Site icon Boleh Merokok

Gadis Negeri Tembakau (bag 5)

Dalam perjalanan pulang menuju rumah kontrakan, sambil menahan perih di lengannya, Srintil memutuskan untuk memesan taksi online saja. Kebetulan malam ini hujan. Ia tak bisa membayangkan betapa perihnya lengan berdarah itu jika harus terkena air atau gesekan jas hujan. 

Setelah menunggu beberapa saat di depan kedai kopi, taksi pesanannya datang. Tanpa berbasa-basi ia lalu masuk ke dalam mobil setelah sang driver memastikan namanya. Seperti biasa, sang driver lalu menyebutkan tempat tujuan sesuai aplikasi. Mobil Avanza hitam berplat nomor Jakarta itu lalu membaur dengan mobil lainnya di tengah kemacetan Ibukota.

Sepanjang perjalanan, Srintil tak banyak bicara. Ia diam. Asyik duduk sambil melihat ke arah luar. Menatap tetesan air hujan yang mengalir dari kaca jendela. Entah mengapa momen macet dan hujan adalah perpaduan yang tepat untuk menikmati kenangan dari bayangan kaca mobil atau kereta. Alunan musik dari radio si driver tak begitu mengalihkan perhatian Srintil. Namun lirih terdengar Katon Bagaskara sedang menyanyikan lagu Yogyakarta.

Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja

Alunan lagu lama dan bayangan dari kaca mobil seolah memutar ingatan-ingatan masa lalu Srintil secara otomatis. Terbayang kenangan-kenangan bertahun lalu. Jauh sebelum ia berada di sini. Kenangan-kenangan itu berputar secara random sampai semua berhenti pada satu titik dimana Srintil menyadari dimana ia sekarang, ia yang sudah amat jauh dari masa lalunya. Srintil pun membayangkan apabila ia melakukan apa yang diinginkan Ayahnya, menikah muda, bahkan masih sangat belia waktu itu, menjadi istri duda kaya yang suka main wanita. Mungkin lahirnya akan telihat senang karena banyak harta, tapi batinnya menangis. Menangis menerima nasib. Diam, menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegitan yang amat membosankan. Mengurus rumah, memasak, mencuci, merawat anak, ngobrol dengan tetangga, belanja ke pasar, begitu seterusnya sampai ia renta nanti. Sebenarnya bayangan kehidupan yang membosankan bukanlah satu-satunya hal menghantui Srintil. Ada hal lain yang ada di dalam benak Srintil. Ia takut jika menikah dengan Mandor Isa, ia akan menjadi korban kekerasan dan pemaksaan-pemaksaan seperti gadis desa yang lainnya. Karena tak jarang dan sudah amat banyak kasus perjodohan yang berakhir dengan kekerasan dan perceraian, karena tak ada cinta di dalamnya. Toh, kalaupun ia tak berada disini sekarang, ia tak akan mengenal Adam, Ina, Tedy dan Ridwan, Pak Hendra dan yang lainnya. 

“Oh Ya, ngomong-ngomong soal Ridwan, apakabar ya dia sekarang?” 

Sudah seminggu Ridwan di rumah sakit dan hanya beberapa kali ia temui karena memang harus banyak istirahat. Srintil juga masih heran kenapa Ridwan banyak menyimpan foto dan data tentang dirinya. 

“Ridwan tak mungkin menyukaiku kan? Dia sudah punya kekasih, bahkan mereka telah bertunangan.” Gumamnya.

“Ohya, tunggu dulu .. tunggu dulu, Adam pasti punya data seluruh karyawan yang bekerja di MDI (tempatnya bekerja,red), aku bisa cek KTPnya agar sedikit lebih paham tentang Ridwan setidaknya darimana Ridwan berasal,” lanjut Srintil.

Mungkin besok pagi aku bisa cek data Ridwan dari komputer kantor. Meski sudah mengenalnya lebih dari 1 tahun bahkan Srintil tak pernah menanyakan keluarga kawan-kawannya.

###

Pukul 23.35 Srintil sampai di rumah kontrakannya. Setelah berganti pakaian dan mengobati lukanya, Srintil berusaha memejamkan mata. Karena lelah, ia tak butuh waktu lama untuk terlelap. 

Srintil baru bangun ketika adzan subuh. Ia memeriksa handphone dan ternyata cukup banyak pesan masuk dan salah satunya dari Mbok Tin. Belum sempat ia membalas sebuah pesan pun ia tertidur lagi. Srintil baru benar-benar bangun saat jam di ponselnya menunjukkan angka 06.01. 

Srintil bergegas ke kamar mandi. Tak lupa ia merebus air untuk menjerang kopi. Ia memang tak terbiasa sarapan pagi. Baginya, pagi harus diawali dengan kopi, bukan nasi. Secangkir kopi hangat sudah sangat cukup untuk mengawali hari. Secangkir kopi lebih membuatnya semangat daripada ucapan selamat pagi dari sang pujaan hati. Pujaan hati? Ah, bahkan Srintil tak memikirkannya sampai detik ini.

###

Keesokan harinya, Srintil datang di kantor lebih awal karena penasaran dengan asal usul Ridwan. Srintil membuka data di komputer kantor. Sebelumnya ia sempat mengirim surel kepada Adam meminta izin untuk membuka folder. Adam tentu saja mempersilakan Srintil untuk membuka data kantor, karena kini kewenangan dan kepemimpinan perusahaan berada di tangan Srintil.

Bersambung ..

Exit mobile version