REVIEW

Hilal Itu Nampak di Jeonju World Cup Stadium

Senyum merekah terpampang dari wajah Striker Jeonbuk Motors, Lee Dong-gook. Sundulannya menyambut umpan dari Son Jun-ho mengoyak gawang Suwon Bluewings pada menit ke-83. Selebrasi sederhana Lee Dong-gook lakukan bersama rekan setimnya di depan tribun utara Jeonju World Cup Stadium yang kosong. Hanya ada banner raksasa di sana, tak ada penonton. Tapi jauh di sana, banyak yang menyaksikan pertandingan ini melalui sosial media. Pertandingan yang memberikan harapan bagi umat manusia.

Pandemi corona menghantam banyak hal dalam hajat hidup umat manusia. Segala sesuatu menjadi sulit untuk dilakukan di masa seperti ini. Pekerjaan harus dilakukan di rumah dan hanya orang tertentu saja yang bisa beraktivitas kerja seperti biasa. Agenda-agenda besar pun harus mengalami penundaan, termasuk liga sepak bola yang harus terhenti sesaat. Kesehatan manusia menjadi pertimbangan utamanya, karena mengutip kalimat populer dari seorang Bambang Pamungkas: “Tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa.”

Ketika sepak bola diliburkan maka akhir pekan menjadi begitu tidak menyenangkan. Tidak ada riuh komentar pertandingan di layar televisi. Tidak ada sekumpulan remaja yang antusias berangkat ke stadion. Tidak nyanyian-nyanyian yang terdengar seantero kota. Tidak ada juga tayangan video di youtube tentang highlights sebuah pertandingan. Semua terasa hambar, meski beruntungnya masih ada beberapa film bertemakan sepak bola yang rilis bertepatan saat pandemi melanda seperti The English Game dan Ultras.

Pemberitaan tentang sepak bola pun tiba-tiba menjadi buku tebal ensiklopedia sejarah. Media massa ramai-ramai membuat berita tentang cerita sepak bola di masa lampau. Membuatnya kembali segar dan bisa kembali dinikmati di saat ini. Sesekali, gosip-gosip transfer dihadirkan. Sesekali juga, berita tentang kegamangan petinggi liga juga muncul, apakah liga di sebuah negara akan berlanjut atau tidak.

Akhirnya, ada yang memilih untuk berhenti seperti Ligue 1 yang akhirnya menobatkan Paris Saint-Germain sebagai juara. Sebelumnya Eredivisie Liga Belanda menjadi kompetisi top di eropa pertama yang menghentikan liga. Ajax Amsterdam harus merelakan peluang mereka untuk tak juara musim ini setelah KNVB selaku federasi sepak bola Belanda mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan liga tanpa pemenang dan degradasi.

Tapi ada liga yang tak memilih untuk melempar handuk, Bundesliga salah satunya. Petinggi sepak bola Jerman memutuskan untuk melanjutkan kompetisi pada 16 Mei 2020. Kabar baik bagi kita semua yang haus akan tayangan pertandingan sepak bola. Maklum, pemberitaan corona di berbagai media massa cukup memberikan pengaruh psikologi yang buruk bagi sebagian masyarakat. Sepak bola tentunya akan jadi hiburan yang nyata sekaligus memberikan asa kepada manusia. Tapi mirisnya adalah enam hari sebelum bergulirnya kembali Bundesliga, dua pemain asal klub Dynamo Dresden dinyatakan positif terjangkit corona. Bisakah Bundesliga berlanjut? Semoga saja.

Justru hilal sepak bola itu tak muncul dari Eropa atau dataran Amerika, negeri di Asia lah yang menemukannya. Apresiasi kita berikan kepada Korea Selatan yang berani untuk melanjutkan kompetisi sepak bola mereka. Sebelum pertandingan antara Jeonbuk Motors versus Suwon Bluewings digulirkan, poster digital tentang peraturan ketat disebar di sosial media. Poster tersebut berisikan protokoler yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah pertandingan agar kesehatan pemain dan official tim bisa terjaga dengan baik.

Syukurnya, pertandingan sore itu di Jeonju World Cup Stadium yang dimenangkan oleh Jeonbuk Motors dengan gol tunggal Lee Dong-gook berjalan lancar. Pertandingan itu memang tak disaksikan langsung oleh penonton di tribun stadion. Tapi di twitter, pertandingan itu disaksikan 3,3 juta penonton dari seluruh dunia. 3,3 juta orang itu sedang menyaksikan hilal sepak bola di Jeoncu World Cup Stadium. 3,3 juta orang itu juga sedang memupuk asa mereka akan hari-hari cerah pasca pandemi.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Ikut Korea Selatan melanjutkan liga atau Belanda yang mengakhiri liga?