sri mulyani
OPINI

Janji Sri Mulyani Berikan 50 Persen Dana Cukai ke Petani, Skemanya Mana Ya?

Setelah mengumumkan kenaikan cukai rokok tahun 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani menginformasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) 50 % akan diberikan ke petani. Informasi ini disampaikan saat konferensi pers virtual akhir tahun 2020, tepatnyaSenin, 21 Desember 2019. 

Selain itu, Ibu Menkeu mengumumkan di tahun depan total alokasi DBH-CHT mencapai Rp.3.47 triliun yang akan dibagi ke 28 Provinsi. Jadi sekitar 1.73 triliun akan dirasakan oleh petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Sisanya, 25 persen akan dialokasikan pada sektor kesehatan, misalnya untuk pembayaran BPJS kesehatan. 

Sisanya yang terakhir, 25 persen akan dialokasikan untuk penegak hukum –law enforcement—yang terkait dengan peredaran rokok ilegal. 

Di waktu selanjutnya, pada 11 Januari 2021 CNN Indonesia memberitakan, untuk alokasi DBH-CHT di tahun 2021 sebesar 3.47 triliun disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 230/PMK.07/2020 tentang Rincian DBH-CHT Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2021. 

Alokasi DBH-CHT diberitakan meningkat tipis diangka 0.28 persen jika dibanding tahun lalu yang hanya 3. 46 triliun. Kenaikan ini tidak sebanding lurus dengan diberlakukannya kenaikan tarif cukai rokok hingga 12.5 persen di tahun 2021.

Menkeu dalam menginformasikan alokasi cukai melalui bagi hasil yang diberikan ke daerah di atas mengaburkan informasi, seakan-akan 50 persen untuk petani dan buruh industri rokok, 25 persen untuk BPJS, dan 25 untuk penegakan hukum.   

Ketentuan PMK nomor 230 tahun 2020 belum secara rigid mengatur skema 50 persen untuk petani tembakau/cengkeh dan buruh industri. Justru dalam PMK tersebut hanya mengatur pembagian alokasi DBH-CHT ke wilayah provinsi-provinsi. Di mana Jawa Timur kembali menjadi daerah yang mendapatkan alokasi tertinggi yaitu Rp 1.93 triliun dan terendah adalah provinsi Kalimantan Tengah hanya mendapatkan Rp 26 ribu. 

Jika dilihat dari UU cukai, alokasi Rp.3.47 triliun yang diberikan ke daerah itu hanyalah 2 persen dari pendapatan pungungat cukai keseluruhan. Sedangkan sisanya 98 persen, Kemenkeu tidak menjelaskan secara detail dimasukkan kemana dan digunakan untuk apa.  

Pada intinya hasil pungutan cukai sebesar 98 persen –sisa dari 2 persen yang dibagikan ke daerah– masih berada di kantong Kemenkeu. Tentang aplikasinya tidak pernah sama sekali diinfokan secara detail. Sedangkan Undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah tidak mencantumkan pendapatan negara dari cukai hasil tembakau sebagai salah satu sumber Dana Bagi Hasil. 

Bunyi ketentuan pembagian alokasi DBH-CHT telah diatur Pada Undang-undang cukai pasal 66 huruf A, yaitu: 

1). Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 persen yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.

2). Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagai dimaksud ayat (1) ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan.

3). Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.

4). Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi 30 persen untuk provinsi penghasil, 40 persen untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30 persen untuk kabupaten/kota lainnya.

Kalau memang sungguh-sungguh, harusnya Kemenkeu menerbitkan aturan penggunaan alokasi dana cukai yang 50 persen untuk petani dan buruh industri dengan skema yang jelas.

Paling tidak Kemenkeu membuat buku petunjuk teknis yang jelas untuk alokasi 50 persen tersebut yang khusus untuk petani dan buruh industri. 

Jangan-jangan alokasi 50 persen untuk petani dan buruh industri seperti halnya untuk pembiayaan banyak program seperti yang sudah berjalan dengan program peralihan. Seperti pembiayaan program peralihan menanam tembakau di ganti dengan menanam kopi atau tanaman lainnya. Pada sektor industri, terdapat program pelatihan keterampilan lain diluar ketrampilan yang dibutuhkan industri rokok.  

Juga, jangan sampai sama halnya apa yang pernah terjadi dalam mengatur penggunaan aloksi DBH-CHT secara umum yang tertulis pada pasal 66 huruf A NO 1 Undang-undang cukai, dengan pembatasan lima peruntukan. 

Ujungnya, dari pembatasan lima peruntukan tersebut, pengguna anggaran yang terbanyak adalah pembinaan lingkungan sosial. Dari klausul pembinaan lingkungan sosial, terbesar pengguna anggaran untuk kesehatan. Dan celakanya dari kesehatan juga untuk pembiayaan kampanye anti rokok dengan rupa-rupa program.