REVIEW

Rokok Alternatif

Beberapa waktu lalu, ramai unggahan di media sosial terkait produk rokok yang merek dan desain kotak kemasannya mirip dengan rokok produk pabrikan yang populer di negeri ini, juga di beberapa tempat di luar negeri. Pada unggahan itu, Ia yang mengunggah merasa ditipu oleh penjual rokok, karena merek rokok yang Ia beli, ternyata sekadar mirip dengan rokok yang biasa Ia isap, tetap bukan rokok yang Ia maksud.

Begini bunyi unggahan di media sosial: “efek belum ngopi, habis ngisi bensin mampir ke warung beli udud, sudah habis 4 batang baru nyadar, kirain Dunhill, wkwkwkwkwk, ternyata Dalill.” Pengunggah itu menutup unggahannya dengan pernyataan merasa ditipu oleh warung rokok. Ia juga menyertakan gambar rokok yang Ia kira bermerek Dunhill tetapi ternyata mereknya Dalill.

Ada banyak komentar menarik yang mengomentari kasus ini. Bagi saya, kasus ini lucu, dan komentar-komentar warganet mengenai kasus ini juga didominasi komentar-komentar lucu.

“Untung bukan Dajall”, “Ngakak lurrr”, “habis ngudut itu yang langsung keluar hadist-hadist”, “segala sesuatu yang keluar dari mulut usai mengisap rokok itu adalah dalil”, adalah beberapa contoh komentar lucu menanggapi kasus yang menimpa salah seorang warganet di atas.

Membaca unggahan itu di media sosial, saya lantas teringat pengalaman saya beberapa tahun lalu di Jember, Jawa Timur. Ketika berkunjung ke salah satu desa di Jember bagian utara, di salah satu kios, ketika hendak membeli rokok, saya melihat ada kotak rokok menarik yang dipajang di etalase kaca bersama rokok-rokok lainnya. Sebagian besar merek rokok di etalase itu sudah cukup familiar, sisanya, baru di kios itu saya menemukan rokok dengan merek-merek aneh. Salah satunya, rokok dengan merek ‘Natgeo’.

Rokok merek Natgeo kotak kemasannya didominasi warna putih. Selain putih, ada warna hitam dan kuning pada kemasan. Sebungkus rokok Natgeo berisi 16 batang. Yang menarik, lambang dari rokok merek Natgeo, bisa dibilang sama persis dengan lambang National Geographic, sebuah lembaga yang intensif melakukan riset-riset di bidang lingkungan hidup, kehidupan alam liar, dan sejenisnya. Mereka juga memiliki channel televisi sendiri dan memiliki media penerbitan sendiri.

Bisa jadi pemilik usaha rokok itu adalah pengikut setia terbitan-terbitan dan tayangan-tayangan menarik dari National Geographic. Ia memutuskan membuka usaha produksi rokok kretek rumahan dengan menggunakan merek Natgeo dan lambang yang mirip sekali dengan logo National Geographic. Saya yakin pemilik usaha rokok tersebut tidak izin ke National Geographic untuk kemiripan logo dan kemiripan nama rokok.

Dua contoh kasus di atas, saya kira hanya sebagian kecil saja dari begitu banyaknya kasus kemiripan merek hingga desain kotak kemasan dari produk-produk rokok yang diproduksi oleh unit usaha kecil hingga menengah. Di wilayah Jawa Timur, mulai dari Kediri hingga Malang, salah satu bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) dari pabrikan-pabrikan rokok besar di negeri ini adalah dengan membangun usaha kecil rumah tangga yang memproduksi rokok-rokok ‘kelas tiga’. Rokok-rokok berharga murah dengan kualitas bahan baku di bawah kualitas premium.

Beberapa usaha rumah tangga itu, pada akhirnya ada yang membesar, dan mulai dikenakan cukai oleh negara. Beberapa contoh usaha kecil yang terkesan main-main namun ternyata malah sukses di antaranya adalah produk rokok Apache, Toppas, Tali Jagat, Bintang Buana.

Secara pribadi, terlepas dari merek dan kotak kemasan yang terkesan sangat meniru produk-produk yang sudah mapan, saya mendukung usaha-usaha kecil semacam ini. Usaha-usaha memproduksi rokok dalam skala rumah tangga dan skala kecil, yang memberdayakan warga sekitar, bisa mempekerjakan banyak orang, dan memberi pemasukan kepada banyak pihak.

Rokok-rokok semacam itu, jelas juga butuh tembakau sebagai bahan baku, juga cengkeh, juga saus, dan beberapa bahan lain yang semuanya juga memberi keuntungan kepada petani dan beberapa pihak lainnya.

Lebih lagi dalam kondisi seperti sekarang ini, harga rokok arus utama yang naik besar-besaran akibat naiknya angka cukai oleh negara. Maka rokok-rokok alternatif dengan merek yang terkesan nyeleneh, dan terutama dengan harga yang sangat terjangkau rakyat kecil, bisa membantu banyak pihak. Membantu perokok mendapat rokok yang harganya terjangkau. Membantu banyak pekerja yang ikut memproduksi rokok tersebut. Membantu petani tembakau dan cengkeh yang memasok bahan baku. Membantu para distributor dan pedagang rokok eceran.

Selama tidak melanggar peraturan negara, rokok-rokok semacam Dalill, Natgeo, dan merek-merek tak dikenal lainnya saya kira menjadi angin segar perlawanan terhadap melonjaknya harga rokok arus utama kini.