rokok kejagung
REVIEW

Terkuak! Ini Dia Kronologi dan Jenis Rokok yang Buat Gedung Kejagung Terbakar

Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) resmi menyebut puntung rokok sebagai biang terbakarnya Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia tempo lalu. Sebagai warga negara yang baik kami mengapresiasi langkah cepat tersebut. Ini merupakan sebuah prestasi untuk bisa mengungkap kasus yang banyak orang tak percaya akan bisa terungkap.
Butuh keberanian dan kerja keras dalam membuka tabir kronologi di balik terbakarnya gedung dan aset negara seharga satu miliar lebih itu. Bareskrim Polri menyebut bahwa puntung rokok tersebut milik dari tujuh orang pekerja bangunan yang sedang asyik merokok saat bekerja.
Kami mencoba berimajinasi kronologi sebelum kejadian tersebut. Awalnya, ini semua bermula terjadi karena di antara tujuh orang itu hanya satu yang memiliki satu bungkus rokok penuh. Satu orang ini baru saja dihadiahi oleh mandornya karena kinerjanya yang dianggap baik. Padahal, si mandor punya motif tersendiri agar bisa cepat naik jabatan. Hal ini membuat iri enam temannya tersebut. Apalagi, tujuh orang ini memang sedang dalam kondisi kantong kering.
Senang karena dihadiahi rokok satu bungkus, si pekerja ini kemudian merokok dengan congkaknya di depan rekan-rekannya. Tangannya melambai ke kanan dan kiri sambil menari-menari bak seorang penari balet di bawah cahaya rembulan. Teman-temannya memandanginya dengan kesal, sedankan yang satu segera menghampiri untuk meminta rokok.
Si pekerja, tak sadar kalau tariannya membuat puntung rokok yang ia hisap dan baranya menjadi tercecer ke sana ke mari. Teman-temannya yang lain pun tak mengindahkan kondisi tersebut. Pikiran mereka masih kesal karena melihat tingkah congkak rekannya tersebut.
Tak disadari, si pekerja sudah menghabiskan enam batang rokok saat menari dan tersisa enam batang lagi untuk dihabiskan. Jika dibagi kepada enam rekannya maka otomatis rokoknya pun habis. Melihat wajah temannya yang sekarang kini memelas dan penuh iba, si pekerja akhirnya pun kasihan.
Namun ia tak mau apabila rokoknya harus habis karena dibagi ke teman-temannya. Dasar si pekerja pelit dan tak pernah kehabisan akal, ia akhirnya memberikan enam batang rokok yang sudah dibakar kepada teman-temannya. Kok bisa enam batang rokok? bukannya si pekerja ini seseorang yang pelit? Ya, betul sekali! ia membaginya bukan dalam kondisi penuh, namun satu batang dipotong menjadi dua, paham?
Enam pekerja yang lain pun merasa kesal karena diberi rokok setengah batang. Apalagi, ini adalah rokok kretek berfilter yang jika dibelah maka ada satu bagian yang tak mendapatkan bentuk sempurna. Akibatnya, enam pekerja ini ramai-ramai untuk menghajar rekannya yang licik nan pelit.
Amarah mereka semakin membuncah hingga tak sadar latu bara api yang tercecer di awal kini semakin membara. Emosi enam pekerja juga memuncak dan disalurkan dengan membakar bungkus serta tiga rokok yang tersisa. Habis sudah semua beserta amarah mereka.
Akibat sebuah ketimpangan sosial, tujuh orang pekerja yang juga merupakan rakyat biasa ini harus mengalami konflik horisontal. Namun, konflik di antara akibat ketimpangan itu harus reda sementara akibat kondisi tempat kerja mereka terbakar. Naluri manusia mereka pun tergugah, sadar bahwa hidup mereka meski terselamatkan, ketujuh pekerja ini bahu membahu untuk keluar dari gedung.
Begitulah yang sejatinya terjadi, terbakarnya sebuah gedung akibat ketimpangan di antara kelas pekerja dan Bareskrim Polri menjadikan puntung rokok sebagai biangnya.