Sekali lagi, bagaimanapun juga duit dari rokok masih menjadi andalan untuk dana talangan pembiayaan kesehatan. Banyak daerah memang yang sudah mengambil kebijakan ini tapi itu biasanya diambil dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), tidak dari pajak rokok. Di Indonesia setiap daerah mendapatkan DBHCHT dan DBH pajak rokok. Keputusan MA yang ditautkan dalam tulisan ini makin menguatkan kebijakan daerah-daerah untuk menambal iuran BPJS warganya dari pajak rokok yang diterima daerah tersebut.
Perlu diketahui bahwa di Indonesia ada dua macam pungutan yang dikenakan atas rokok. Satu pungutan cukai yang dihitung berdasarkan HJE dan ada pungutan pajak rokok yang dihitung dari besaran cukai produk rokok tersebut. Besaran pajak rokok yang dipungut sebesar 10% dari cukai. Pungutan cukai diatur melalui UU Cukai Tahun 2007 yang mencantumkan juga pengaturan pungutan untuk tembakau iris, cerutu, dan minuman mengandung etil alkohol. Sementara pungutan pajak rokok didasarkan kepada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Keputusan MA ini bagi kalangan anti rokok adalah satu pukulan tersendiri. Mereka berpendapat pajak daerah seharusnya digunakan untuk mencegah dampak rokok tidak secara langsung didebit ke iuran BPJS. Nah karena anggaran kesehatan langsung didebit ke iuran BPJS maka tidak ada dana untuk kampanye anti rokok. Karena untuk penanggulangan dampak rokok dll diperlukan biaya sosialisasi dan sebagainya. Untuk itu mereka melakukan judicial review terhadap Perpres Nomor 82 Tahun 2018 pasal 99 dan 100 guna mengalihkan iuran BPJS ke dana penanggulangan dampak rokok termasuk.
Namun ada satu hal lagi yang mendasari tuntutan judicial review itu, bukan semata hanya memperebutkan dana kampanye. Landasan dari kerja-kerja gerakan anti rokok memang adalah Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau merujuk istilah internasionalnya adalah Framework Convention On Tobacco Control (FCTC). FCTC menghendaki negara berperan serta secara aktif dalam penanggulangan dan penanganan bahaya dan dampak rokok. Dengan landasan itu maka gerakan anti rokok di Indonesia memandang perlunya Pajak Rokok disalurkan kepada mereka bukan untuk menambal iuran BPJS di daerah.
Indonesia memang belum mengaksesi FCTC dan semoga tidak akan mengaksesinya. Peraturan pengendalian tembakau saat ini sudah mengatur secara adil kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia. Untuk itu pajak rokok yang dipungut bisa digunakan secara langsung untuk menambal iuran BPJS. Jika Indonesia mengaksesi FCTC sudah barang tentu peruntukan pajak rokok digunakan untuk membiayai penanggulangan dampak rokok. Karena semangat dari pengenaan pungutan tersebut salah satunya untuk membiayai kampanye anti rokok di daerah-daerah dimana salah satunya melalui penerapan Perda KTR.
Dalam posisi ini saya sangat bersyukur MA masih memberikan keputusan yang berkeadilan demi jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia. Dan memang begitulah semestinya. Apapun wujudnya jika itu adalah pungutan pajak digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.