REVIEW

Berganti Merek Rokok untuk PDKT yang Bahagia

Saya pernah mengalami fase gonta-ganti merek rokok dari sejak pertama kali megisap rokok. Saat itu, awal saya merokok, harga rokok masih di kisaran 1000-2500 rupiah untuk harga sebungkusnya. Sudah bisa menebak usia saya?

Rokok kretek pertama yang saya rasakan saat itu adalah Sampoerna King Size. Desain dan warna kemasannya mirip Sampoerna A Mild isi 12 hanya sedikit lebih “gemuk”, ukuran rokoknya sama seperti Djarum Super atau Gudang Garam Surya.

Waktu itu saya hanya mengenal rokok Gudang Garam Filter dan Sampoerna King Size, di kota tempat saya tinggal saat itu hanya beberapa merek rokok yang bisa diecer, Sampoerna King Size salah satunya. Untuk kelas pergaulan ala ABG pada jaman itu, Sampoerna King Size sudah bisa dianggap “berkelas”, walaupun masih kalah pamor dengan Sampoerna A Mild, Marlboro Merah dan Lucky Strike. Memang sudah ada LA Lights Merah, tapi di daerah luar Jawa pamornya masih belum sebaik merek-merek tadi, dan belum bisa dibeli eceran.

Beranjak SMA saya mulai bisa merasakan rokok dengan cita rasa yang enak versi saya saat itu; Gudang Garam Filter. Walaupun sesekali merokok Wismilak Diplomat dan Surya 12, atau Djisamsu dan Djarum Super, tapi indera perasa saya tetap jatuh hati ke Gudang Garam Filter.

Kemudian saat menjadi mahasiswa, saya pikir saya akan setia kepada 1 merek rokok saja, ternyata tidak. Justru setelah kuliah saya sering kali gonta-ganti merek rokok karena situasi. Di semester awal, saat sedang naksir dengan salah satu teman mahasiswi di fakultas saya, seringkali saya membeli merek rokok jenis Mild atau putihan, sebut saja Sampoerna A mild, Marlboro Lights, LA Lights atau Kelas Mild yang menurut saya tidak terlalu tajam aromanya. Tidak peduli harganya mahal, pokoknya beli sebagai salah satu bekal utama pendekatan, entah meminjam uang teman kalau sedang seret keuangan karena akhir bulan atau sejak dapat jatah uang bulanan saya siapkan stok yang cukup untuk masa pendekatan. Lalu, di masa yang sama, saya juga punya 1 gebetan lagi, masih 1 fakultas, mungkin karena ini bukan yang saya seriusi, merek rokoknya pun tidak terlalu penting, buat saya bisa merokok Star Mild, Ardath, Long Beach atau beli eceran di warung saja sudah cukup.

Selepas saya jalan dengan mereka berdua (tidak bersamaan ya), saat kumpul dengan teman-teman kuliah atau teman tongkrongan di luar kampus, merek rokok yang saya isap bisa macam-macam, menyesuaikan isi dompet, kadang Djarum Coklat atau Gudang Garam Filter, atau rokok eceran yang bisa dibeli di mana saja, apapun mereknya. Mungkin masa-masa semester awal kuliah itu adalah fase ter-kurang-ajar menurut saya. Antara sisa-sisa angkuh ABG SMA yang berusaha masuk ke era dewasa-sok idealis ala mahasiswa yang sebenarnya konyol dan tidak dewasa-dewasa banget.

Tapi di fase itu juga akhirnya saya berkenalan dengan salah seorang mahasiswa yang dikemudian hari menjadi salah satu sahabat dekat saya di kampus, sejak awal kami kenal, dia selalu merokok Djarum Super. Mau hujan badai, bulan tua, buang air besar, nongkrong di kafe, masuk diskotik.dsb merek rokoknya Cuma 1; Djarum Super. Dari dia juga saya akhirnya makin akrab dengan banyak produk Djarum waktu itu. Menurutnya, Djarum Super itu sudah paling benar, semua kenikmatan rokok kretek filter ada di situ. Mulut saya yang sudah bertahun-tahun mengisap Gudang Garam atau Sampoerna akhirnya harus mengalah juga dan mengakui bahwa Djarum sedikit “mendewasakan” citarasa saya terhadap rokok kretek.

Di tahun-tahun berikutnya, saya selalu mengutamakan Djarum Super untuk saya bawa kemana-mana, walaupun sesekali masih berbuat curang, kadang kalau ke coffeeshop atau club malam saya masih suka mencari rokok selingan di kelas Mild atau Rokok Putih, karena Mild atau Rokok Putih yang relatif singkat waktu hisapnya dan tidak perlu dinikmati banget hisapannya, semacam pelengkap aktivitas. Tapi untuk urusan pendekatan ke lawan jenis, saya sudah tidak pilih-pilih lagi, rokok kretek seperti Djarum Super atau Djarum 76 Gold otomatis saya bawa untuk pendamping ngobrol, hitung-hitung kalau si wanita tanpa sengaja menilai saya dari merk rokok mungkin akan lebih memudahkan saya untuk mengetahui siapa pasangan yang tepat. Apakah wanita tadi hanya menilai rokok kelas pergaulan di kelas Mild saja dan menganggap saya punya selera rokok orang tua saat merokok Djarum Super, atau menurut si wanita saya adalah perokok yang tegas dan terbuka tanpa harus berpura-pura keren menghisap rokok Mild hanya saat pendekatan saja.

Ini hanya kisah konyol saya saja, mungkin tidak semua orang mengalami, tapi coba anda perhatikan di sekitar anda, apakah teman laki-laki anda di rentang usia 19-24 tahun masih sering ganti merk rokok? Coba tanya alasan mereka kenapa gonta-ganti merk rokok. Kalau mereka masih mendewakan Rokok Putih dan sesekali mnghisap rokok Mild, sebaiknya jangan kenalkan ke saudara atau teman perempuan anda. Hanya saran.