut. Tentunya penggunaan anggaran DBH-CHT tersebut harus betul-betul tersalurkan dengan tepat dan jangan diselewengkan. Mengingat bangsa Indonesia saat ini darurat dalam mengatasi pandemi corona.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).