kretek
REVIEW

Menengok Kembali Kreativitas Meramu Pembuatan Kretek

Sebenarnya informasi tentang proses pembuatan kretek sudah ada pada tulisan sebelumnya di web boleh merokok ini. Disini ditulis kembali atas permintaan pembaca yang kebetulan masih teman, meminta tulisan pembuatan kretek lebih rinci. Selain itu, secara terpisah saat ngobrol di kedai lereng gunung muria Kudus, ada teman yang berprofesi sebagai chef dari Jakarta, Koh Roni panggilan akrabnya meminta cerita detail proses pembuatan kretek mulai dari awal –pembibitan tembakau –, jenis-jenis tembakau dan cengkeh, komposisi dalam satu konten rokok, cara mengolah hingga menjadi produk rokok.  Obrolan tentang kretek tersebut tidak sepenuhnya tuntas, karena keterbatasan waktu. 

Koh Roni ini ditugaskan turun ke pedesaan-pedesaan dalam rangka pembinaan dan peningkatan ketahanan pangan masyarakat masa pandemi covid-19. Sesampainya di Kudus, ia melihat banyak industri rokok kretek, melihat tulisan Kudus kota kretek, akhirnya tertarik menggali informasi tentang kretek.

Nah, disini mencoba menulis kembali agak rinci tentang meramu pembuatan kretek. Penulis sadar pada tulisan ini masih jauh dari rinci, tetapi paling tidak agak detail informasi meramu pembuatan kretek khas nusantara. 

Kretek adalah hasil kreativitas masyarakat Indonesia yang mengolah sumber daya alam yang ada di bumi Nusantara. Bentuk kreatifitas berupa racikan atau ramuan tembakau dicampur cengkeh. Beberapa literasi dan cerita yang beredar di masyarakat, merujuk nama Haji Djamhari sebagai peracik pertama kretek, asal dari kota Kudus sekitar tahun 1870 an. 

Jenis tembakau di pasaran bermacam-macam, sesuai kearifan lokal daerah masing-masing. Akan tetapi dapat disederhanakan menjadi tiga kategori atau kelompok.

Pertama; tembakau lauk sebagai pembawa rasa atau aroma (flavor), biasanya harganya paling mahal dibanding dengan tembakau lain. Seperti tembakau srintil dari Temanggung Jawa tengah, dan tembakau Madura.

Tembakau srintil diyakini beberapa pelaku pembuat kretek sebagai tembakau berkualitas super, yang dihasilkan melalui proses alami, dan sangat dipengaruhi letak geografis/kearifan lokal. Artinya tidak semua lahan di temanggung menghasilkan tembakau srintil, hanya wilayah tertentu seperti di dataran tinggi lereng gunung Sindoro-Sumbing.

Kedua; tembakau jenis penyelaras seperti tembakau paiton. 

Ketiga; tembakau jenis pelengkap dapat dijumpai dari daerah Bojonegoro, Yogyakarta, Lombok, Weleri dan daerah lain. 

Cengkeh  merupakan tanaman endemik, sejenis rempah yang diambil dari kuncup bunga Syzygium aromaticum atau Eugenia caryophyllata. Tanaman cengkeh di nusantara ini, semula hanya terdapat di Kepulauan Maluku yang tumbuh pada ketinggian 10-20 meter, dalam perkembangannya dibudidaya di daerah-daerah lain.

Selain dari Maluku, Jawa, Sumatran banyak cengkeh yang beredar di Indonesia, ada cengkeh asal Zanzibar dan Madagaskar. Dari beberapa cerita asal bibit cengkeh Zanzibar maupun Madagaskar berasal dari Maluku yang berhasil diselundupkan seorang bernama Pierre Poivre (1719-1786), pada masa monopoli dagang penjajahan Belanda (abad ke-18).

Cengkeh Zanzibar dan Madagaskar ini bentuknya kecil, panennya lebih cepat (sekitar 6 tahun), buahnya lebih banyak, aromanya keras, harganya sangat mahal.  Pada akhirnya pembuat kretek sampai saat ini lebih banyak menggunakan cengkeh dalam negeri –Maluku, Jawa, Sumatera dan daerah lain–. 

Karakteristik tiap cengkeh pun berbeda-beda. Cengkeh Zanzibar dan Madagaskar, agak kering, kadar minyaknya sedikit, tapi aroma kuat. Cengkeh Jawa, mayoritas aroma dan rasanya kurang, akan tetapi banyak mengeluarkan suara kretek kretek. Suara tersebut, selain menjadi khas kretek, juga membantu keberlanjutan proses pembakaran –tidak cepat mati–.

Cengkeh dari Indonesia timur, terlebih dari Maluku mempunyai kelebihan rasa dan aromanya kuat, tapi bunyi kretek kretek nyaris tidak keluar. 

Cengkeh bisa langsung dibuat campuran konten rokok tanpa harus disimpan dahulu selesai panen. Beda dengan tembakau, harus disimpan dahulu dengan durasi tertentu baru bagus sebagai bahan untuk rokok. Pada dasarnya semakin tua usia tembakau dalam penyimpanan, akan semakin bagus kualitas tembakaunya. Batas atas penyimpanan tembakau pada umumnya lima tahun, dan paling sedikit enam bulan yang disimpan dalam gudang tertentu dengan suhu udara tertentu.

Selain itu ada bumbu –istilah orang Jawa—yang dicampur pada campuran tembakau dan cengkeh (tobacco flavor), sesuai selera masing-masing pembuat kretek. Dipastikan tiap-tiap  pelaku pembuat kretek berbeda-beda. 

Proses awal pembuatan kretek adalah pemilihan bahan baku tembakau, dan cengkeh. Agar menghasilkan kretek yang enak dan diterima semua pihak, harus mampu mengolah campuran antara tembakau lauk, tembakau penyelaras dan tembakau pelengkap.

Rajangan dari tiga macam tembakau dijadikan satu dengan memakai ukuran dan perbandingan. Pada umum tembakau lauk lebih sedikit dari pada tembakau penyelaras dan pelengkap.

Proses penyatuan tiga karakter tembakau yang berbeda tersebut biasa disebut casing atau Blending, yang berfungsi melembabkan tembakau dan menyatukan tiga macam tembakau yang berbeda karakteristiknya. 

Pada teknik casing dibutuhkan cairan dari hasil campuran rempah-rempah yang jumlahnya sekitar 15 macam, yang telah direbus bersamaan. Rempah- rempah yang digunakan seperti kayu manis, kapulaga, kencur dan lain-lain. 

Metode casing termasuk proses manual/alami dan memerlukan waktu untuk fermentasi agak lama minimal sekitar ± 10 jam. Setelah 10 jam tiga karakteristik tembakau dianggap sudah menyatu, baru diberikan aroma yang terbuat dari sari buah-buahan atau sejenisnya sesuai selera. Blending seperti halnya casing, namun blending menggunakan inovasi teknologi pemanas mekanik, dan waktu yang dibutuhkan sangat singkat dibanding casing.

Selesai proses penyatuan tembakau dan aroma, proses selanjutnya mencampur tembakau dan cengkeh. Biasanya semakin banyak cengkeh yang dicampurkan, akan semakin enak dan nikmat. 

Sesuai selera, apabila pembuat rokok menginginkan lebih banyak keluarnya bunyi kretek kretek, untuk menonjolkan identitas kretek maka cengkeh jawa sebagai campuran paling banyak. Sebaliknya, bila menginginkan kuatnya aroma, maka cengkeh dari Indonesia timur seperti Maluku dan lain-lain, sebagai campuran cengkeh yang paling banyak. Apabila menginginkan keduanya, maka perbandingan komposisi campuran cengkeh dibuat sama.

Cengkeh tidak serta merta di campurkan dengan tembakau, namun harus melalui proses pemotongan kecil- kecil / tipis-tipis. Potongan cengkeh yang bagus tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil –lembut–.  

Selesai mencampur tembakau, cengkeh dan aroma, proses selanjutnya adalah penggulungan semua bahan ke dalam klobot atau papier. Umumnya penggilingan bahan dengan dua cara, yaitu, pertama; menggunakan tangan dan dibantu alat tradisional disebut alat pelinting atau alat penggiling yang telah didesain bentuknya sesuai kebutuhan, bahannya macam macam, kebanyakan dari kayu, kain dan tingginya ± 25 cm. Hasil dari proses penggilingan ini biasa disebut sigaret kretek tangan (SKT). Kedua; penggilingan menggunakan mesin –revolusi industri–  biasa disebut sigaret kretek mesin (SKM).