Bicara masalah industri pasti menyisakan yang namanya limbah, baik padat maupun cair, begitu juga industri rokok. Namun perlu diketahui limbah pabrik rokok di Kudus rata-rata dimanfaatkan kembali.
Industri rokok adalah tempat pengolahan bahan yang kemudian menjadi barang dinamakan rokok. Bahan dasar membuat rokok kretek non filter tidak lain tembakau, cengkeh, papier (kertas pembungkus), dan lem terbuat dari tepung ketela (tepung kanji).
Bahan rokok kretek filter ditambah namanya gabus penyaring yang terbuat dari serat tumbuhan aseto, yaitu sejenis tumbuhan padi-padian yang hidup lebih subur di daratan eropa. Apalagi saat musim salju tumbuhan aseto banyak dijumpai. Pengolahannya dicampur dengan bahan silikon yang food grade (dapat dikonsumsi tubuh)
Gabus filter ini, industri rokok terima jadi dari perusahaan filter. Artinya, gabus filter tidak diproduksi sendiri oleh industri rokok.
Dari bahan utama rokok filter maupun non filter saat diproduksi tidak dipungkiri akan menyisakan bahan yang disebut limbah. Limbah sisa produksi ini, setiap industri pasti dikumpulkan, karena masih bisa dimanfaatkan lagi dan bahkan di cari orang.
Di Kudus, sisa produksi tembakau dan cengkeh yang telah diolah dinamai “jengkok” bagi pabrikan besar tetap dikumpulkan, ada yang dikirim ke pabrik kertas didaur ulang menjadi kertas pembungkus rokok berwarna coklat.
Ada juga yang memang ditunggu dan dibeli pabrikan kecil. Biasanya diolah lagi menjadi rokok murahan. Karena sisa pabrikan besar kualitas olahan tembakau dan cengkeh terjamin, dan bahan utama (tembakau & cengkeh) pun yang bagus.
Sedikit cerita, sebelum ada inovasi daur ulang menjadi kertas. Limbah industri rokok besar paling dicari orang bahkan sampai rebutan. Banyak orang memanfaatkannya lagi, dan bermacam, kata Sutopo warga desa Papringan Kaliwungu Kudus.
Sutopo bersama istrinya ini sampai sekarang masih berburu sisa/limbah industri rokok besar. Pengakuannya, namanya limbah barangnya campuran harganya murang. Setelah dipilih dan dijual kembali, keuntungan yang didapat berlimpah.
Ambil contoh limbah olahan tembakau dan cengkeh (jengkok) dipilih diklasifikasikan yang agak utuh dan bagus biasanya diambil industri rokok paling kecil sebagai campuran olahan bahan rokoknya. Tapi juga terkadang yang hancur pun ikut terbeli. Tujuannya, supaya aroma dan bau sedap di dapat.
Kalau yang hancur tidak terbeli, biasanya dibeli oleh pengrajin batu bata sebagai campuran olahan tanahnya. Hasil olahan tanah dicampur dengan jengkol konon menghasilkan bata yang bagus. Pembakaran sempurna sampai tanah bagian dalam bata, hasil batu batanya berbunyi “sring” saat di diadu sesama bata, sebagai pertanda bata kualitas wahid dan tidak mudah patah.
Limbah lainnya yang dibeli Sutopo seperti karung / tempat penyimpanan bahan lainnya juga demikian, dipilih dan dipilah. Yang bagus harganya agak mahal, yang jelek harganya murah. Dan sudah ada pembelinya sendiri.
Pengakuan Sutopo, ia tidak susah-susah menjual limbah hasil industri rokok, semuanya laku. Bahkan ia sering ditanya para bakul soal limbah rokok, kapan ada lagi. Bagi Sutopo limbah industri rokok ini sebagai keberkahan tersendiri.
Ternyata pelaku pembeli limbah industri rokok ini banyak sekali di Kudus. Bahkan mereka saling berebut dan saling bom-boman harga, untuk dapat barangnya. Siapa cepat, siapa berani tinggi, dia yang dapat, kata Sutopo.
Setelah industri rokok besar limbahnya di kirim ke daur ulang kertas, Sutopo mengakui pendapatannya turun drastis. Awalnya, tiap bulan, ia dapat keuntungan berkisar lima-sembilan juta rupiah, sekarang hanya berkisar dua hingga lima juta rupiah per bulan.
Limbah padat industri rokok di Kudus berupa apapun, semuanya tidak ada yang terbuang sia-sia. Bahkan memberikan manfaat bagi banyak orang.
Di Kudus, limbah cairan dari industri rokok tidak ada yang berbahaya bagi lingkungan pada umumnya. Limbah cairan berupa air MCK, seperti halnya tiap rumah warga. Walaupun begitu industri rokok di Kudus tetap mengelola limbah dengan baik.
Sistem pengelolaannya di buatkan tampungan minimal 3 sap sesuai aturan pemerintah. Bahkan industri besar di Kudus rata-rata tampungan air dibuatkan bak besar dan bersap-sap (tidak hanya tiga), hingga air yang keluar dari bak tampungan terakhir sangat bersih dan jernih.
Air yang keluar dari bak tampungan terakhir dari industri besar ini tidak serta merta di alirkan ke sungai, justru dimanfaatkan untuk budidaya ikan pemancingan dan dimanfaatkan oleh karyawan. Selain itu, air kolam ini juga dipergunakan untuk menyiram tanaman penghijauan di sekitar industri.
Lanjut lagi, limbah padat pada tampungan pertama diolah menjadi pupuk organik dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk tanaman penghijauan. Limbah padat ini lebih banyak berupa kotoran manusia.
Lain halnya limbah, masyarakat di Kudus terbiasa dengan bau olahan tembakau dan cengkeh di sekitar industri, dengan aroma sedap dan segar. Dan itu sudah sewajarnya, seperti halnya industri-industri lain dan pabrik-pabrik lain. Ambil contoh, di sekitar pabrik sepatu maka baunya lem dan bau pakai sepatu terasa. Di sekitar pabrik produk tahu dan tempe bau olahan kedelai yang terasa, dan industri-industri lain pun demikian.
Jadi, limbah atau polusi dari industri rokok kretek pada dasarnya tidak ada yang tidak bermanfaat, tidak ada yang terbuang sia-sia. Sifat limbah industri tergolong biasa saja, tidak ada yang membahayakan bagi masyarakat, justru sebaliknya.
Masalah yang terberat di Industri rokok skala besar biasanya pada pengelolaan limbah MCK, karena mempunyai ratusan bahkan ribuan karyawan. Namun, jika mengikuti aturan AMDAL yang dikeluarkan pemerintah, pastinya tidak akan berdampak negatif pada lingkungan. Dan apabila dikelola dengan baik dan benar, justru bermanfaat seperti di salah satu pengelolaan limbah cair Industri rokok PT. Djarum di Kudus.