REVIEW

Petani dan Industri Pada Sektor Pertembakauan Saling Membutuhkan

Sektor pertembakauan di Indonesia bisa dibilang sangat strategis. Selain padat karya, juga menguntungkan. Pendapatan negara tiap tahunnya tergolong selalu meningkat beriringan dengan naiknya pita cukai. Pada sektor pertembakauan ini terdapat faktor yang saling ketergantungan satu sama lain. Antara petani, industri kretek kecil dan industri kretek besar saling membutuhkan.
Di Indonesia petani tembakau terdapat di 15 provinsi, sedangkan petani cengkeh tersebar di 30 provinsi. Jika dihitung penyerapan tenaga kerja dari hasil perkebunan tembakau dan cengkeh dari hulu hingga hilir totalnya sekitar 6.1 juta jiwa.


Memang tanaman tembakau dan cengkeh tergolong eksotik, ia berdua menjadi perbicangan dan perdebatan negara-negara di dunia. Aslinya tidak begitu, sebetulnya bukan perdebatan, lebih tepatnya itu diperebutkan negara-negara digdaya agar perdagangannya bisa dikuasai. Bahasa sederhananya mau dimonopoli, dengan kemasan seakan terjadi perdebatan penolakan terhadap barang jadinya berupa rokok kretek.


Selama ini, satu satunya pengolah tembakau dan cengkeh yang berani harga tinggi hanya industri kretek. Tak ada lain. Jadi industri kretek menguasai pangsa pasar tembakau dan cengkeh sekitar 93%. Artinya selama ini tembakau dan cengkeh sebagai bahan baku utama membuat rokok kretek, baik dengan proses mesin maupun tangan.


Ya mungkin ada tanaman tembakau atau cengkeh untuk produk lain, dan prosentasenya hingga sekarang masih sangat kecil dibawah 10%. Itupun sifatnya belum bisa kontinyu atau terus menerus. Mutakhir banyak berita yang mengabarkan kandungan dalam tanaman tembakau yang bernama nicotin dapat menanggulangi bahkan menyembuhkan virus covid-19.
Sampai detik ini petani tembakau dan cengkeh ada relasi kebutuhan dengan pabrikan rokok kretek kecil maupun besar. Biasanya tembakau dan cengkeh kuawlitas biasa biasa saja sangat di butuhkan industri rokok kretek kecil.

Sedangkan tembakau dan cengkeh kuwalitas super dibutuhkan pabrikan besar. Kecuali pabrikan rokok putihan, ia tak memutuhkan tembakau Indonesia dan tidak membutuhkan cengkeh dalam olahan rokoknya.
Untuk menekan biaya produksi, pabrikan kecil memakai bahan baku yang biasa. Beda dengan industri besar, pastinya pakai bahan baku super. Pastinya dalam panen raya tembakau atau cengkeh ada barang yang kurang baik (biasa) ada barang istimewa (super). Nah, barang biasa ini di tampung dan dibeli pabrikan kretek kecil.


Pabrikan rokok kretek kecil membutuhkan keberadaan petani tembakau dan cengkeh yang memproduksi hasil panen kurang bagus, diolah menjadi rokok kretek dengan harga murah. Jadi industri rokok kretek kecil butuh barang dari petani tembakau dan cengkeh yang murah. Dan petani tembakau atau cengkeh butuh industri yang menampung hasil taninya yang kurang baik. Tentu, untuk hasil tembakau dan cengkeh baik atau super dibutuhkan industri besar yang memproduksi rokok kretek merek-merek terkenal dan disukai konsumen.


Sekurang bagusnya hasil pertanian tembakau dan cengkeh saat diolah menjadi rokok kretek tetap nikmat saat dikonsumsi, apalagi dengan bahan yang bagus dan berkuwalitas, pastinya akan lebih nikmat.
Disini terlihat hasil pertanian tembakau dan cengkeh keterserapannya sangat tinggi. Yang bagus dan yang kurang bagus tetap dibutuhkan industri rokok kretek. Biasanya masalah yang sering muncul jika bahan baku tembakau dan cengkeh tersisa atau belum laku hanya soal harga yang belum cocok.


Umpamanya begini, masa panen tahun ini ternyata ada bahan baku tembakau atau cengkeh belum laku bukan masalah tidak terserap, akan tetapi lebih pada harganya yang belum ada sepakat. Karena prinsip penjualan petani perpatokan dari ongkos penanaman, sedangkan industri pertimbangannya dari ongkos produksi, daya jual ditambah pengaruh regulasi pemerintah.


Jika saja regulasi pemerintah mendukung penuh sektor pertembakauan, pasti dalam satu masa panen minim tembakau dan cengkeh tersisa (tidak terjual). Buktinya banyak toko-toko jual eceran tembakau tetap laku dipasaran.
Selain itu, industri rokok kretek besar dan kecil sesungguhnya saling membutuhkan satu sama lain. Industri besar butuh keberadaan industri kecil, sebaliknya industri kecil butuh keberadaan industri besar.


Penyebab adanya cluster/kategori pada industri yang terbagi industri besar dan kecil adalah kebijakan pemerintah tentang pita cukai. Industri yang mampu memproduksi jumlah gede perhari dan daya jualnya tinggi maka dikenakan pungutan melalui pita cukai dengan membayar pajak lebih tinggi dibanding industri yang jumlah produksi kecil perhari dan daya belinya masih relatif kecil.


Uniknya, jika industri yang sudah masuk cluter/kategori industri besar, tidak bisa serta merta turun ke cluster industri kecil berdasarkan ketentuan aturan pemerintah, walaupun kenyataannya pasar rokoknya melesu sehingga produksinya menjadi sedikit/kecil perhari. Artinya, industri rokok kretek yang mengalami hal demikian tetap harus membeli pita cukai sesuai cluster dengan harga tinggi.


Sehingga muncul istilah bagi industri “hidup segan mati tak mau”. Pasaran hasil produksinya lesu, kalau mau produksi banyak meruginya tambah banyak, kalau mau produksi sedikit keuntungannya berkurang, kalau mau ditutup (tidak berproduksi) masih tidak rela (eman-eman).


Melihat kondisi sektor pertembakauan di atas, antara petani tembakau, cengkeh dan industri besar atau kecil saling ketergantungan dan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Kalau hubungan antara petani dan industri relatif tanpa masalah, yang sering timbul masalah dan kecurigaan antara industri kecil dan industri besar. Asumsi jika industri besar ingin mematikan industri kecil dalam dunia rokok kretek tidak bisa dibuktikan. Karena industri kretek besar, justru menginginkan adanya industri kecil.


Beda kalau industri rokok besar milik asing (non cengkeh/putihan), pasti akan menggencet dan ingin industri lokal (berupa kretek) semuanya mati (tutup) terlebih industri kretek kecil. Buktinya, industri rokok milik asing mendorong kuat agar pemerintah mengesahkan simplifikasi layer atau penyederhanaan cluster, sederhanya penyatuan cluster rokok. Yang pertama terkena dampaknya tidak lain industri lokal berupa rokok kretek skala kecil akan banyak yang tutup. Karena jika disamakan, industri kecil ini tidak akan mampu bersaing di pasaran.