Sekilas pandang barangkali kretek hanya barang konsumsi yang sepele. Namun jika kita mau mendedah sejarahnya yang panjang dan menelisik lebih jauh ke dalam bangunan budaya dan tradisi masyarakat Indonesia khususnya di berbagai daerah sentra perkebunan tembakau dan kota-kota pengrajin kretek, maka akan kita saksikan bagaimana budaya tembakau dan kretek telah terjalin berkelindan membentuk sebuah budaya yang hidup.
Menurut, Mohamad Sobary, sangat tepat melukiskan makna entitas kretak, bahwa rokok bukanlah rokok. Bagi bangsa Indonesia, rokok adalah hasil sekaligus ekspresi corak budaya.
Dalam berbagai teks sastra Jawa lainnya, yang kebanyakan disusun pada awal abad ke-19. Seperti tertulis dalam Serat Centhini (1814), misalnya. Dalam ensiklopedi Jawa ini digunakan kata “ngudut”, “eses” atau “ses” sebagai istilah umum masyarakat Jawa menyebut kebiasaan mengonsumsi tembakau dengan cara dibakar. Istilah rokok baru umum digunakan belakangan pada akhir abad ke-19. Istilah rokok secara filologis berasal dari bahasa Belanda yaitu “ro’ken” . Ini adalah istilah orang Belanda untuk menyebut aktivitas mengisap pipa dan cerutu.
Dalam proses produksi kretek itu satu hal yang juga khas adalah bahwa bahan-bahan yang digunakan lebih banyak menggunakan hasil tanaman dalam negeri, seperti tembakau dan cengkeh. Menurut Hanusz, kretek dengan bahan tembakau dan cengkeh kebanyakan didapatkan dari hasil perkebunan domestik yang mempunyai kualitas dan kekhasan tersendiri dengan tembakau-tembakau lain.
Cengkeh sebenarnya merupakan tanaman yang langka, yang tidak bisa dengan mudah dijumpai di berbagai belahan dunia, kecuali hanya di Indonesia. Menurut Hanusz, paling tidak sampai awal era modern, tanaman cengkeh ini hanya bisa dijumpai bisa tumbuh dan berkembang di lima pulau kecil di Indonesia yaitu di Ternate, Tidore, Bacan, Motir dan Makian dan di kepulauan Mollucas yang terletak di timur Sulawesi dan barat Papua. Hal ini menunjukkan bahwa cengkeh sendiri sejatinya tanaman yang bisa dikatakan khas Indonesia. Sehingga sejak di era kekuasaan Roma, kata Hanuszs, cengkeh merupakan salah stau rempah-rempah yang paling banyak dicari di dunia dan mempunyai harga yang sangat tinggi, bukan hanya di Barat, tetapi juga di Timur seperti China.
Keberadaan cengkeh itulah barangkali yang kemudian turut mendorong bangsa-bangsa Barat untuk melakukan imperialisme ke Indonesia. Sebagaimana dikisahkan oleh Pramoedya Ananta Toer bahwa seorang diplomat ulung asal Indonesia, Haji Agus Salim pada waktu dulu telah menghadiri acara di Eropa. Ketika sedang berbincang-bincang dengan para politisi Haji Agus Salim sedang menikmati kretek. Hal ini kemudian menarik perhatian seorang politisi Eroap dan bertanya kepada Agus Salim: “Apa yang anda rokok itu Tuan?. Jawab Agus Salim: “ Benda inilah yang mendorong Barat menjajah dunia”. Maksud dari Agus Salim itu adalah cengkeh yang ada di dalam kretek itulah yang turut menjadi pemicu Barat mengekspansi bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk di Indonesia.
Selanjutnya, selain cengkeh, tembakau juga banyak tumbuh di berbagai wilayah di Indonesia. Meski tembakau bukan satu-satunya produk Indonesia, namun tembakau Indonesia jelas berbeda dengan tembakau asing, misalkan dengan tembakau Virginia. Tembakau domestik sendiri jenisnya sangat beragam. Keberagaman jenis tembakau domestik ini disebabkan utamanya oleh pola tanam dan cara perawatan tradisional yang bisa jadi masih berlaku hingga sekarang.
Pilihan tembakau yang sangat kaya ini kemudian dibeli oleh pihak pabrikan, yang mana satu jenis rokok kretek bisa membutuhkan lebih dari tiga jenis tembakau yang berbeda sambil mencampurnya dengan lebih dari beberapa jenis cengkeh.
Jadi berdasarkan keterangan di atas bisa diketahui bahwa kretek pada hakekatnya adalah hasil kreativitas masyarakat Indonesia dalam mengolah sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi Indonesia sendiri. Dari kreatifitas inilah kemudian berkembang luas ke ranah lain seperti ke ranah ekonomi, sosial dan budaya.
Kretek kemudian produk budaya yang khas masyarakat Indonesia yang berbeda dengan produk-produk rokok lain, utamanya rokok-rokok asing. Kekhasan ini utamanya terletak di dalam ramuannya dan cara memproduksinya. Karenanya tidak salah kalau kretek disebut sebagai produk asli Indonesia yang diramu dan ditemukan sendiri oleh bangsa Indonesia dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia menjadi usaha komersial dalam bentuk industri kretek.
Untuk menghasilkan kretek perlu keahlian dan keterampilan tertentu, mulai dari pemilihan bahan baku, peracikan, takaran komposisi sampai pada pengolahannya. Proses awal pemilihan bahan baku tembakau, dan cengkeh. Agar menghasilkan kretek yang enak dan diterima semua pihak, harus mampu mengolah campuran antara tembakau lauk, tembakau penyelaras dan tembakau pelengkap, campuran antara tembakau dan cengkeh. Rajangan dari tiga macam tembakau dijadikan satu dengan memakai ukuran dan perbandingan.
Pada umum tembakau lauk lebih sedikit dari pada tembakau penyelaras dan pelengkap. Pada dasarnya semakin tua usia tembakau dalam penyimpanan, akan semakin bagus kualitas tembakaunya. Batas atas penyimpanan tembakau pada umumnya lima tahun, dan paling sedikit enam bulan yang disimpan dalam gudang tertentu dengan suhu udara tertentu.
Proses penyatuan tiga/lebih karakter tembakau yang berbeda tersebut biasa disebut casing atau Blending, yang berfungsi melembabkan tembakau dan menyatukan tiga macam tembakau yang berbeda karakteristiknya. Pada teknik casing dibutuhkan cairan dari hasil campuran rempah-rempah yang jumlahnya sekitar 15 macam, yang telah direbus bersamaan.
Rempah- rempah yang digunakan seperti kayu manis, kapulaga, kencur dan lain-lain. Metode casing termasuk proses manual/alami dan memerlukan waktu untuk fermentasi agak lama minimal sekitar ± 10 jam. Setelah 10 jam tiga karakteristik tembakau dianggap sudah menyatu, baru diberikan sari buah-buahan atau sejenisnya.
Setelah melalui proses penyatuan tembakau, proses selanjutnya mencampur dengan cengkeh. Biasanya semakin banyak cengkeh yang dicampurkan, akan semakin enak. Seperti halnya yang lain, cengkeh yang akan dicampur dengan tembakau adalah hasil racikan dari beberapa jenis cengkeh.
Sebagai contoh apabila pembuat rokok menginginkan lebih banyak keluarnya bunyi kretek kretek, untuk menonjolkan identitas kretek maka dipilihlah cengkeh jawa sebagai campuran cengkeh yang paling banyak. Sebaliknya, bila menginginkan kuatnya aroma, maka dipilihlah minimal cengkeh dari Indonesia timur seperti Maluku dan lain-lain, sebagai campuran cengkeh yang paling banyak. Apabila menginginkan keduanya, maka perbandingan campuran cengkeh dibuat sama. Cengkeh tidak serta merta di campurkan dengan tembakau, namun harus melalui proses pemotongan dan pengayaan.
Selesai mencampur tembakau yang beraroma dengan cengkeh, proses selanjutnya adalah proses penggulungan hasil campuran semua bahan ke dalam klobot atau papier. Proses penggulungan sepenuhnya dikerjakan tangan trampil. Mulai dari penebaran bahan baku yang telah diracik ke lembaran papier atau daun jagung yang telah disiapkan dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan, lalu digulung.
Selanjutnya dirapikan dua ujungnya dari bahan baku yang tidak beraturan (keluar). Hasil bentuk kretek klobot sesuai dengan ukuran lembaran klobot yang telah disiapkan. Bagi tangan yang trampil akan menghasilkan kretek klobot yang baik, rapi, dan cepat. Ketrampilan membuat kretek tidak semua orang bisa, harus melalui proses belajar dan pelatihan khusus.
Perkembangan inovasi pembuatan kretek terjadi pada proses penggulungan dengan menggunakan dua cara, yaitu, pertama; menggunakan tangan dan dibantu alat tradisional, biasa disebut sigaret kretek tangan (SKT). Kedua; lebih banyak dikerjakan mesin, biasa disebut sigaret kretek mesin (SKM).
Pembuatan kretek SKT, proses penggulungannya dibantu alat tradisional disebut alat pelinting atau alat penggiling yang telah didesain bentuknya sesuai kebutuhan, bahannya dari kayu, kain dan tingginya ± 25 cm.
Proses penggulungan memerlukan beberapa gerakan, mula-mula pembuat kretek mengambil papier (kertas) dan ditaruh/dimasukkan kekain yang menempel pada alat, kemudian tangan mengambil bahan racikan sesuai kebutuhan dan dibentangkan di atas kertas papier, sembari tangan menata bahan racikan agar nanti menghasilkan kuwalitas kretek yang baik, kemudian tangan kanan memegang pegangan yang ada di atas alat siap untuk menggiling atau melinting, dibarengi posisi tangan yang kiri menerima hasil lintingan/gilingan. Setelah diyakini siap semua, tangan kanan menarik handle panjang ditarik dari atas ke bawah, dan tangan kiri menerima hasil gilingan. Kemudian langkah terakhir mengoleskan sedikit lem, agar hasil gilingan kretek tidak pudar. Proses selanjutnya merapikan dua ujung dari bahan racikan yang keluar. Proses perapian hasil lintingan dan hasil penggilingan, biasa disebut “mbatil”, yaitu merapikan kedua bagian ujung kretek supaya rata setelah melalui proses nglinting.