OPINI

Kentucky BioProcessing, Memproduksi Vaksin Covid-19 dari Ekstrak Daun Tembakau

Sejarah panjang daun tembakau mencatat, pada mulanya daun yang lazim tumbuh di musim kemarau dan membutuhkan sedikit saja asupan air untuk tumbuh besar tersebut digunakan sebagai bagian dari ritual spiritual dan juga sarana pengobatan beberapa penyakit. Suku-suku di wilayah benua Amerika (yang dipukul rata disebut Suku Indian padahal bukan) yang pertama kali diketahui menggunakannya. Selain sebagai bagian dari ritual spiritual dan obat bagi komunitas, tembakau juga digunakan sebagai simbol persahabatan.

Selain suku-suku di Pulau Amerika, tembakau juga sudah dimanfaatkan oleh banyak manusia di wilayah lainnya, jiga sebagai bagian dari ritual spiritual dan ritual adat, sebagai bahan pengobatan, dan untuk konsumsi sehari-hari. Ada yang penggunaannya dengam cara dikunyah, ada pula yang dikeringkan, digulung lantas dibakar sebelum diisap asap yang dihasilkannya.

Setelah bangsa Eropa menjajah tanah-tanah di Amerika, salah satu yang mereka bawa kembali ke Eropa adalah kebiasaan mengisap tembakau yang umum dilakukan suku-suku di benua Amerika. Mereka merasa cocok, dan mungkin tembakau juga baik untuk mengusir hawa dingin yang menyelimuti benua Eropa pada beberapa bulan dalam tiap tahunnya.

Selanjutnya, penggunaan tembakau sebagai bahan konsumsi menjadi semakin populer. Dari dataran Eropa, bangsa-bangsa Eropa membawa dan mengenalkan tembakau ke tanah-tanah jajahan mereka lain di penjuru bumi. Selanjutnya tembakau menjelma komoditas yang begitu laris di pasaran dengan kota Bremen sebagai pusat penjualan tembakau di Eropa pada masanya.

Di Indonesia, jauh-jauh hari sebelum bangsa Eropa datang dan mengenalkan tembakau di Nusantara, tradisi menginang dengan tembakau sebagai salah satu bahan bakunya sudah ada dan lazim dilakukan masyarakat Nusantara.

Di Temanggung, hikayat rakyat uang dipercaya warga perihal asal mula ditemukannya daun tembakau oleh Sunan Makukughan adalah sebagai obat, ‘tamba’, ‘tambaku’, yang kemudian menjadi tembakau. Dan memang, beberapa komunitas di Nusantara menjadikan daun tembakau sebagai salah satu bahan untuk obat-obatan yang digunakan sehari-hari untuk beberapa penyakit tertentu.

Penemuan rokok kretek, dengan tembakau dan cengkeh menjadi bahan utama pembikin rokok kretek, pada mulanya juga sebagai wahana pengobatan penyakit asma yang diderita Haji Djamhari, orang yang diyakini sebagai penemu ramuan kretek kali pertama. Jadi, tembakau atau ramuan dengan kandungan tembakau di dalamnya, sejak lama sudah lazim menjadi bagian dari tradisi pengobatan di banyak tempat di bumi ini.

Setelah tembakau kemudian menjadi komoditas yang seksi lewat produk rokoknya, perang dagang lantas mengubah posisi tembakau dari sebelumnya bagian pengobatan masyarakat menjadi objek penyakitan. Tembakau dan produk rokok selalu dicecar sebagai biang keladi bermacam penyakit yang bermunculan di muka bumi. Hingga ada anekdot yang beredar di kalangan perokok, “apapun penyakitnya, rokoklah penyebabnya”.

Akan tetapi, perkembangan teknologi modern yang memungkinkan bermacam riset perlahan kembali membuktikan dan mengembalikan tembakau kepada posisi semulanya sebagai bagian dari bahan pengobatan di muka bumi. Beberapa penemuan terbaru tembakau dapat digunakan sebagai obat bermacam penyakit semisal rabies, asma, batuk, stroke, dan bermacam penyakit lainnya. Di Indonesia, ada Dr. Greta yang membuka klinik pengobatan untuk bermacam penyakit dengan tembakau menjadi obatnya.

Beberapa tahun lalu ketika ramai wabah virus ebola di Afrika dan di beberapa tempat lain, tembakau digunakan sebagai salah satu bahan vaksin untuk virus ebola. Lantas, yang terbaru ini, wabah corona yang merebak di penjuru bumi dan membikin banyak manusia menjadi waspada karenanya, apakah ada kemungkinan tembakau juga digunakan sebagai vaksin virus covid-19?

Adalah Kentucky BioProcessing perusahaan yanv berbasis di negara bagian Kentucky, Amerika Serikat, anak perusahaan dari British American Tobacco yang bergerak di bidang pemrosesan biologis dan bioteknologi yang telah melakukan riset untuk menemukan kemungkinan tembakau menjadi bahan baku vaksin untuk virus covid-19 seperti yang sudah dilakukan terhadap virus ebola.

Saat ini, Kentucky BioProcessing sudah berhasil menemukan vaksin covid-19 dengan bahan baku tembakau. Vaksin tersebut sudah masuk pada tahap uji praklinis. Jika tahap-tahap proses yang dijalankan lancar, pada Juni 2020, Kentucky BioProcessing siap memproduksi 1-3 juta dosis vaksin per pekannya.

Vaksin yang kembangkan Kentucky BioProcessing ini menggunakan hasil kloning rantai genetik dari covid-19. Hasil kloning virus covid-19 tersebut lantas digunakan untuk membikin anti-gen dari covid-19. Anti-gen hasil kloningan ini adalah zat yang bisa menghasilkan respons baik pada sistem imunitas tubuh manusia. Anti-gen ini lantas dimasukkan dalam tanaman tembakau untuk kemudian dipanen bersama tanaman tembakau.

Usai dipanen bersama tembakau, anti-gen tersebut akan diekstraksi dari daun tembakau yang dipanen, lantas dilanjutkan dengan proses purifikasi, untuk kemudian siap digunakan pada tubuh manusia. Kelebihan vaksin ini dibanding vaksin lain, formulasi vaksin stabil pada suhu ruang, sedang vaksin lain mesti dimasukkan ke mesin pendingin untuk menjaga vaksin tetap dalam kondisi prima.

Saya kira, jika vaksin dari ekstrak tembakau ini nantinya berhasil membuktikan diri mampu menangkal covid-19, ini akan menjadi titik balik tembakau. Dari sebelumnya yang berfungsi sebagai obat dan bahan ritual adat, kemudian komoditas ini dinistakan karena dianggap sumber berbagai macam penyakit, kelak, posisi tembakau akan kembali pada posisi terhormat semula. Juni tahun ini pembuktiannya.