logo boleh merokok putih 2

Benarkah Diskon Rokok Menyebabkan Kerugian Negara?

Fenomena diskon rokok dianggap sebagian kalangan menyebabkan potensi berkurangnya pendapatan negara dari cukai rokok. Argumentasi tersebut berdasarkan banyak rokok yang dijual di bawah Harga Jual Eceran (HJE) yang dikhawatirkan akan mengurangi PPH Badan.

Kekhawatiran mengenai potensi berkurangnya pendapatan negara akibat diskon rokok tidak ada salahnya, tetapi pandangan tersebut muncul karena tidak jernih dalam melihat persoalan.

Diskon rokok bukan sekedar strategi marketing ketika pabrikan memunculkan produk baru kepada konsumen, diskon rokok yang terjadi hari ini dibutuhkan untuk tetap menjaga daya beli konsumen agar dapat menyesuaikan dengan harga rokok sesuai dengan HJE di kemudian hari.

Kita semua tahu bahwa kondisi perekonomian Indonesia sedang carut-marut akibat dihajar pandemi Covid-19. Kondisi ini praktis membuat daya beli masyarakat merosot drastis bahkan banyak masyarakat yang nyaris tidak memiliki kekuatan daya beli karena terkena PHK.

Kenaikan cukai rokok dan HJE yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/2019 menjadi kebijakan yang kontraproduktif untuk tahun ini. Pabrikan pontang-panting untuk tetap bertahan di tengah himpitan kenaikan cukai dan merosotnya daya beli masyarakat.

Strategi menghadapi himpitan ini adalah dengan diskon rokok. Ketika diskon rokok diterapkan, pabrikan sebenarnya tetap menjalankan kewajiban membayar cukai sesuai dengan tarif golongan. Jadi adanya diskon rokok bukannya menghilangkan pendapatan negara, justru ditanggung oleh pabrikan.

Lalu bukannya itu kerugian bagi pabrikan? Ya memang, pabrikan lah yang menanggung beban kerugian. Tapi itu dilakukan untuk tetap menjaga konsumen mereka di tengah kenaikan harga rokok akibat cukai dan merosotnya daya beli akibat krisis pandemi Covid-19.

Fenomena diskon rokok justru malah menguntungkan konsumen dan negara. Konsumen diuntungkan, sebab jika seharusnya mereka membeli rokok golongan 1 dengan harga normal di kisaran 26 ribu-29 ribu, dengan adanya diskon rokok mereka dapat membeli dengan harga lama di kisaran 21 ribu-23 ribu. Margin harga yang seharusnya dibayar konsumen ditanggung oleh pabrikan.

Hal tersebut tentu sangat membantu konsumen di tengah-tengah kondisi daya beli mereka yang sedang merosot. Setidaknya masih bisa bernafas karena beban untuk konsumsi rokok mereka tidak bertambah.

Adapun keuntungan bagi negara adalah diskon rokok tidak mengurangi setoran cukai rokok kepada negara. Selama masa pandemi berlangsung, satu-satunya industri yang masih konsisten memberikan sumbangan bagi pendapatan negara hanya dari sektor hasil tembakau. Meskipun di balik eksisnya setoran tersebut, pabrikan harus berdarah-darah agar konsumsi tetap terjaga.

Jadi argumentasi bahwa diskon rokok menyebabkan potensi kerugian negara tidaklah tepat karena tidak melihat konteks fakta yang ada. Apalagi bumbu-bumbu argumentasi soal diskon rokok menyebabkan terjangkaunya harga rokok bagi anak, tentu itu hal yang ngawur, karena terdapat kepentingan kampanye antirokok di dalamnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Azami

Azami

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek