OPINI

Semrawut Kebijakan Industri Hasil Tembakau

Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan industri strategis nasional. Peranan dan kontribusi IHT di berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, seharusnya menjadikan industri ini dijamin keberlangsungan eksistensinya. Industri ini berperan menghidupi hajat hidup banyak orang, sementara kontribusinya sangat dirasakan dengan sumbangsihnya bagi penerimaan negara, serta pelumas bagi roda perekonomian nasional. Namun sayangnya, kebijakan yang menyangkut IHT justru malah membebani industri ini sehingga terlihat tidak ada keberpihakan dan keadilan dalam kebijakan yang menaungi sektor IHT.

Salah satu kebijakan yang restriktif adalah kebijakan mengenai tarif cukai rokok. Selama ini kebijakan tarif cukai selalu menjadi polemik yang berulang-ulang terjadi setiap tahunnya. Kebijakan tarif cukai tahun ini misalnya, tarif cukai mengalami kenaikan sebesar 23 persen dengan diikutinya kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) sampai dengan 35 persen. Padahal situasi perekonomian nasional sedang tidak baik-baik saja, kita mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dengan tingkat daya beli masyarakat yang rendah. Belum lagi angka kenaikan tarif ini tidak mengikuti tingkat inflasi nasional, padahal rokok adalah salah satu barang konsumsi yang menyebabkan inflasi.

Lantas kebijakan tarif cukai tahun ini berdampak kepada terpukulnya IHT secara keseluruhan dari hulu hingga hilir. Di hulu fakta yang terjadi adalah berkurangnya serapan bahan baku dari pabrikan ke petani, untuk tembakau serapannya berkurang sebesar 30 persen, sementara cengkeh berkurang hingga 40 persen. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya volume produksi pabrikan akibat konsumsi masyarakat menurun karena harga rokok tidak lagi terjangkau.

Pada bulan Mei 2020 tercatat produksi rokok menurun 12,3% secara tahunan atau yoy. Diikuti juga dengan bulan Juni 2020 yang menurun hingga 8,1%. Bahkan Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar, Sunaryo memproyeksikan pertumbuhan sektor IHT di tahun 2020 akan ada treshold sebesar -17,5%. Ditambah dengan Kondisi pandemi covid 19, memperparah keterpurukan sektor IHT yang kemungkinan besar menyebabkan penurunan pada produksi dan pertumbuhan sektor IHT menjadi lebih dalam dari apa yang diproyeksikan.

Dampak lainnya dari kebijakan tarif cukai ini adalah berkurangnya tenaga kerja yang terlibat di sektor IHT. Padahal industri ini merupakan industri padat karya yang mampu menciptakan rantai bisnis dengan penyerapan tenaga kerja skala luas dari hulu sampai hilir. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98 juta orang, terdiri dari 4,28 juta adalah pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan tembakau dan cengkeh. Tetapi saat ini, hanya dalam kurun waktu tahun 2020 sudah terdapat sekitar 13.851 orang yang diperkirakan PHK secara nasional.

Itu baru dari kebijakan tarif cukai, belum lagi dengan kebijakan restriktif yang lainnya seperti, PP 109 Tahun 2012, berbagai Peraturan Daerah (Perda) mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) hingga RPJMN terbaru 2020-2024. Masih banyak lagi kebijakan-kebijakan restriktif lainnya yang tidak berpihak kepada sektor IHT.

Kebijakan restriktif ini lahir dari banyaknya kepentingan yang terlibat di sektor IHT. Kepentingan pemerintah yang diwakili oleh kementerian/lembaga tumpang tindih satu sama lain dengan mengedepankan ego sektoral kepentingannya masing-masing. Alhasil, kebijakan mengenai sektor IHT sangat semrawut yang berujung kepada tidak adanya kepastian hukum bagi industri.

Industri ini pada akhirnya bak sapi perah yang hanya diambil manfaatnya saja, diminta untuk terus memberikan setoran penerimaan negara hingga 9 sampai 11 persen dari total APBN. Industri juga diminta untuk memberikan sumbangsih kepada sektor ketenagakerjaan, memberikan sumbangsih kepada peningkatan PDB nasional, dan diminta untuk meningkatkan devisa ekspor perdagangan.

Ingin manfaatnya, tetapi realitanya kebijakan terkait sektor IHT tidak berkeadilan sehingga industri ini sulit untuk berkembang. Entah apa yang diinginkan oleh pemerintah pada sektor IHT, satu hal yang pasti harus didorong untuk disegarakan agar persoalan kesemrawutan kebijakan ini tidak berlarut-larut: Buat Roadmap Bagi Industri Hasil Tembakau.