REVIEW

VCS dan Realita Cybersex di tengah Pandemi Corona

Apa yang bisa dilakukan oleh manusia saat badai pandemi corona ini? Tak banyak. Bekerja, dan melakukan aktivitas yang biasa dikerjakan di rumah. Tidak bisa berpegian jauh seperti berwisata atau bahkan menghilangkan penat dengan berkeliling kota. Semuanya sangat terbatas, bukan hanya di Indonesia, di berbagai belahan bumi yang lain juga saya rasa demikian. Lantas bagaimana dengan seks? Apakah aktivitas itu menghilang di saat seperti ini? Saya rasa tidak.


Sulit untuk menghilangkan aktivitas seks dari manusia, bahkan ketika ada siklus yang tidak menyenangkan sekali pun. Seks selalu mengiringi peradaban manusia, karena pola manusia yang terus berkembang biak maka seks itu akan terus ada. Memahami seks juga tidak bisa dikatakan sebatas hubungan intim semata, ia jauh lebih luas dari itu. Dalam konteks pandemi corona seperti saat ini seks tentu sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas pikiran yang digempur dengan ketidakjelasan di hari esok.


Seks tetap bisa dilakukan saat pandemic corona, tentu akan sangat mudah bagi yang sudah tinggal satu atap. Sedangkan yang belum? Melakukannya secara langsung nampaknya agak cukup berbahaya mengingat virus corona adalah penyakit menular. Berhubungan badan bisa saja membuat anda terpapar virus corona. Di sinilah kemudian yang menjadi persoaalan, sebagaimana rindu, seks juga harus dituntaskan. Rindu bisa sedikit diobati dengan telpon dan video call, Seks? Saya kira juga sama bisa dilakukan dengan demikian.


Istilah ini kemudian disebut dengan sexting. Kebetulan di kampus, saya mendapatkan mata kuliah cyberculture dan di sana ada satu bab yang dipelajari yaitu cybersex. Istilah yang lebih popular untuk cybersex adalah sexting (seks melalui medium chatting), phone sex( seks melalui telpon), atau Video Call Sex (seks melalui video call). Tiga istilah tadi sangat popular bukan? Cybersex adalah fenomena modernitas ketika hajat hidup manusia banyak terlaksana di ruang digital.


Cybersex dikenal pertama kali dengan istilah Compu-sex yang diucapkan oleh Editor majalah komputer kondang Wired, Gareth Branwyn pada 2000 lalu. Budi Irawanto dalam jurnalnya berjudul “Mereguk Kenikmatan Dunia Maya Virtualitas dan Penubuhan Dalam Cybersex” menyebutkan bahwa cybersex mengombinasikan aksi dan fantasi yang menjadi cara kerjanya. Menurut Harley Hahn, salah satu anasir dari cybersex adalah fantasi seks yang dilakukan oleh partisipan dengan melukiskan tindakannya dan menanggapi lawan berbincang yang kebanyakan dalam bentuk tertulis dan dirancang untuk stimulasi seks maupun fantasi Bagi yang sulit berimajinasi, anda tentu akan kesulitan untuk melakukannya.


Cybersex tidak membutuhkan ruangan dalam bentuk fisik dan nyata. Ini jadi cara yang ampuh di tengah pandemic corona. Melakukan seks di ranah digital bisa menjembatani banyak hal, menuntaskan birahi dan tidak ikut menyebar virus corona. Branwyn menyebutkan bahwa Cybersex adalah seks yang paling aman tanpa pertukaran cairan tubuh, tak ada ruangan yang disesaki asap dan momen keesokan harinya.


Mungkin satu hal yang tidak menarik dari Cybersex adalah tentang sentuhan fisik dengan pasangan. Tentu sangat tidak mungkin terjadi meski sudah ada sebuah alat yang bernama teledildonics sekali pun. Tapi menurut Budi Irawanto, cybersex memungkinkan eksplorasi seksual yang musykil dilakukan di dunia nyata karena batasan-batasan fisik maupun norma social atau mudah mengundang kontroversi lewat permainan peran (role play), misalnya inses atau hubungan seks dengan mereka yang sedarah. Bagi yang memiliki fetish yang tidak umum, cybersex akan sangat menyenangkan bagi mereka?


Budi Irawanto juga menyebutkan bahwa sebagaimana dalam seks di dunia nyata, seks di dunia maya dapat saja gagal atau tidak tercapai orgasme atau mencapai kenikmatan puncak. Di titik inilah, virtualitas dalam cybersex sesungguhnya tetap memiliki pertautan dengan dunia nyata (real world). Akan tetapi menurut saya adalah Cybersex juga memungkinkan kamu untuk memanipulasi orgasme dan ejakulasi. Kamu bisa menciptakan orgasme dan ejakulasi fiktif di sana. Seolah-olah orgasme atau ejakulasi, padahal belum. Bagi kamu yang memiliki masalah dalam hal tersebut, tentu akan sangat bisa ditutupi dengan aktivitas cybersex. Lagi-lagi kali ini saya harus menyantumkan tulisan Branwyn yang disitir dari seseorang?:


Dalam compu-sex, bisa mengetik cepat dan menulis dengan baik sama dengan memiliki kaki yang hebat atau pantat yang ketat di dunia nyata.


Maka sangat wajar jika dalam beberapa hari lalu istilah VCS sangat ramai diperbincangkan di linimasa twitter. Begitu juga dengan PAP (Post a Picture) yang biasanya digunakan untuk meminta bertukar foto saat sexting. Virus Corona menghambat banyak hal, tapi tidak dengan gairah seksualitas. Nyatanya hasrat itu tetap ada, jika dunia dalam keadaan genting sekali pun. Akan tetapi cybersex juga punya potensi buruk. Jika tak dilakukan secara aman, data pribadimu bisa saja disebarluaskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Jangan sampai foto atau video dirimu tersebar dan jadi konsumsi umum. Pada akhirnya seks tetap harus dilakukan dengan aman dan bertanggung jawab bukan? Hehehe.