rokok ilegal
REVIEW

Kenaikan Cukai Menjadi Bumerang, Peredaran Rokok Ilegal Meningkat

Salah satunya adalah meningkatnya peredaran rokok ilegal.

Kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok memicu berbagai polemik. Protes bermunculan, mulai dari petani, buruh hingga asosiasi pabrikan. Di masa pandemi seperti ini, pemerintah seharusnya menstimulasi sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) bukannya malah membebani dengan menaikkan tarif cukai, akibatnya kini menimbulkan efek domino yang signifikan. Salah satunya adalah meningkatnya peredaran rokok ilegal.

Meningkatnya peredaran rokok ilegal pemicu utamanya adalah kenaikan tarif cukai rokok. Dengan naiknya tarif cukai, maka harga jual eceran yang diperoleh konsumen semakin mahal. Hal inilah yang membuat masyarakat memilih rokok ilegal yang harganya lebih murah. Istilahnya yang penting tetap ngebul.

Produsen rokok ilegal melihat peluang permintaan yang tinggi dari masyarakat, sehingga produksi rokok ilegal meningkat tajam, distribusinya pun tak malu-malu, semakin meluas merambah dari desa hingga kota. 

Peredaran rokok ilegal pada tahun 2020 tercatat meningkat tajam menjadi 4,9%. Bila dibandingkan setahun sebelumnya tentu itu harus menjadi perhatian khusus, karena angkanya di 2019 hanya 3%. Bahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sangat sadar kenaikan cukai rokok yang tinggi bisa mendorong orang berbuat curang untuk membuat rokok ilegal.

rokok ilegal semakin tinggi

Bea Cukai mendisplay rokok ilegal. Foto: bisnis.com

Kekhawatiran ini sudah terjadi di lapangan. Adapun, pelanggaran hasil tembakau dengan modus yang dilekati pita cukai palsu ini adalah sebesar 0,36% dari total peredaran rokok di Indonesia.

Berdasarkan data resmi Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa kerugian negara akibat Barang Hasil Penindakan (BHP) rokok ilegal diperkirakan mencapai Rp 339,18 miliar per November 2020.

Nilai ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp 247,64 miliar.

Data tersebut diperkuat dengan Hasil Studi Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB Universitas Brawijaya mengenai rokok ilegal yang menyebutkan, secara umum kenaikan harga rokok dapat menyebabkan kenaikan volume peredaran rokok ilegal hingga 8%. 

Selain itu, kenaikan harga rokok juga menyebabkan turunnya volume produksi rokok legal. Jika volume produksi rokok ilegal menurun, maka akan ada peningkatan volume peredaran rokok ilegal hingga 59%.

Kenaikan harga rokok terutama pada jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang berada di golongan II lebih besar memberikan dampak terhadap peningkatan peredaran volume rokok ilegal hingga 50%, dibandingkan dengan kenaikan harga rokok secara umum. Dengan kata lain, 8% kenaikan peredaran rokok ilegal, sebesar 50% disumbang dari kenaikan harga rokok golongan II. 

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peredaran rokok ilegal meningkat ketika harga rokok legal terus naik dan semakin tidak terjangkau oleh konsumen. Kenaikan harga rokok juga tidak efektif menurunkan jumlah konsumsi rokok karena konsumen rokok akan lebih memilih berpindah pada rokok ilegal.