Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia adalah kretek. Sejarahnya yang panjang membuat budaya kretek tidak saja telah merangkum pengetahuan dan kreativitas lokal yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi.
Kretek yang ditemukan di Kudus adalah warisan budaya yang sudah ada bahkan jauh sebelum negara Indonesia lahir. Lebih dari itu, kini budaya kretek telah menjadi bagian dari sistem pencarian hidup masyarakat yang menghidupi jutaan orang. Oleh karenanya kretek merupakan salah satu warisan budaya takbenda di Nusantara ini.
Apa itu warisan budaya takbenda? Meliputi segala praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan–serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya–yang diakui oleh kelompok, atau perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka.
Warisan budaya takbenda ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, diciptakan kembali oleh berbagai komunitas dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksinya dengan alam, sejarahnya, dan memberikan mereka rasa jati diri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan daya cipta insani.
Wujud dari warisan budaya takbenda, meliputi:
a. tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda;
b. seni pertunjukan;
c. adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan;
d. pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta;
e. kemahiran kerajinan tradisional.
Keberadaan warisan budaya takbenda harus terlindungi. Cara perlindungannya dengan pencatatan atau didaftarkan. Hal-hal yang harus dicatatkan dalam warisan budaya takbenda adalah nilai-nilai budaya dalam masyarakat yang mengungkapkan gagasan dan perilaku masyarakat pendukung dari unsur kebudayaan, meliputi sejarah atau asal usul unsur budaya, komunitas pendukung, deskripsi terkait unsur budaya yang mengungkapkan pentingnya nilai-nilai budaya dalam unsur budaya tersebut, hal-hal yang telah dilakukan untuk pelindungan, pengembangan dan pemanfaatannya, dan hal-hal yang akan dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kelestarian unsur budaya tersebut.
Tujuannya, untuk mendokumentasi seluruh unsur budaya di Indonesia guna mempertahankan nilai dan makna dari unsur budaya tersebut demi keberadaannya bagi generasi penerus bangsa.
Ketika warisan budaya takbenda dicatat, maka masyarakat mengetahui, mengenali, menyadari, akhirnya melestarikan. Warisan Budaya takbenda penting bagi masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.
Warisan Budaya takbenda Indonesia merupakan bukti perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, untuk melestarikannya adalah mengetahui, mengenali sehingga terbangun rasa memiliki dan menghargai warisan budaya tersebut. Seperti kata pepatah “Tak kenal maka tak sayang”.
Selanjutnya pelestarian terhadap warisan budaya takbenda dapat dilakukan dalam bentuk pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Perlindungan berarti tindakan yang bertujuan menjamin kelestarian warisan budaya, misalnya secara hukum atau melalui peraturan dan kebijakan terkait warisan budaya takbenda, dokumentasi, penelitian, dan pendidikan.
Setelah itu, perlu dilakukan pengembangan yang dapat dilakukan melalui pengemasan dan promosi. Untuk lebih dapat dirasakan oleh masyarakat, warisan budaya takbenda dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk seperti pemanfaatan pariwisata, sosial, keagamaan, ekonomi, internalisasi nilai dan diplomasi budaya. Seluruh upaya tersebut harus tetap memegang prinsip pelestarian yang tidak merusak nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia.
Kretek adalah hasil kreativitas masyarakat Indonesia yang mengolah sumber daya alam yang terkandung di bumi Nusantara. Bentuk kreatifitas berupa racikan atau ramuan tembakau dicampur cengkeh. Beberapa cerita yang beredar di masyarakat merujuk nama Haji Djamhari sebagai peracik pertama kretek, berasal dari kota Kudus (tahun 1870an). Tembakau dan cengkeh sebagai bahan racikan di peroleh dari hasil perkebunan rakyat (domestik) yang mempunyai kualitas dan kekhasan tersendiri.
Jika merujuk pada teks susatra Jawa, kebanyakan disusun pada awal abad ke-19. Seperti tertulis dalam Centhini (1814), misalnya. Dalam ensiklopedi Jawa tradisi ini digunakan kata “ngudut”, “eses” atau “ses” sebagai istilah umum masyarakat Jawa menyebut kebiasaan mengonsumsi tembakau dengan cara dibakar.
Sedangkan istilah rokok baru umum digunakan belakangan pada akhir abad ke-19. Istilah rokok secara filologis berasal dari bahasa Belanda yaitu “ro’ken” . Ini adalah istilah orang Belanda untuk menyebut aktivitas mengisap pipa dan cerutu.
Budaya kretek adalah temuan termuthakir dari sejarah evolusi budaya mengonsumsi tembakau dengan cara dibakar. Dalam catatan Darmawan Mangoenkoesoemoe yang berjudul “Bijdragen to de kenis van de Kretek-Stroojes Industrie in Het Regenchap Koedoes”, sebelum digulung menggunakan kertas seperti bentuknya terkini, pada awalnya dikenal berbagai gulungan tembakau dengan daun atau kulit buah.
Seperti rokok klobot adalah tembakau yang dibungkus dengan kulit jagung; rokok wangen atau rokok diko berasal dari daun nipah; rokok pupus berasal dari kulit pisang; sedang rokok kawung berasal dari kulit enau.
Unsur estetis produksi kretek itu dikerjakan dengan tangan (hand made). Tahapan produksi ini dimulai dari nglinting dan diakhiri dengan mbatil. Inilah sisi estetis kretek, selain bentuk dan cara melintingnya secara manual yang juga telah diwariskan antar generasi. Aktifitas nglinting dan mbatil serta bentuk kretek non-filter yang khas adalah bentuk kreativitas dan ketrampilan lokal yang juga patut dicatat.
Untuk itu, keberadaan kretek sudah saatnya terdaftar dalam registrasi warisan budaya Nusantara yang kemunculannya berusia ratusan tahun. Registrasi Warisan Budaya Takbenda Indonesia mencakup pendaftaran dan pencatatan unsur budaya menjadi warisan budaya masyarakat, kemudian dilakukan penetapan sebagai upaya pelindungannya.
Hal ini merupakan bagian dari upaya pelestarian warisan budaya takbenda agar dapat memantapkan jatidiri bangsa, dan juga dapat memperjelas asal usul unsur budaya yang terdapat di wilayah Indonesia.