OPINI

Surat Cinta untuk Ibu Sri Mulyani

Halo, Ibu Sri. Apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat, sejahtera dan menjalani hidup dengan situasi yang baik-baik saja. Apa Ibu Sri hari ini terbangun dari tidur dengan kondisi yang sama saja seperti hari-hari sebelumnya? Tidak terbangun karena mules ingin buang air besar atau sakit kepala karena terlalu banyak rapat di kementrian?

Ibu Sri, apa yang sebenarnya Ibu mau lakukan dengan merestui kenaikan cukai rokok tahun depan? Apakah ibu bermaksud menyejaterahkan beberapa elemen masyarakat yang menggantungkan harapan kepada industri hasil tembakau dan dengan kenaikan cukai mereka akan lebih bahagia tahun depan? Atau Ibu Sri sebenarnya sudah dibisiki sejak lama oleh orang-orang yang berkepentingan busuk di industri hasil tembakau ini supaya cukai naik saja dan mereka mendapatkan keuntungan sepihak yang tidak terbaca oleh masyarakat luas? Atau jangan-jangan Ibu sedang dalam situasi yang bikin pusing kepala karena berurusan dengan orang-orang di pemerintahan yang mendesak agar cukai terus naik di saat perekonomian sedang ambruk karena pandemi, tidak perduli masyarakat sedang merayap dengan lutut lecet tapi cukai harus tetap naik dan bisa cuan? Bukan Cuan Maharani ya, Bu.

Ibu Sri, di era Esbeye saya sebenarnya sempat mengidolakan Ibu lebih dari para netijen mengidolakan Tante Ernie atau Atien Simon di instagram. Ibu adalah seorang menteri yang keren menurut saya pada saat itu. Di tengah jalan saat sedang menjabat sebagai menteri lalu Ibu cabut ke luar negeri meninggalkan jabatan yang ada di Indonesia untuk posisi yang tidak kalah mentereng juga. Saya kagum melihat sosok Ibu saat itu. Tapi kok balik ke Indonesia malah jadi “ngehek” gini, Bu? Saya masih tidak percaya, sekuat apa bisikan orang-orang pemerintahan di sekitar Ibu saat ini, yang katanya sudah melakukan banyak pertimbangan sebelum pengambilan keputusan soal kenaikan cukai? Saya kecewa sekali, Bu. Lama-lama ibu bisa seperti orang-orang yang kebanyakan drama, mulai dari si gantung monas, si tiang listrik, si kabur sebentar lalu balik nutup bandara, si ketua persatuan bola sepak yang lama & baru dan sama-sama ga ada faedahnya juga. Saya tidak ingin Ibu seperti itu, jadi sampah berita di media.

Ibu Sri, apakah Ibu tahu kalau dengan naiknya cukai maka akan ada “tarif” baru yang otomatis muncul di level akar rumput? Atau Ibu sebenarnya tidak peduli?. Para penjual di pasar akan  mulai menaikkan harga dagangan mereka, para pemilik warung kelontong juga akan menyesuaikan kenaikan harga, para tenaga lepas seperti tukang bangunan, penyedot wc sampai penggali kuburuan juga butuh penyesuain harga baru demi memenuhi keperluan dapur mereka, penjual makanan kaki lima juga tidak ragu untuk ikut menaikkan harga. Sementara saya dan beberapa orang yang sedang memperbaiki keuangan pribadi yang carut marut sejak bulan april tahun ini akan kembali memutar otak untuk menata keuangan di tahun depan. Tapi banyak orang yang mungkin tidak seberuntung saya dalam hal “bertahan hidup” di negara dengan pemerintahan “ngehek” seperti ini. Saya tidak tahu nasib mereka akan seperti apa tahun depan, bisa bertahan atau malah melakukan hal-hal di luar nalar karena kepepet. Belum lagi dengan keputusan yang Ibu ambil, banyak buruh akan was-was menanti surat phk dari pabrik rokok tempat mereka bekerja, petani yang sudah tidak punya harapan besar menjual tembakau berkualitas karena daya serap pabrik rokok yang pasti menurun, perusahaan rokok kretek kecil di beberapa daerah yang akhir tahun ini sudah harus rapat besar untuk mengambil keputusan mau tutup atau tetap bertahan 1-2 tahun kedepan. Ibu sudah menghitung berapa ratus ribu orang atau bahkan jutaan orang yang terlibat di hulu-hilir industri hasil tembakau ini akan kena dampak kenaikan cukai, kan? Tidak sedikit, Bu.

Ibu Sri, seandainya saya seorang aktivis mungkin saya akan menginisasi sebuah gerakan besar menuju Jakarta untuk memprotes keputusan Ibu. Untungnya tidak, saya hanya seorang pekerja kreatif-biasa saja yang kadang dapat uang tambahan sebagai supir wisata 1-2 kali seminggu. Saya juga tidak bisa marah dan mengamuk di media sosial seperti orang kebanyakan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang “ngehek”, silahkan Ibu hitung berapa kali aksi massa terjadi sepanjang tahun 2020 karena pemerintahan kita yang seperti sekarang. Kenapa ibu tidak memilih untuk mengundurkan diri saja, menikmati hidup sebagai seorang ibu rumah tangga, membangun sebuah perusahaan kecil nan bahagia daripada harus berurusan dengan pemerintah dan orang-orang di belakangnya yang punya banyak mau?

Kalau Ibu tidak sengaja membaca tulisan ini maka mohon dimaklumi betapa berantakannya kalimat yang saya tuliskan untuk Ibu. Saya menulis ini karena kesal sekali dengan Ibu. Masih banyak kekesalan dan amarah orang lain yang akan terus Ibu lihat mulai hari ini, sebagian besar kemarahan itu muncul dari orang-orang yang terkena dampak dan beberapa sudah saya sebutkan di atas. Bu, kalau memang sudah tidak kuat, tinggalkan saja kementerian keuangan. Bikin usaha rumahan, jualan kripik ubi atau menulis buku juga bisa sejahtera kok. Ibu kan pasti pintar dalam membuat rencana bisnis. Pasti sukses.