Di penghujung maghrib seorang anak kecil bertanya pada ayahnya yang sedang asyik menikmati kopinya di teras rumah. “Ayah, mengapa malam ini tak ada orang-orang yang berkeliling untuk takbiran?” Sang ayah pun menjawab dengan kalimat yang bijak sana meski belum tentu mampu dipahami anaknya. “Nak, manusia sedang berjuang menghadapi kepunahan. Kamu dan banyak anak-anak kecil lainnya berdiam diri di rumah saja adalah hal yang membahagiakan bagi ayah, ibu dan orang tua mereka.”
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mari Mengupayakan Kemenangan! Ramadhan yang berbeda harus dilewati oleh umat manusia generasi saat ini. Mungkin bagi yang masih berumur 20 hingga 50 tahun tak pernah membayangkan betul bumi dalam kondisi pandemi seperti ini. Mayoritas manusia hidup dalam kedamaian meski perang kerap kali membuntuti. Namun kali ini semua terasa sangat berbeda, semua sedang berperang menghadapi sesuatu yang kasat mata. Peperangan yang tak bisa diprediksi pula kapan berakhir.
Orang-orang pintar punya hitung-hitungan tersendiri meski probabilitasnya belum bisa dikatakan mencapai angka yang tinggi. Sementara di luar sana banyak orang-orang pintar lainnya yang bertarung dengan waktu untuk menemukan penyembuh virus covid-19. Saya curiga, jangan-jangan euforia manusia ketika vaksin hadir akan menyamai euforia manusia ketika menyambut sang penyelamat, Isa Almasih turun. Entah, mungkin bisa jadi.
Hanya berdiam diri di rumah yang bisa menjadi senjata ampuh bagi manusia dalam peperangan ini. Beruntungnya kita sebagai umat muslim juga diberi bulan ramadhan dalam kondisi seperti ini. Jika saya boleh menyebut maka saya akan menganalogikan bulan ramadhan sebagai bala tentara tuhan. Mengapa? Jawabannya karena adalah ibadah berpuasa. Dari berpuasa kita bisa manahan diri dari segala hal. Berpuasa untuk tidak bepergian jika tidak mendesak, berpuasa untuk tidak berkumpul, berpuasa untuk tidak boros.
Jika kita mampu memaknai betul arti kata puasa di Bulan Ramadhan maka sudah barang tentu kita mampu memiliki persentase besar untuk memenangi peperangan di masa pandemi ini. Jelas, jawaban kemenangan itu hanya diketahui oleh individu-individu masing-masing. Sebelum kalian melanjutkan bacaan ke paragraf selanjutnya maka silahkan merenung dan bertanya pada diri sendiri. Paripurnakah kita dalam memaknai dan menjalani ibadah puasa?
Hari ini, kita akan merayakan lebaran, tentu saya beranggapan juga bahwa lebaran ini berbeda dari sebelumnya. Jika lebaran-lebaran sebelumnya kita memaknainya sebagai hari kemenangan, maka kali ini mari kita memaknainya sebagai hari untuk mengupayakan kemenangan. Mengapa? Peperangan umat manusia melawan corona masih akan terus berlanjut dan puasa selama 30 hari menjadikan kita seharusnya semakin kuat untuk menghadapi hari esok.
Setelah hari raya idul fitri kita semua akan menghadapi satu babak baru dalam sejarah umat manusia. Babak baru itu disebut-sebut oleh banyak orang sebagai kehidupan new normal. Sekali lagi, jika kita mampu melewati bulan ramadhan secara paripurna maka tentu tak akan menemui kesulitan ke depannya.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mari Mengupayakan Kemenangan!