kudus kota kretek
PabrikanREVIEW

Gerbang Kretek Kota Kudus: Paduan Religiusitas dan Kedaulatan Industri

Di wilayah ujung barat Kota Kudus, berbatas langsung dengan Demak bagian Timur, berdiri kokoh stainless steel berbentuk daun tembakau. Bangunan ini, biasa orang menyebutnya Gerbang Kretek Kota Kudus (GKKK/GK3). Gerbang ini seakan ingin menegaskan, bahwa Kudus adalah sebenar-benarnya Kota Kretek.

Gerbang dibangun pemerintah daerah dengan didukung penuh oleh PT Djarum salah satu industri rokok terbesar di Kudus. Sudah sewajarnya PT Djarum Kudus melakukan dukungan penuh atas bangunan gerbang tersebut. 

Mungkin yang dilakukan PT Djarum tersebut bertujuan mengenang kekhasan Kota Kudus dan dan mengenang sejarah Kota Kudus. Walaupun Kudus kota kecil, akan tetapi terdapat dua makam Sunan diyakini masyarakat luas berada di Kota Kudus, yaitu Kanjeng Sunan Kudus Sayyid Ja’far Shodiq dan Kanjeng Sunan Muria. 

Mereka berdua merupakan sosok waliyullah penyebar agama Islam di daerah Pantura. Jadi sudah wajar di Kudus banyak sekali pesantren dengan keragaman yang diajarkan. Ada pesantren thoriqoh, ada pesantren berbasis kajian fiqih –perilaku hukum agama–, ada kajian khusus ilmu Qur’an serta tafsirnya dan lain sebagainya.

Keberadaan makam Sunan Kudus berada di area makam sebelah barat bangunan Menara Kudus, tidak jauh dari alun-alun Kabupaten Kudus. Sedangkan makam Sunan Muria berada di pegunungan Muria ujung utara Kota Kudus. Baik makam Sunan Kudus dan makam Sunan Muria menjadi destinasi tersendiri dalam wisata religi. 

Keberadaan Sunan Kudus, Sunan Muria serta banyaknya keberadaan pesantren menjadikan Kudus mendapat julukan kota santri dari dulu hingga sekarang. Walaupun kota santri sebetulnya bukan penamaan khusus bagi kota Kudus. Banyak kota-kota lain juga mendapatkan julukan tersebut, dengan berbasis banyaknya bangunan pesantren sebagai tempat belajar agama Islam, seperti halnya daerah-daerah di Jawa Timur. 

Namun penamaan kota santri untuk Kudus lebih kuat dibanding kota lainnya. Kekuatannya pada bangunan menara Kudus di samping Masjid al-Aqsa Kudus, yang didirikan Sunan Kudus. Bangunan Menara hingga sekarang terlihat megah dan terawat. Yang konon dibangun Sunan Kudus dengan nuansa toleransi umat beragama, dilihat dari bentuk bangunannya yang menggabungkan nuansa Hindu-Islam. 

Sampai sekarang Menara Kudus difungsikan mengundang umat Islam untuk ibadah. Dahulu sebelum menjamurnya alat pengeras suara, menara digunakan selain menabuh bedug juga suara adzan. Sekarang hanya difungsikan menabuh bedug penanda waktu ibadah bagi umat Islam tiba. 

Lain itu, banyak cerita bahwa semasa penjajahan salah satu pesantren yang masih berdiri tegak dan eksis dalam mengajarkan agama ada di sekitar Menara Kudus tepatnya di desa Damaran, Kecamatan Kota. Pesantren inilah yang dahulu pernah disinggahi KH. Sholeh Darat hingga dua kali untuk memperdalam agama Islam sebelum hijrah ke Timur Tengah. 

Selain keberadaan makam Sunan Kudus dan Sunan Muria, di bagian timur Kota Kudus terdapat banyak makam yang konon dari keturunan Kerajaan Mataram Kuno –Solo—yang mengasingkan diri untuk lebih menyiarkan agama Islam ke daerah pelosok pantura. 

Nama-nama keturunan Kerajaan Mataram Kuno tersebut, diantaranya Simbah Suryo Kusumo makamnya di desa Mejobo Kecamatan Mejobo dan saudaranya bernama Pangeran Puger makamnya di Desa Demaan Kecamatan Kota dekat alun-alun simpang tuju, dan panglima perang bernama Sewo Negoro makamnya di area pemakaman umum Kauman Kecamatn Jekulo.

Siapa yang Menguasai Kudus, Menguasai Jawa Tengah

kudus religius kretek

Kudus tempo dulu. (foto: wikipedia.org

Dari dulu sebelum bernama Kudus, wilayahnya sangat membuat penasaran banyak orang, tidak terkecuali Kiai Telingsing dari Tiongkok dan Syaikh Muhammad Rodli dari Timur Tengah. Kiai Telingsing ini konon menjadi salah satu guru dari Sunan Kudus dalam hal strategi. Sedang Syaikh Muhammad Rodli sebagai ulama’ Wahabi yang diminta oleh pihak penjajah –Belanda—untuk melobi para ulama’ Nusantara, walaupun akhirnya tidak berhasil. 

Namun dalam perjalanan ceritanya, Syaikh Muhammad Rodli memilih di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, yang kemudian menjatuhkan pilihannya bertempat tinggal di dukuh Ngledok Desa Demaan Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Pemilihan tempat tinggal bukan tanpa alasan, melainkan Kudus menjadi basis agama Islam dan basis ekonomi di Jawa Tengah dan Yogyakarta Saat itu sekitar tahun 1924—setelah tergulingnya Kerajaan Sunni di Saudi–. 

Bahkan KH Sya’roni Ahmadi pernah menceritakan cerita gurunya, bahwa dahulu kunci menguasai Jawa Tengah itu Kudus, siapa bisa menguasai Kudus akan menguasai Jawa Tengah, sebab selain sebagai kiblat agama, juga sebagai basis perdagangan, salah satunya tembakau. Jadi zaman dulu para Kiai di Indonesia banyak yang berdagang tembakau dan rokok yang berkiblat ke Kudus.

Cerita KH Sya’roni Ahmadi tersebut selaras dengan banyak cerita yang beredar di masyarakat dan catatan beberapa literatur. Bahwa perdagangan tembakau terbesar di Nusantara bahkan terkenal di dunia dahulu berada di pasar sebelah timur Menara Kudus. Jadi sudah sewajarnya ketika penemu rokok kretek di abad 19 dan raja rokok kretek berasal dari sekitar Menara Kudus. Mereka adalah H. Djamhari dan H. Nitisemito, sehingga sekarang Kudus terkenal kota kretek.

Sudah sepantasnya julukan kota kretek melekat pada kota Kudus. Sangat benar, jika Pemerintah Daerah didukung PT Djarum membangun gerbang yang menggambarkan kekhasan kota kudus. Unsur-unsur Gerbang Kudus Kota Kretek meliputi, bagian atas berbentuk daun tembakau dengan jumlah jari-jari dalam daunnya 59 punya makna angka 5 lambang rukun Islam dan angka 9 walisongo. 

Bagian tiang yang menopang daun tembakau berbentuk pohon cengkeh berjumlah 4 melambangkan empat pilar kebangsaan yaitu; Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Bahan utamanya memakai besi stainless steel simbol dari kota industri, kokoh sepanjang masa. Kokoh dari nuansa ekonominya, kokoh religiusitasnya, kokok dalam kehidupan masyarakat yang harmonis walaupun beda agama, serta kokoh dalam menjaga keutuhan umat dan keutuhan NKRI.