Smoker Travellers

Smoker Travellers: Melihat Masyarakat Kota Kupang Menikmati Kretek

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan tersebut sungguh menyenangkan pasalnya tak sering saya bisa mampir di daerah tersebut. Terlebih di era pandemi ini sulit untuk melakukan persiapan jarak jauh jika tak memiliki persyaratan yang cukup. Beruntungnya, segala persyaratan tersebut sudah saya persiapkan dengan baik.

Kota Kupang bisa dibilang kini tengah tumbuh dengan luar biasa. Banyak pembangunan di sana-sini berikut dengan berkembangnya banyak komunitas-komunitas yang diisi oleh anak-anak muda di sana. Di satu hari saya mengunjungi salah satu pameran yang dihelat oleh anak muda kreatif di Kota Kupang dan belajar banyak hal baru tentang kota tersebut.

Saya berdiskusi dengan beberapa kretekus di acara tersebut. Serunya, mereka mampu menjawab rasa keingintahuan saya terkait tradisi merokok di Kota Kupang. Mereka memulainya dari Kota Kupang yang sudah memulai jauh interaksi dengan bangsa luar. Kota tersebut sejatinya adalah kawasan lama yang tumbuh secara organik begitu juga dengan peradabannya.

Ada beberapa daerah yang dihuni oleh pedagang arab seperti di kawasan Air Mata. Ada juga bangsa tionghoa yang banyak mendiami daerah pesisir kota lama Kupang. Jejak peninggalan Belanda pun banyak di Kota Kupang. Tiga hal tersebut menandakan kota tersebut memang punya pamor dan masuk dalam kawasan strategis di jaman dahulu hingga sekarang.

Beberapa penutur menyebutkan bahwa tradisi merokok nampaknya mulai diperkenalkan sejak Kota Kupang berinteraksi dengan dunia luar. Di dataran Timor, tak ada tradisi bercocok tanam tembakau, sebaliknya dengan cengkeh. Konteks tersebut menguat satu kesimpulan bahwa orang-orang di Kota Kupang memang tak mengenal rokok sebelum interaksi dengan bangsa luar terjalin.

Tapi pertanyaan kemudian hadir sejak tahun berapakah tradisi merokok itu ada? Jawaban ini memang belum bisa terjawab secara ilmiah. Akan tetapi dari beberapa penutur menyebutkan bahwa pernah mendapati kakek/nenek mereka menghisap rokok. Menariknya banyak dari penutur tersebut yang menyebutkan kakek/nenek mereka melinting sendiri dan bukan membeli produk jadi. Satu fakta yang menarik.

Perbincangan seru tersebut kemudian berlanjut dengan produk kretek apa yang populer dan disukai oleh Masyarakat Kota Kupang. Ternyata, mayoritas menyebut produk Gudang Garam yang paling mereka gemari. Beberapa di antara teman-teman yang saya ajak ngobrol menghisap Rokok Surya 16 atau Surya Pro Mild Merah. Saya sebagai penikmat Produk Djarum tentu menjadi minoritas di sana, tapi di sini asiknya perokok, toleransi itu tetap kuat dan perbedaan hanya dijadikan sebagai becandaan semata.

Jika terkait dengan kretek yang memiliki harga terjangkau, saya menemukan produk seperti Menara, Troy, Niko Nextion dan yang lain-lain. Akan tetapi saya tak mengetahui rokok dengan harga terjangkau mana yang diminati oleh masyarakat di sana.

Tak sadar saya telah menghisap berbatang-batang rokok dan dua gelas kopi saat nongkrong bareng bersama teman-teman di sana. Tujuh jam sudah kami berbicara tentang banyak hal dan kegiatan-kegiatan yang berbasis literasi dan sosial yang kini sedang tumbuh di Kota Kupang. Selalu menarik untuk mengunjungi kota ini dan belajar tentang banyak hal didalamnya.