REVIEW

Cerita Lain Di Balik Meningkatnya Saham Industri Farmasi dan Anjloknya Saham Industri Rokok Kretek Saat Pandemi

CNBC Indonesia tanggal 25/7/2020 memberitakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat berkat lonjakan saham farmasi PT. Bio Farma saat pandemi. PT. Bio Farma ini punya anak usaha yang bekerjasama dengan pemerintah, yaitu PT. Indofarma Tbk (INAF) dan PT. Kimia Farma Tbk (KAEF). 

Keduanya BUMN dengan menyumbang kenaikan cukup fantastis hingga ratusan persen sebesar 133% dan 114%. Ini karena mereka menjual obat, yang kemudian akan menjadi pemasok satu-satunya vaksin corona. Beda dengan saham rokok, yang menjual produk konsumsi minoritas masyarakat Indonesia pasti kena dampak corona.  

Sebelum mengulik lebih jauh ke fokus pembicaraan, ada sedikit penjelasan tentang industri farmasi yang ada di Indonesia. Parulian Simanjuntak Direktur Eksekutif IPMG berkata, kalau industri  farmasi yang ada di Indonesia itu industri farmasi internasional. Di Indonesia memiliki 18 pabrik dan 1 usaha pergudangan obat, dengan total karyawan 10.000 jiwa, diadaptasi dari media online Bisnis.com rilis pertanggal 8/4/2020.

Kembali ke saham, sebaliknya saham industri rokok merosot hingga minus. Contoh saham PT Diamond Propertindo Tbk (DADA) turun hingga -12.5%. PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) turun hingga  -8.4% dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) turun hingga -6.4%.

Akibat utama merosotnya saham rokok disebabkan terjadi penurunan penjualan rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM), dari Rp 35.92 triliun anjlok menjadi Rp30.5 triliun saat pandemi ini. 

Bicara soal saham di atas, sebagian pembaca ada yang menikmati berita di atas, ada yang biasa saja, ada yang jenuh itu pasti. Aku sendiri bicara tentang saham di atas merasa gak asyik gitu. Cuman dibalik itu jika kita cermati ada yang asyik dan perlu diperbincangkan. 

Pertama, bicara tentang keterkaitan industri farmasi dan industri rokok dalam jual beli saham. Kedua, bicara bedanya keuntungan farmasi dan keuntungan industri rokok.

Mulai yang pertama, sebetulnya yang memiliki industri farmasi itu asing, demikian juga yang memiliki saham rokok mayoritas asing, jadi sama saja.

Penjelasan sederhananya, semua industri farmasi yang berdiri di bumi nusantara ini jelas anak usaha industri farmasi internasional. Yang bekerjasama dengan pemerintah langsung ada dua dari total 18 industri, lainnya bekerjasama dengan pihak swasta. Sedangkan industri rokok yang masuk dalam bursa saham itupun mayoritas milik investor asing.

Jadi, bicara saham farmasi dan saham rokok ya sama saja bicara investor asing. Kalaupun mereka untung besar atau merugi, agendanya sama mengeruk uang rakyat Indonesia. Dari rakyat untuk keuntungan investor asing.

Beda dengan industri rokok nasional, pemiliknya seorang pemodal anak bangsa, pasti kepeduliannya terhadap nasib bangsa lebih kuat dari pada investor asing. Kental rasa memiliki tanah air, bangga dengan tanah kelahirannya, rakyat pribumi dianggapnya saudara setanah air.  Nasionalismenya terbangun, walaupun jiwa patritiknya masih banyak yang kurang. Tapi paling tidak investor lokal lebih merasa memiliki bangsa Indonesia.

Untuk itu pemerintah harusnya melindungi dan lebih memperhatikan kondisi industri rokok nasional. Jangan sampai pemerintah ikut alur industri farmasi yang ingin meruntuhkan industri rokok nasional dengan berkedok kesehatan. 

Tak berhenti disitu, di tengah-tenngah pandemi ini, industri farmasi memanfaatkan situasi dan kondisi demi keuntungan yang sebesar besarnya dengan berkedok keberlangsungan hidup manusia. Sampai sekarang diombang-ambing terkait vaksin corona. 

Di saat isu vaksin corona ditemukan, disitu pula saham farmasi menjadi mahal dan terjadi lonjakan hingga ratusan persen. Jangan-jangan pandemi ini memang sudah disetting sedemikian rupa oleh pihak tertentu yang memanfaatkan keadaan, demi melariskan vaksinnya. Banyak orang komentar demikian, dan sah-sah saja.

Keadaan industri rokok nasional saat pandemi merugi dan merosot tajam, karena produk rokok kretek lesu di pasaran, pungutan pemerintah berupa cukai dinaikkan. Walaupun  keadaan demikian, industri rokok nasioanl tetap mengeluarkan dana dengan suka rela membantu pemerintah melawan pandemi dengan memberikan bantuan untuk kebutuhan kesehatan, seperti pakaian APD, masker, bahkan sampai memberikan bantuan alat untuk uji Swap.

Tak tanggung-tanggung, salah satu industri rokok nasional seperti Djarum yang saya ketahui rela mengkebiri dana program-programnya dialihkan semua fokus membantu pemerintah melawan pandemi corona. 

Masihkan pemerintah perlu bukti lainnya, kalau industri rokok nasional lebih nasionalis dan patriotik dibanding industri farmasi multinasioanal?. Kayaknya buktinya sudah cukup banyak dan meyakinkan. Nah, pemerintah harusnya peduli juga terhadap keadaan industri rokok nasioanal, jangan ada dusta, jangan ada curiga.