logika antirokok
OPINI

“Kekerasan Perempuan Sebab Adiksi Rokok”, Logika Tolol yang Dipelihara Antirokok

Framing terjadinya korelasi kekerasan terhadap perempuan di balik adiksi rokok hanya mengada-ada. Perokok itu orangnya rileks bahkan penyabar. Minim bukti kalau perokok itu orangnya keras. 

Justru terjadi pengekangan dan kekerasan terjadi terhadap perokok jika dilarang keras merokok. Merokok itu pilihan untuk relaksasi, bukan untuk kekerasan. Dengan merokok, si perokok akan merasa tenang. 

Sama saja orang yang lapar dan haus dilarang makan dan minum. Orang akan gusrah, gelisah, bahkan marah  dengan keadaan lapar ataupun haus. Pastinya orang bisa makan dan minum lebih tenang daripada orang yang lapar dan haus.

Di sini, apakah nasi dan minuman termasuk zat adiktif? Tentu tidak. Pasti kalau ada yang mengatakan demikian, akan dihujat banyak orang. Jadi kalau rokok masuk dalam kategori zat adiktif adalah logika sesat. Apalagi keberadaan perokok menjadi keras dan temperamen menjadi sesat logika. 

Jangan di justis merokok itu hanya aktivitas kaum laki-laki, kaum perempuan pun banyak yang merokok. Hanya gara-gara banyak perempuan merokok di tempat hiburan, kemudian setiap perempuan yang merokok dianggap negatif dan nakal. Ini tidak fair. Banyak sekali perempuan nakal yang tidak merokok di tempat hiburan. Begitu juga banyak laki-laki nakal yang tidak merokok. 

Kalau memang loginya begitu sah dong kalau dibalik. Perempuan yang tidak merokok itu nakal, kalau laki-laki yang tidak merokok itu keras. Karena faktanya demikian, banyak orang nakal, orang yang keras yang tidak merokok. Banyak kekerasan rumah tangga dilakukan orang yang tidak merokok. 

Logika yang dibangun antirokok sangat aneh. Nyata-nyata aktivitas merokok tidak ada korelasinya dengan kekerasan, tetap saja dihubungkan dan dicari benang merahnya. 

Walaupun terjadi kekerasan dilakukan perokok, itu hanyalah kebetulan. Bisa dipastikan bukan karena rokok, tetapi karena faktor x, bisa jadi gara-gara ekonomi, bisa jadi punya darah tinggi, bahkan bisa jadi gara-gara ada pelakor dan pebinor. 

Sebaliknya, kekerasan yang dilakukan orang yang tidak merokok bisa jadi karena tidak merokok. Orang yang tidak merokok bisa jadi labil, tidak rileks, pusing karena banyak pekerjaan dan tidak ada obat pelampiasan. 

perempuan melinting

Rata-rata orang yang tidak merokok, relaksasi dan rekreasinya membutuhkan banyak dana, minimal saat bosan, pusing atau gelisah harus keluar dari rumah. Kalau dipaksakan diam di rumah, pasti pelampiasannya marah pada apa yang disekelilingnya. Kalau ada orang disampingnya, yang dimarahi orangnya, kalau hanya ada barang yang dimarahi barangnya. 

Beda dengan perokok, saat bosan mengerjakan sesuatu, saat pusing, saat pikiran buntu, saat mencari ide-ide kreatif cukup dengan merokok sebatang dua batang di sela-sela aktivitasnya. Dan hanya membutuhkan paling mahal lima ribu rupiah untuk mengatasi kesuntukan. 

Merokok itu aktivitas relaksasi dan rekreasi paling murah, efektif dan efisien. Dibanding dengan datang ke tempat relaksasi dan ketempat wisata. 

Merokok itu aktivitas legal, jika dilarang sama saja melakukan kekerasan dan pengekangan terhadap perokok . Perokok laki-laki dan perempuan itu statusnya sama. Tidak ada perokok itu status negatif dan nakal bagi laki-laki maupun perempuan. 

Memang rokok itu mengandung zat nikotin dan tar. Pada zat nikotin ahli farmakologi atau ilmuwan kesehatan berpendapat banyak manfaat bahkan untuk terapi dan pengobatan. Begitu juga kandungan zat tarnya. 

Dari beberapa hasil penelitian, nikotin mengandung zat yang bisa meringankan rasa nyeri, meringankan kegelisahan dan meringankan kegelisahan secara alami. Nikotin juga mengandung zat yang bisa meningkatkan konsentrasi, membantu meringankan derita akibat skizofrenia akut, sindrom tourette, parkinson dan alzheimer. 

Sudah sewajarnya dengan banyak manfaat, nikotin menjadi bahan rebutan antara industri farmasi dan industri rokok. Tentunya,berani beli mahal yang menang.