logo boleh merokok putih 2

Dokter Gigi: Tidak Merokok Penyakitnya Rupa-rupa

dokter gigi merokok

Dokter juga manusia, tak apa jika ia merokok

Hampir tiap hari Kota Kretek Kudus diguyur hujan, pun begitu dengan kota lainnya. Hawanya menjadi dingin. Hawa seperti ini membuat tubuh yang kecapean akan cepat jatuh sakit. Ditambah lagi bisa jadi akan terserang virus covid dengan daya tubuh menurun.

Menjaga tubuh agar tidak kecapean dengan kondisi cuaca saat ini sangatlah penting. Istirahat cukup, tidur cukup juga penting untuk menjaga stamina, ditambah merokok bagi perokok agar otak rileks, tapi jangan kebanyakan, seperlunya saja. 

Sela-sela musim penghujan, sebelum tahun baru ada hari mulai pagi terlihat langit begitu cerah tanda hujan tak turun. Terlihat perlahan dan pasti matahari muncul. Alhamdulillah berguna untuk menjemur pakaian dan memperbaiki genteng yang bocor. Bergegas cepat mengeluarkan pakaian yang belum kering, kemudian ambil tangga dan naik mengontrol genteng yang bocor. 

Akhirnya ketahuan, walaupun sangat lama karena harus teliti satu persatu sembari mengurutkan sesuai bocornya di kamar. Ternyata ada satu mahkota genteng retak termakan usia. Cara memperbaikinya hanya dua pilihan di ganti baru atau ditambal pakai semen, hasil konsultasi dengan teman yang ahlinya. 

Diputuskan beli semen satu kilo gram dicampur air secukupnya, kemudian ditambahkan ke-bagian genteng yang retak. Tak terasa selesai dan waktu sholat dhuhur tiba, banyak adzan yang berkumandang. Turun, bersih-bersih, ambil air wudhu dan sembahyang. Selesainya langsung menuju kamar untuk istirahat, dan kebetulan langit masih bersahabat tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. 

Saat istirahat, ambil hp karena hampir kurang lebih lima jam dibiarkan di kamar. Setelah membuka hp ternyata ada telpon teman dari Jakarta yang tidak terjawab. Panggil saja ia Oni. Setelah kami tersambung di telepon, Oni mengabarkan jika ia sedang berada di Kudus, tepatnya di kedai kopi Jembangan yang terletak di lereng pegunungan Muria. 

Oni tidak sendiri, ia bersama temannya, Ari, seorang dokter gigi. Ari sedang mencari teman Kudusnya yang sudah beberapa puluh tahun tak bertemu. 

Kami putuskan bertemu di rumah temannya, di Desa Piji Kec. Dawe Kudus. Tak berselang lama, kami pun bertemu dan berbincang. Saya membatin dalam hati, apa benar si Ari ini seorang dokter. Sebab tampilannya nyentrik sekali. Rambutnya panjang, mengenakan pakaian kasual, dan merokok.

Selain tak percaya, dalam hati bertanya-tanya, walaupun ia seorang dokter kenapa begitu antusias ingin membincang pabrik rokok. Jangan-jangan ia mau mengintrogasi atau berdebat. Tapi tak apalah, di benakku teringat omongan kepala suku –teman di Yogyakarta—, ia bilang kalaupun ada selisih pendapat atau perbedaan yang penting ada diskusi berdasarkan data. Terlepas akhirnya sependapat atau tidak urusan nanti, paling tidak sudah ada komunikasi.

Sembari mengenalkan, Oni memberikan prolog tentangku ke Ari, “ini temenku si Udin.  Asli sini Kudus, barangkali bisa mencarikan temenmu yang los kontak lama, syukur kenal. Ia juga sedikit banyak tahu dan mengerti tentang pabrik rokok,” kurang lebih begitu prolog si Oni.

Aku menyambung prolog si Oni tersebut. Dengan sedikit basa-basi, aku membercandai apa yang dikatakan Oni. “engga, dok. Tau soal pabrik rokok juga asal-asalan aja.”

“Ah, tidak masalah, yang penting bisa ngobrol dengan orang asli Kudus saja saya sudah senang,” jawab Ari.

Dari obrolan kami, akhirnya aku tau siapa yang sedang dicari Dokter Ari ini. Seseorang yang ternyata tempat tinggalnya tidak jauh dari rumahku. Ialah Alex (bukan nama sebenarnya), seorang cucu dari pemilik pabrik rokok besar di Kudus sebelum Djarum. Sayangnya, setelah menuntaskan pendidikan di Jerman dan menikah, Alex tidak tinggal di Kudus lagi.

Aku menejelaskan kepada Dokter Ari, jika pabrik rokok milik mendiang leluhurnya kini telah tutup dan bangkrut. Alex yang Dokter Ari cari ternyata teman saat kuliah di Jerman sana. Ari sendiri kini seorang spesialis gigi.

Aku bertanya kepada Dokter Ari, kenapa ia merokok? Padahal hampir kebanyakan dokter, menganggap rokok itu pembunuh, jangankan mengisapnya, dekat saaja mikir-mikr.

Ia menjawab, “sebab bagiku kalau merokok sakitnya hanya paru-paru, kalau aku tidak merokok penyakitnya rupa-rupa, banyak sekali. Bisa stres, tidak fokus pekerjaannya, pikiran gak bisa terbuka, gak bisa ngobatin pasien, gak bisa praktek, gak dapat duit, gak bisa beli makan, pokoknya banyak lah penyakit yang akan datang kalau gak merokok itu.”  

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).