Tuhan menciptakan indra pendengar dan perasa tepat berdekatan dengan otak manusia. Semua terletak dalam sebuah kompleks bernama kepala. Barangkali, Tuhan memang ingin Manusia untuk memikirkan terlebih dahulu apa yang didengar dan apa yang akan dibicarakan. Terlebih dari itu, tuhan menciptakan hati, yang memiliki jarak dengan otak, mulut, dan telinga.
Menggunakan hati untuk berbicara dan mendengarkan memang barangkali perlu. Namun karena otak lebih memiliki jarak yang dekat, logika harus lebih diutamakan ketimbang intuisi perasaan. Walau demikian, baik hati dan otak, terlepas mana yang lebih dominan digunakan, keduanya tetap dibutuhkan.
Begitu pula dengan apa yang terjadi dalam serial Midnight Diner. Dikisahkan dalam serial yang tayang di Netflix tersebut ada sebuah tokoh bernama master yang memiliki kedai sederhana.
Dikisahkan dalam serial yang tayang di Netflix tersebut ada sebuah tokoh bernama master yang memiliki kedai sederhana . Kedai itu tak besar, cukup menampung maksimal sembilan orang. Kedai itu terletak di gang kecil di tengah padatnya Kota Tokyo.
Meski kecil dan sederhana, ada keistimewaan dari kedai ini. Master hanya membukanya saat tengah malam hingga pagi. Dia membolehkan pengunjung untuk memesan apa saja kudapan atau minuman (selama bahannya tersedia). Selain itu interaksi antar pengunjung juga aktif terjadi dan semua terasa hangat.
Acapkali Master harus terlibat dalam interaksi pengunjung kedainya tersebut. Master memang bukan orang yang sering berbicara, tutur katanya mahal, ia lebih sering mendengarkan dan bersikap dengan memasak. Barangkali, ketimbang memberikan nasihat, Master lebih memilih untuk menghibur pengunjung kedainya dengan makanan.
Ya begitulah dalam kehidupan manusia. Problem sering datang dan pergi. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, manusia akan mencari tempat untuk bercerita dan berkeluh kesah saat ada problem. Terkadang, curhatan itu tak perlu diberi nasihat dan masukan. Terkadang, manusia memang hanya ingin bercerita, hanya bercerita, sesederhana itu.
Begitu juga dengan yang dilakukan Master, ia tahu manusia hanya ingin curhat ketika memiliki masalah. Maka ia lebih akan sering mendengarkan, sambil menghisap rokoknya dengan gaya yang khas. Jika dirasa waktunya tepat untuk berbicara, ia akan berbicara. Mungkin, Master memang ahli dalam memanajemen hati dan otak sehingga telinganya lebih banyak digunakan untuk mendengar orang lain.
Seperti narasi pada intro serial Midnight Diner, Master menyebut bahwa kuantitas dan kualitas pengunjung kedainya sangat tak terduga. Memang benar, mulai dari polisi, aktor, aktris, penari striptis, guru, pelacur, yakuza, penulis, pengangguran, transgender, banyak yang datang kesitu.
Dari setiap makanan yang mereka pesan pasti memiliki kisah tersendiri di belakangnya. Kisah itu mewakili permasalahan setiap pengunjung yang datang ke kedai tersebut. Plot dan Twist dalam serial ini diatur sangat baik sehingga penonton nyaman dan terasa hangat menyaksikannya.
Baiknya, serial ini anda tonton saat sedang beristirahat, malam hari dan sepulang kerja, Midnight Diner bukan serial yang menghadirkan ketegangan, tapi memberikan kehangatan serta nuansa yang manis. Cocok untuk dua batang rokok anda sebelum beristirahat.