cukai
CUKAI

Kenaikan Cukai Mempengaruhi Ketahanan Ekonomi Bangsa

Pungutan cukai naik tiap tahunnya memang sudah biasa, pungutan cukai naik dalam kondisi ekonomi bangsa terpuruk sangat luar biasa. Tinggal kalkulasi ke depan, apakah berpengaruh terhadap perekonomian bangsa atau justru sebaliknya saat pandemi ini.

Pengaruh pandemi terhadap perekonomian bangsa saat ini, sungguh sangat memprihatinkan. Dampaknya sampai bertahun-tahun  pemulihan ekonomi kedepan.

Sebenarnya soal kenaikan cukai saat ini, pemerintah dihadapkan dua pilihan, pro rakyat atau pro asing.

Kalau pemerintah pro asing, tentu akan menaikkan pungutan cukai setinggi-tingginya sesuai instruksi organisasi kesehatan dunia WHO. Salah satu tujuannya mengurangi jumlah perokok anak-anak. Dari dulu tujuan ini ada dan stakeholder pertembakauan sepakat. Kalau anak-anak di bawah umur 18 tahun dilarang merokok, karena masih usia sekolah/pelajar bukan usia pekerja. 

Para orang tua dahulu pun sudah melakukan hal itu, melarang merokok anaknya yang masih sekolah sebelum bisa cari uang sendiri atau bekerja. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah sebelum lulus sekolahnya. Jadi, dari dulu semua pihak setuju anak-anak –usia sekolah—dilarang merokok. Sekarang, perokok anak dibuat alasan untuk menaikkan pungutan cukai setinggi-tingginya. Sedangkan korelasinya tidak signifikan.  

Sementara, di lapangan sektor pertembakauan merosot  tajam disaat pandemi ini. Tembakau dan cengkeh tidak terserap dengan bagus oleh pabrikan. Produk rokok di pasaran melesu, industri saat ini harus olah manajemen untuk mempertahankan karyawannya. Kalau memang situasinya tidak bisa dipertahankan, ya pasti akan terjadi merumahkan karyawan besar-besaran –PHK–. Saat ini masih banyak industri mempertahankan karyawannya. Karena cari karyawan membuat rokok itu tidak gampang. Tidak semua orang memiliki keahlian membuat rokok, perlu belajar dan berlatih. 

Ini baru dampak pandemi, belum kenaikan pungutan cukai. Pasti akan lebih dahsyat lagi dampaknya jika cukai dinaikkan. Karena dalam perjalanannya, tiap kali cukai naik, pasti imbasnya harga rokok naik. Jika harga naik, pasti konsumen berkurang atau konsumen menurunkan kelasnya ke rokok lebih murah. Bahkan tidak segan-segan konsumen membuat lintingan rokok sendiri –tingwe–. Inilah yang pasti terjadi.

Sementara, ratusan juta masyarakat mata pencahariannya dari sektor pertembakauan. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil pertembakauan. Ada kelompok yang terhubung langsung, yaitu: petani tembakau, petani cengkeh, dan karyawan. Ada kelompok yang tidak terhubung langsung tapi ada irisannya dengan pertembakauan, seperti pedagang rokok, penyedia kertas rokok –papier–, percetakan bungkus rokok, pembuat filter rokok, dan lain sebagainya. 

Ada kelompok yang tidak terhubung langsung dan tidak ada irisannya dengan pertembakauan –efek domino–penyedia jasa transportasi untuk karyawan, jasa titipan sepeda motor di sekitar industri, pasar tradisional di sekitar industri, toko kelontong di daerah industri, bahkan semua sektor perekonomian di wilayah industri akan ikut melemah, jika rokok di pasaran melemah. 

Sangat  wajar jika pemerintah daerah –Bupati—seperti Bupati Temanggung, Bupati Tuban dan Bupati lainnya, mengomentari soal kenaikan cukai. Karena mereka benar-benar tau persis dampaknya di lapangan. Roda perputaran ekonomi minimal akan tersendat. Terlebih masa pandemi ini, akan terjadi beban kuadrat. Dan bisa jadi perputaran ekonomi akan terjadi ketersendatan amat sangat. Ketika terjadi demikian, pemerintah daerah lah yang bertanggung jawab langsung.   

Apa yang diprediksi pemerintah daerah tentang dampak kenaikan cukai, mendekati kebenaran. Karena mereka berdasar dengan data riil di lapangan, dan mereka yang lebih mengerti kondisi masyarakat di wilayahnya. 

Harusnya, masukan para Bupati ini menjadi prioritas pertimbangan dalam menentukan kebijakan kenaikan cukai saat pandemi. Lain itu, seharusnya pemerintah pusat –Kemenkeu dan Dirjen Cukai—memahami betul keadaan masyarakat di bawah. Tidak boleh atas nama pemerintah pusat seenaknya membuat kebijakan yang menyengsarakan masyarakat kecil –wong cilik–. Apalagi kebijakan kenaikan cukai lebih dipengaruhi oleh kebijaksanaan –intervensi–. 

Soal kenaikan cukai yang akan juga berdampak terpuran ekonomi di masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat sektor pertanian, Pemerintah pusat harus bertindak arif dan bijaksana demi menjaga ketahanan ekonomi.

Karena tantangan, ancaman, hambatan bahkan gangguan keberlangsungan ekonomi itu sendiri hakikatnya ditujukan pada faktor produksi dan olahannya. Jika produksi dan olahan rokok kretek terhambat lajunya—pasaran melemah—gara gara pandemi dan kenaikan cukai, maka akan berdampak pada kelompok masyarakat khusus –petani dan karyawan— dan berdampak pada kelompok masyarakat umum yang bersinggungan, bahkan akan berdampak pada perekonomian wilayah. Karena dalam roda perekonomian sektor pertembakauan ada rentetan-rentetan ekonomi lainnya.

Jadi, jika pungutan cukai dinaikkan saat pandemi ini, beban pemulihan perekonomian bertambah berat, dan sangat mengganggu ketahanan ekonomi wilayah, yang kemudian akan berimbas mengganggu ketahanan ekonomi bangsa ini.