perempuan perokok
REVIEW

Jatuh Hati Kepada Perempuan Perokok

Buat saya saat itu, wanita perokok itu punya pikiran yang terbuka, berani mengungkapkan sesuatu, terlihat beda, pergaulan sosial mereka sedikit lebih baik dan lebih komunikatif terhadap lawan bicara.
***

Sasa hanya terdiam saat saya bertanya apa lagi yang ingin diceritakannya malam itu. Saya ikut terdiam, bingung apalagi yang harus saya bicarakan dengan Sasa.

 “Kamu mau kita ketemu malam ini? Kalau iya, setengah jam lagi aku berangkat ke rumahmu,” tanya saya tiba-tiba karena sudah tidak tahu apa yang bisa jadi bahan obrolan. 

Malam itu Sasa menelpon saya karena ingin bercerita banyak hal mengenai pacarnya. Sementara saya, yang saat itu berstatus tuna asmara, rela dan mau saja menjadi selingkuhan yang baik hati, penurut dan bersedia dihubungi kapan saja kalau diperlukan.

“Kamu mau aku bawakan Djarum Black? Nanti kamu bikinin aku kopi, kita ngobrol diteras sambil ngerokok?” tanya saya lagi. 

“Iya, aku mau. Tapi jangan yang Cappuccino, Djarum Black yang biasa aja…”. Mendadak keheningan di telepon seketika hilang mendengar suara Sasa yang menjawab pertanyaan saya. Saya lalu menutup telepon, beranjak dari kursi rotan yang sudah buluk, bergegas mengambil kunci motor dan uang untuk membeli rokok sebelum berangkat ke rumah Sasa. Kesempatan bertemu Sasa yang mungkin hanya bisa saya lakukan seminggu sekali tidak boleh disia-siakan.

Penggalan cerita itu saya alami sekitar tahun 2007 silam. Saat pertama kali saya akhirnya bisa punya hubungan asmara dengan wanita perokok, walaupun saat itu statusnya tidak bagus-bagus banget; hanya sebagai pilihan kedua Sasa. Tapi tidak apa, keinginan saya akhirnya dikabulkan Tuhan. 

Entah kenapa, sejak kuliah saya senang sekali melihat wanita yang merokok. Buat saya saat itu, wanita perokok itu punya pikiran yang terbuka, berani mengungkapkan sesuatu, terlihat beda, pergaulan sosial mereka sedikit lebih baik dan lebih komunikatif terhadap lawan bicara.

Tidak sedikitpun saya berpikiran wanita perokok itu nakal. Saya bukan sok bijak menilai, tapi saya banyak belajar dari Ibu saya yang seorang perokok, istri seorang anggota TNI pada jamannya dan sepulang naik haji saya pikir Ibu saya akan berhenti merokok, ternyata tidak.

Bagi ibu saya, mengurus dirinya sendiri adalah tanggung jawabnya, tidak perlu dicampuri orang lain, dia yang paling tahu siapa dan bagaimana dirinya, bukan orang lain.

Kembali ke Sasa, saya kenal Sasa di awal saya kuliah di jogja, tidak sengaja bertemu dalam suatu acara di luar kegiatan kampus. Kebetulan kami satu kampus tapi berbeda jurusan, jadilah obrolan di awal perkenalan itu bisa sedikit mencair karena kami kuliah di universitas yang sama. Sayang, awal perkenalan itu saya juga dikenalkan dengan pacarnya, agak-agak pahit juga.

Pertemuan kedua kami berikutnya terjadi di salah satu kantin fakultas di kampus kami, tapi kali ini Sasa tidak bersama pacarnya. Tanpa sengaja saya melihat isi tas Sasa yang di dalamnya ada sebungkus Djarum Black. Saya iseng bertanya kepada Sasa apakah dia memang merokok, sejak kapan dan kenapa Djarum Black, bukan Mild yang lain?. Lengkap. Sasa walaupun sedikit heran mendengar pertanyaan saya akhirnya mau bercerita, awal mula dia merokok, kegemarannya menghisap Djarum Black dan sampai dia harus berbohong kepada pacarnya kalau dia tidak merokok. Dan dia berbohong hanya kepada pacarnya, bukan Orang Tua atau teman dekatnya. Saya heran, apa isi kepala pacarnya sampai dia melarang Sasa merokok, sementara Orang Tua Sasa malah mengijinkannya untuk merokok dengan batasan tertentu. 

Mendadak akal bulus saya sebagai laki-laki muncul. Ini kesempatan saya untuk mendekati Sasa, saya akan memberikan kebebasan yang tidak bisa dia dapatkan dari pacarnya saat itu; merokok. Disclaimer; Strategi ini perlu bumbu khusus yang lain, memberikan apa yang tidak didapatkan dari pasangannya tidak serta-merta membuat  keberhasilan merebut hati bisa 100%. Tolong dipahami.

Sejak saat itu kami mulai dekat, tiap kali janjian dengan Sasa, saya selalu menanyakan apakah dia mau dibawakan Djarum Black?, Atau kadang sehabis kami bertemu dia selalu menitipkan rokok dan koreknya ke saya. Entah kapan kami ketemu lagi, rokok itu baru akan saya berikan lagi kepada Sasa. Kadang karena kami jarang bertemu, bisa sampai seminggu lebih, rokok yang dititipkan itu rasanya sudah “apek”, tapi tetap saja Sasa menghisapnya saat kami sedang berdua, buat dia, rokok yang dititipkan itu punya cerita sendiri, terlebih ada saya di dalam cerita itu. Aih, saya yang kena cakar buaya saat itu. 

Dari Sasa juga saya banyak belajar saat itu, bahwa perempuan yang merokok itu tidak bisa dilabeli sebagai perempuan nakal. Seperti yang terjadi sekarang. Sasa anak yang pintar, IPnya yang saat itu selalu dengan angka minimal 4 seringkali membuat saya jadi seperti abu rokok di asbak yang tertiup kipas angin. Belum lagi cita-citanya yang ingin jadi dosen setelah selesai melanjutkan S2, padahal waktu itu kami sama-sama baru semester 4, tapi dia sudah punya rencana hidup yang menurut saya sangat baik. Sasa lahir dari keluarga yang punya nama besar juga, bukan orang sembarangan. Bahkan tiap kali mau pergi berdua dan saya berstatus sebagai selingkuhannya, saya selalu dijemput menggunakan mobil, dan disupiri! Maklum, awal kuliah saya belum bisa menyetir mobil. Masih cupu.

Di tahun itu, saya masih bisa merasakan ketenangan saat sedang duduk berdua di tempat umum dengan Sasa yang sedang merokok, tidak ada rasa was-was akan stigma yang muncul. Tidak seperti sekarang. Kami tidak menjadi pusat perhatian atau bahkan merasa tidak nyaman saat kami merokok. Tapi itu dulu, saat perang isu dari anti rokok tidak seperti sekarang, belum ada ribut-ribut mengenai kenaikan harga rokok, kenaikan cukai atau pro kontra tembakau gorila dan tembakau gayo.

Hubungan saya dengan Sasa berjalan sekitar 6 bulan, dan saya sudah jarang bertemu Sasa di semester akhir kuliahnya. Tapi kami masih terus berhubungan baik sampai dia pindah ke jakarta dan melanjutkan S2 di sana. Kariernya pun cukup bagus setelah bekerja. Saat ini dia sudah menduduki jabatan penting di perbankan, sudah berkeluarga dan dari unggahan akun instagramnnya Sasa sepertinya masih suka melakukan hal konyol seperti jaman kuliah dulu. 

Sesekali kami bercanda soal Djarum Black apek yang dititipkan ke saya, hal-hal konyol jaman kuliah dan suatu hari saya pernah bercanda kepada Sasa dan berkata; “Kalau suatu saat Ibu Sri Mulyani atau Ibu Susi Pudjiastuti mau mencari pengganti mereka, maka saya akan memasukkan nama kamu sebagai kandidatnya”. Saya bicara seperti itu kepada Sasa karena saya kenal Sasa dengan segala kecerdasan dan kemampuan yang dia miliki. Bukan asal bicara.

Tapi dengan bercanda Sasa hanya membalas; “Tolong tahu diri, ya. Sekarang aku sudah punya suami dan aku bukan orang yang bisa kau bodohi lagi jemput kamu hujan-hujan padahal mobilku masih bersih banget karena baru keluar dari tempat cucian!”.