Sabtu, 27 Juni 2020 pukul 05.00. Ayam-ayam di desa masih berkokok. Mbok Tin baru saja pulang dari sembahyang subuh. Seperti biasa ia lalu menuju ke dapur menyiapkan sarapan. Meski kini hanya tinggal berdua, Mbok Tin tak lantas melupakan kebiasaanya sebagai seorang istri maupun sebagai seorang Ibu. Sambil menyiapkan sarapan, Mbok Tin mambuatkan teh tawar hangat untuk Pak Parjo, suaminya.
“Ini tehnya, Pak,” ucap mbok Tin seraya menghampiri Pak Parjo
“Ya, Buk, taruh situ aja nanti bapak minum. Sri apa kabar Buk? Apa dia mengirim pesan?” tanya Pak Parjo.
“Katanya sehat Pak, tapi masih ada pekerjaan sehingga ia belum bisa pulang,” jawab Mbok Tin.
“Oh .. begitu. Baiklah,” balas Pak Parjo.
“Besok kalau ia pulang, Bapak jangan langsung memarahinya ya Pak. Kasihan dia. Dia kan tidak salah apa-apa sama kita, beber Mbok Tin.
“Siapa yang marah to, Bu? Bapak ini kan cuma ngasih tau, ngajarin dia hal hal yang bener. Perempuan kok susah kalau diatur.” Ucap Pak Parjo.
“Memang kalau dia laki-laki dia bisa bebas dari aturan, Pak?” tanya Mbok Tin.
“Ya tidak, hanya saja .. “ belum selesai Pak Parjo berbicara.
“Pak, menjadi anak yang berbakti memang menjadi tugas dan kewajiban si Sri, tapi dia punya hak juga. Dia kan sudah dewasa. Biarlah ia memilih apa yang menjadi pilihannya. Asalkan dia bisa mempertanggungjawabkannya kan tidak masalah.
.. sejenak hening ..
“Yasudah, ibu mau lanjut masak lagi untuk bapak.” Ucap Mbok Tin sambil berlalu menuju dapur
###
Di belahan bumi lainnya, ada seseorang yang baru saja bangun pukul 07.00 pagi. Kepalanya masih sakit sisa semalam.
“Apa aku pulang saja ya. Ah tapi nanti paling bapak membahas soal itu-itu lagi. Lebih baik aku fokus ekspedisi zona pertama biar pekerjaanku selesai dan bisa mengerjakan hal lain.” Batin Srintil atau Mimi.
10 menit berlalu. Ia menuju ke dapur untuk merebus air dan manyeduh secangkir kopi. baru seteguk ia seruput kopi hitam itu. Ia ingat bahwa pukul 08.00 pagi ia akan bertemu 3 rekannya untuk membahas ekspedisi lebih mendalam. Srintil lalu meraih handuk dan bergegas menuju kamar mandi. 15 menit kemudian ia sudah selesai mandi. Ia tak suka berdandan. Ia menyukai apa yang sudah ia miliki sejak dahulu. Termasuk wajahnya. Ia hanya mengenakan gincu warna merah agar ia tak makin kelihatan pucat karena sering kurang tidur.
Diliriknya jam pada ponsel menunjukkan waktu pukul 07.40 ditambah perjalan dari rumah sampai ke kantor maka pukul 08.00 tepat ia akan sampai di kantor jika tidak ada kendala apapun di jalanan.
Dan benar saja, tepat pukul 07.59 ia sampai di kantor. Baru ada Ina yang sudah duduk di tempat kerjanya.
“Dimana Tedi dan Ridwan?” tanya Srintil pada Ina.
“Hmm .. Sudah dijalan katanya. Tadi mereka posting di WhatsApp Grup Tim.” Jawab Ina.
“Kapan mereka bilang otw?” cecar Srintil.
“Kurang lebih 5 menit yang yang lalu.” Kata Ina.
“Itu tandanya 5 menit yang lalu mereka baru bersiap-siap menuju kantor.” Dengus Srintil.
Sembari menunggu 2 rekannya datang, Mimi mengambil proposal tempo hari dan membacanya kembali. Hari ini Sabtu, rekan lain libur jadi suasanya kantor agak sepi.
“Praaaaaaaangggggggg…!!!!!” tanpa sengaja Sri menyenggol cangkir kopi bekasnya kemarin yang lupa ia bereskan.
“Kenapa perasaanku tidak enak ya?” batin Srintil.
Ina memandangnya dengan heran.
Bersambung ..
Kembali ke Laman Gadis Negeri Tembakau