CUKAI

Empat Pertimbangan Rencana Kenaikan Cukai Tahun 2021 Tak Berdasar

Mayoritas sektor ekonomi masa pandemi ini terkena dampak negatifnya. Terkecuali bidang kesehatan dan farmasi pasti meningkat tajam. Anehnya di tengah-tengah pandemi pemerintah berencana akan menaikkan cukai untuk tahun 2021 hingga 4.8 persen total sebesar Rp 172.8 triliun yang awalnya Rp 164.9 triliun di tahun 2020. Yang sebenarnya cukai tahun 2020 ini sudah naik sangat fantastis hingga 23 Persen.

Target cukai di atas sesuai dengan patokan Kementerian Keuangan, dari penerimaan cukai untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun 2021.

Menurut  Sunaryo Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai (DJBC) Kemenkeu, adanya kenaikan tarif cukai telah mempertimbangkan dampak pandemi covid dan asumsi makro tahun 2021 (Kompas.com). 

Pertimbangan kenaikan tarif cukai terbagi dalam empat aspek, yaitu:

Pertama, dari hasil survei, dampak pandemi terhadap kinerja reksan cukai menunjukkan secara umum masih memiliki ketahanan dalam melindungi tenaga kerja padat karya.

Memang benar, salah satu industri yang masih bertahan dan mempertahankan karyawan saat pandemi adalah industri kretek. Sekali lagi industri kretek yang masih mempertahankan karyawannya, sedang industri lainnya termasuk industri rokok non kretek pun banyak merugi yang akhirnya banyak merumahkan karyawannya.

Industri kretek dalam mempertahankan karyawannya ini, bukan perkara mudah. Pastinya yang telah dilakukan butuh pemikiran dan analisa mendalam bahkan mungkin berdarah-darah dengan harus merubah pola manajemen perusahaan yang sifatnya darurat saat menghadapi pandemi. 

Satu sisi industri harus mentaati protokol kesehatan saat pandemi, menghadapi anjloknya pendapatan saat pandemi dan menghadapi anjloknya pasar rokok kretek dampak dari kenaikan cukai hingga 23 persen, belum lagi konsekuensi mempertahankan karyawan harus mengeluarkan THR.       

Harusnya Kemenkeu melek mata, melihat persoalan yang dihadapi industri rokok kretek di tahun 2020 ini begitu kompleks. 

Keberhasilan industri kretek dalam merubah manajemen saat pandemi hingga masih bertahan dan mempertahankan karyawan mestinya pemerintah dalam hal ini Kemenkeu mengapresiasi. Apa yang telah dilakukan industri kretek telah membantu pemerintah dari keterpurukan ekonomi Negara.

Bayangkan, jika industri rokok kretek egois melakukan PHK atau merumahkan karyawannya untuk perampingan, pasti ada puluhan ribu masyarakat yang kehilangan pendapatan saat Pandemi. Siapa yang bertanggung jawab akan keberlangsungan hidupnya?. Tentu Negara yang harus menanggung beban keberlangsungan hidup masyarakat tersebut. 

Negara atau Kemenkeu mengucapkan terima kasih pun tidak, apalagi mengapresiasi terobosan yang telah dilakukan industri rokok kretek. Malah sebaliknya, akan menaikkan kembali tarif cukai rokok bertambah yang rencananya 4.8 persen. 

Sebenarnya negara dalam hal ini Kemenkeu itu pemerintah yang berfungsi semestinya sebagai administrator atau lembaga penindas hingga industri rokok kretek menjadi sapi perah?.  

Ibarat kecilnya, dalam satu keluarga banyak anak, semua anak terkena dampak adanya pandemi. Ada salah satu anak yang baik hati, walaupun pendapatannya sangat berkurang saat pandemi namun ia mengorbankan dirinya tetap memberikan jatah dan menghidupi keluarganya. Kebaikan tersebut ternyata dipandang sebelah mata, tidak dianggap sebagai kebaikan, tapi sebaliknya ia justru mendapatkan perlakuan dan tuntutan lebih dari keluarganya. Sudah baik masih ditindas, adilkah?.

Kedua; berdasarkan hasil kajian, secara umum kontributor utama mengalami penurunan baik volume maupun nominal cukai. Pertimbangan yang kedua ini apa yang dimaksud kontributor utama tidak jelas sama sekali. Memang secara volume dan nominal turun dibanding tahun sebelumnya, namun hal itu disebabkan faktor kondisi riilnya begitu. Kecuali farmasi, industri apa yang tidak terkena dampaknya?.  Semua pendapatan industri masa pandemi dipastikan turun tajam.  Kenapa menafikan keadaan dan kondisi masa pandemi?. Semua negara mengalami dan sadar akan dampak pandemi. Kenapa Kemenkeu, memanfaatkan dampak pandemi ini untuk menaikkan tarif cukai rokok lagi. Pertanyaannya, benarkah apa yang dilakukan Kemenkeu tersebut?.  

Ketiga; berdasarkan monitoring HTP pabrikan belum sepenuhnya melakukan fully shifted atau forward shifting, pabrikan masih menalangi (backward shifting). Pertimbangan yang ketiga ini sangat ambigu seakan dipaksakan sebagai alasan untuk kenaikan tarif cukai. Baik fully shifted, forward shifting dan backward shifting korelasinya sebagai dasar pertimbangan kenaikan tarif tidak jelas sama sekali bahkan tidak ada. 

Untuk cukai dari dulu hingga sekarang industri rokok kretek kecil ataupun besar harus bayar di muka atau diawal bahasa lainnya menalangi. Belum ada sejarahnya pita cukai dibayar dibelakang, karena pemerintah takut rugi. Dalam hal ini, harga pita cukai ditentukan pemerintah melalui Bea Cukai dan Kemenkeu. Dari ketentuan harga cukai berpengaruh terhadap harga rokok kretek. Jadi industri rokok kretek BUMN model baru. Pemerintah yang mendapatkan untung terbanyak dari hasil penjualan rokok kretek, tapi pemerintah tanpa modal, tanpa menanggung kerugian dan tanpa menanggung resiko. 

Nyatanya demikian, dimasa pandemi pun pemerintah tetap akan menaikkan tarif cukai rokok demi target dan pemenuhan pendapatan.   

Keempat; titik optimum menjadi penentu target 2021 yang tidak serta merta penambahan beban berkorelasi positif terhadap sektor penerimaan. Menurut Sunaryo, praktik performa hasil tembakau tahun 2012-2018 secara nominal, produksinya telah menurun, prevalensi total global juga turun, namun penerimaan cukai tercapai dan meningkat secara nominal serta proporsional.

Dari alasan pertimbangan keempat ini, mungkin pak Naryo lupa, kalau industri rokok kretek sebenarnya sangat terpaksa membeli pita cukai. Karena akibatnya akan lebih sengsara jika tanpa pita cukai dalam bungkus rokok. 

Kemudian, hal ini menunjukkan begitu baik hatinya industri kretek, walaupun hasil produksinya menurun, prevalensi total global juga turun, namun tetap membayar pungutan sesuai ketentuan sepihak (pemerintah).

Dengan demikian, industri rokok kretek adalah satu-satunya industri yang taat pajak walaupun masa pandemi. Satu-satunya industri taat aturan di masa pandemi dan satu-satunya industri yang masih tetap mempertahankan karyawannya walaupun pendapatannya menurun drastis masa pandemi. Jayalah rokok kretek, jayalah Indonesia.