OPINI

Kedepan, Cukai SKT dalam Ambang Kenaikan

Tidak hanya pabrikan, petani dan buruh, banyak konsumen yang merasa keberatan atas kenaikan cukai rokok berlaku tahun 2021 yang ditetapkan dengan rata-rata 12.5 persen secara kumulatif untuk sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) sajaSigaret kretek tangan (SKT) untuk tahun 2021 tidak naik. Artinya harga rokok SPM dan SKM dipasaran ke depan akan naik.  

Di sisi lain, dengan keadaan di atas, ada sebagian pabrikan yang merasa di untungkan. Tentunya yang pabrikan produksi SKTdi tahun depan masih bisa bernafas. Seakan-akan industri SKT mendapatkan perhatian pemerinah, dan itu salah. Karena kenaikan cukai SPM dan SKM hanyalah satu strategi pemerintah dan anti rokok sebagai win-win solusion masa pandemi. 

Hal ini bisa terbaca dengan jelas, ketika pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mengundur ketetapan untuk menaikkan cukai, dengan alasan masih dalam kajian yang mendalam. Memang benar, jika di cermati Sri Mulyani sebelum menetapkan cukai untuk naik, melakukan pertimbangan mendalam dampak ekonomi saat pandemi yang berefek ke segala lini jenis usaha termasuk sektor pertembakauan.  

Akan tetapi pertimbangan yang telah dilakukan hanyalah sebagai syarat saat pandemi. Karena pada dasarnya jauh-jauh hari Sri Mulyani telah menandatangani kesepakatan kerjasama dengan WHO yang di bungkus dalam rancangan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satunya sepakat untuk menanggulangi kenaikan perokok anak 

Di waktu lain Dirjen Bea Cukai, mengatakan menaikkan cukai rokok adalah satu-satunya strategi yang paling efektif untuk pengendalian peredaran rokok. Jadi sebenarnya kenaikan cukai rokok sangat sulit untuk dihadang dengan alasan apapun.  Karena pemegang kebijkan telah sepakat untuk cukai selalu naik tiap tahunnya. Bahkan perwakilan dari WHO meminta kenaikan cukai setinggi-tingginya.  

Faktanya demikian, walaupun masa pandemi covid 19 yang berdampak memperburuk semua pelaku ekonomi disemua sektor, Sri Mulyani tetap mengumumkan kenaikan cukai gak tanggung-tanggung di atas 10 persen untuk setiap golongan SPM dan SKM. Kemudian kalau diambil rata-rata kenaikannya hingga 12.5 persen. 

Untuk SKT terbebas dari kenaikan cukai di tahun ini hanyalah bersifat sementara. Supaya masih dianggap punya hati nurani menyelamatkan industri padat karya di masa pandemi covid 19. Akan tetapi kedepan, begitu vaksin covid 19 ditemukan dan diedarkan masyarakat luas, dan kemudian perekonomian Indonesia merangkak naik, cukai SKT diprediksikan akan juga dinaikkan. Walaupun kenaikannya masih di bawah SPM dan SKM. Keadaan ini harus diketahui para pelaku industri SKT kedepan.  

Kalaupun SKT bertahan bebas hingga beberapa tahun kedepan, dampak kenaikan cukai untuk SPM dan SKM akan terasa ke SKT jugaLogika asumsinya begini, cukai naik harga rokok pasti naik dan mahal. Tradisinya/biasanya konsumen mencari rokok harga murah. Artinya kelas rokoknya diturunkan. Dengan begitu pasaran rokok pemium melesu.  

Nah, akhirnya pabrikan memutar otak agar rokok laku. Salah satu strategi kadangkala konten rokok atau bahan rokok diturunkan sesuai kebutuhan –bisa satu level bisa lebih–. Artinya bahan yang digunakan kuwalitasnya dikurangi. Misal,biasanya pakai tembakau harga 60 per-Kg maka akan diturunkan grade yang harga 50 atau 40 per-kg –sesuai kebutuhan–. Atau lagi, pabrikan mengurangi penggunaan cengkeh, atau mencari cengkeh yang murah. 

Disinilah pabrikan rokok akan berlomba-lomba mencari bahan baku murah sesuai kemampuan. Selanjutnya barang yang berkualitas tidak terbeli atau terserap dengan baik. Keadaan seperti ini berulang-ulang yang kemudian barang berkuwalitas menumpuk. Pada akhirnya barang akan dilepas dengan harga murah, dan harga bahan menjadi jatuh. Bisa jadi terjadi pada tembakau, cengkeh, atau bahan lainnya.    

Pada pemasaran di lapangan juga akan terjadi persaingan ketat antar pabrikan, dan bisa terjadi pertengkaran. Setelah terjadi pertengkaran, pabrikan rokok mudah untuk diruntuhkan oleh pihak yang menginginkan. Hal-hal semacam ini bisa mungkin terjadi dan tidak bisa dihindari. 

Pada dasarnya semangat kenaikan cukai itu tidak lain untuk mengendalikan peredaran rokok dilapangan, baik  untuk SPM, SKM bahkan SKT. Tidak hanya itu, pengendaliannya juga tertuju terhadap bahan baku seperti tembakau dan cengkeh. Dengan kata lain, terjadi pembatasan terhadap masyarakat Indonesia yang ingin membuat rokok kretek, yang ingin menanam tembakau dan bahkan cengkeh.   

Dengan demikian, tidak naiknya cukai SKT di tahun inadalah kenaikan yang tertunda karena pandemi. Setelah pandemi covid 19 selesai, kemungkinan besar cukai SKT akan dinaikkan pemerintah. Karena pemerintah baik itu Kemenkeu sebagai penentu kebijakan, Dirjen Bea Cukai sebagai pelaksanan kebijakan dan anehnya Kementerian Kesehatan menjadi leading sektor permasalahan rokok, tidak berpihak terhadap petani tembakau, cengkeh dan pabrikan rokok nasional.  

Sebaliknya mereka—Kemenkeu, Dirjen Bea Cukai, Kemenkes– , lebih mementingkan kepentigan asing, dari pada membela kepentingan saudara setanah air dengan dasar amanat undang-undang dan kesehatan. Memang Undang-undang harus dilaksanakan, akan tetapi keberadaan undang-undang sengaja dibuat untuk melemahkan sektor pertembakauan atas intervensi asingBegitu juga masalah kesehatan suatu pekerjaan yang mulia, akan tetapi jika ditunggangi politik kepentingan akan merusak citra pekerjaan mulia itu sendiri.