rokok ketengan
REVIEW

Panjang Umur Segenap ‘Tongkrongan’ yang Menjual Rokok Ketengan

Warung-warung yang menjual rokok ketengan selalu menawarkan keramahan.

Sebagai salah satu pria biasa-biasa saja tapi kadang digandrungi wanita, dan sebagai orang yang cukup berpengalaman dalam urusan tongkrongan kuliner, saya termasuk orang yang dapat menilai sebuah  tempat layak dikunjungi atau tidak. 

Variabel penelitiannya banyak kalau mau disebutkan satu-persatu, mulai dari akses menuju lokasi, transportasi apa yang bisa digunakan, ada lokasi parkir atau tidak, buka sampai malam atau hanya buka di jam tertentu. Banyak, puluhan variabel penilaiannya dan ga akan cukup kalau saya tulis di sini.

Kita ambil saja variabel penilaian dari hal yang paling sederhana dan mungkin nyaris setiap hari dialami semua orang; ketersediaan dan varian rokok ketengan.

Kita mulai dari warteg, warung makan ala warteg atau yang mirip seperti warteg-warteg di Jakarta pada umumnya. Kalau warteg tersebut menyediakan minimal 5 merek rokok ketengan seperti Djarsup, Surya, Garpit, Samsu, A Mild dan Marlboro, maka bisa dipastikan di warteg tersebut ada minimal 4 macam menu lauk favorit, 5-6 menu pendamping seperti sayuran atau minuman andalan olahan sendiri maupun minuman sachet populer. 

Perokok Djarsup dan Surya yang makan di situ bisa dipastikan datang sebagai konsumen lapar yang tujuan utamanya untuk mengisi perut dan tidak perlu berlama-lama berada di warteg. Perokok Samsu datang sebagai orang yang ingin makan sekaligus menghabiskan waktu lebih banyak untuk sekedar menunggu jam istirahat selesai atau kebetulan ada teman yang ingin mengobrol sekaligus makan bersama, yang dilanjutkan dengan 1 gelas kopi sebelum obrolan ditutup. Warteg memang bukan tempat ideal untuk nongkrong, tapi bisa jadi tempat alternatif untuk janjian di tengah terik matahari siang atau sarapan pagi buta saat warung lain belum siap saji.

Bergeser ke Burjo (sebutan untuk orang-orang yang lama tinggal di Jogja) atau Warkop, sebutan yang muncul dari mulut orang-orang daerah yang kelamaan tinggal di Jakarta. Hehe.

Burjo yang menjual rokok ketengan dengan 5-7 merek rokok ketengan bisa dipastikan punya olahan menu makanan yang baik, mulai dari cara masak mie instan yang pas dan tidak kematengan, pilihan minuman sachet yang beragam, tempat cukup bersih dan nyaman, punya gorengan yang hangat dan beragam, buka 24 jam, sering didatangi oleh Mbak-mbak dari kost putri sekitar, harga yang relatif murah, punya TV yang bisa dipakai nobar sepakbola sampai penjualnya yang sok akrab alih-alih mau ramah ke pembeli. 

Di burjo, khususnya jogja tidak ada keharusan mau datang dengan rapi, menggunakan baju tidur, kemeja dan berdasi, tank top, celana pendek, setengah sadar atau pulang ibadah, semua orang boleh datang ke burjo, bahkan hanya untuk mampir beli rokok ketengan favorit. 

Para pemilik burjo saat ini sadar betul bahwa dengan menjual macam-macam merek rokok ketengan adalah salah satu jalan menabung cuan, itu kenapa di beberapa burjo ada merek rokok yang tidak lazim dijual eceran bisa ditemukan, contoh seperti Samsu, Magnum Blue, GG Signature Hitam, Esse Shuffle, Dunhill Black, Surya Pro Merah atau MLD Putih/MLD Bold. Kalau salah satu merek tidak laku, bulan depan R&D burjo akan melakukan rapat bulanan di dapur mereka sebelum belanja stok bulanan ke warung kelontong.

Lanjut ke angkringan. Sebentar, yang kalian bayangkan ini angkringan seperti apa? Angkringan Kopi Joss seperti Pak Wik atau Lek Man di seputaran Tugu Jogja? Bukan. Yang saya maksud di sini angkringan gerobak yang pakai roda, parkir lapaknya kadang di pojokan jalan, di bawah gardu listrik, di depan salon & spa, di belakang pos polisi atau bahkan di trotoar depan gedung DPRD. Bentuknya pake gerobak dengan tatakan/meja kecil mengelilingi gerobak untuk digunakan pembeli sebagai meja tempat mereka makan dan pembeli berhadapan langsung dengan lauk, cemilan dan penjualnya yang sesekali curi pandang melihat kita makan. 

Angkringan seperti ini yang menjual rokok ketengan sampai 5-6 macam merek bisa dipastikan sebagai angkringan yang memiliki rasa Teh dan Jahe yang enak, nasi kucing olahan sendiri dengan sambal teri yang pedas dan gurih, kepala ayam yang tidak hanya sebesar jempol tangan orang dewasa dan pilihan sate yang banyak. 

Biasanya angkringan ini wajib memiliki stok rokok ketengan SKT, yang paling populer adalah SKT Merek Samsu, 76 atau Gurame. 3 merek rokok ini biasanya dipilih sebagai teman ngobrol cukup panjang di angkringan, dengan siapapun, bahkan saat kita kesepian dan butuh teman ngobrol maka penjual angkringan akan dengan senang hati menemani kita, syaratnya dagangannya harus dibeli. 

Di angkringan model begini juga interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal lahir dan kadang menghasilkan pembicaraan menarik, ringan, receh tapi menyenangkan. Kebanyakan orang yang datang lalu nongkrong kesini adalah orang-orang yang sudah siap dengan bahan obrolan masing-masing, selain makan dan nongkrong, obrolan adalah salah satu yang dicari para pembeli dengan datang ke angkringan. Memang tidak semua, ada beberapa yang hanya menjadi pendengar dan hanya menganggukkan kepala tiap kali mendengar pembicaraan orang lain.

Di tempat-tempat itu pula seringkali kita datang dengan tulus, entah mau makan, santai menghabiskan segelas kopi sambil sebats, sekedar mampir bertemu teman sambil menghabiskan segelas es teh, tidak memikirkan wifi atau paket data yang habis, bulan tua atau bulan muda, sudah mandi atau belum, punya rokok sebungkus atau harus beli eceran, dan tanpa harus memikirkan sedang menggunakan seragam apa. Mungkin itu sebabnya tempat-tempat seperti itu lebih lancar rezekinya karena yang datang juga orang-orang yang “legowo” dan tidak bertele-tele. Selamat berakhir pekan di tengah riuh drama sinovac.