PERTANIAN

Harga Cengkeh yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Ini dipicu oleh kenaikan nilai cukai rokok yang ‘gila-gilaan’, mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul dihantam badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan harga cengkeh tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam panen cengkeh. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.