Pemanfaatan tembakau di bidang kesehatan telah dilakukan sejak berabad-abad lalu. Dari masa ke masa, pemanfaatannya semakin luas dilakukan. Dalam banyak penelitian, tembakau terbukti dapat digunakan dalam mengatasi berbagai penyakit. Meskipun tanaman ini selalu distigmakan membawa penyakit, namun faktanya tembakau dapat dimanfaatkan untuk kesehatan.
Sejarah tembakau di mulai pertama kali tahun 1492 ketika Christopher Columbus, yang berasal dari Eropa, menemukan benua Amerika dan mendapati penduduk asli Amerika itu menggunakan tembakau untuk keperluan ritual kepercayaan seperti memuja dewa atau roh. Columbus berspekulasi mengenai pemanfaatan bubuk dari daun tembakau yang dihisap dapat menghilangkan kesadaran sehingga dimanfaatkan untuk keperluan anestesi pada pelaksanaan operasi yang pada saat itu sering dilakukan.
Beberapa awak kapal Columbus menemukan bahwa penduduk asli Kuba dan Haiti membakar obor yang di dalamnya terdapat daun tembakau dengan tujuan untuk desinfektan serta pemanfaatannya untuk menghalau beberapa penyakit dan rasa lelah.
Seorang berkebangsaan Portugis, Pedro Alvares Cabral, pada tahun 1500 menemukan kebiasaan orang Brazil menggunakan betum (penyebutan tembakau di Brazil) untuk mengobati nyeri, polip, fistula, borok, dan beberapa gangguan kesehatan lain.
Pada tahun yang sama, Nino dan Guerra mendapati warga asli Amerika menggunakan tembakau dicampur dengan buah limau atau kapur sebagai pasta gigi dan memutihkan gigi. Demikian halnya dengan Vespucci yang menemukan hal serupa di Venezuela. Kebiasaan ini, masih terus berlanjut hingga sekarang di India dengan cara bubuk tembakau (masher) dioleskan pada gigi.
Tahun 1527 Bartolome de las Casas, seorang imam Dominikan Spanyol menulis buku tentang perjalanan Colombus menemukan benua Amerika berjudul Historia de las Indias. Dalam bukunya dikatakan bahwa Luis de Torres dan Rodrigo de Jerez, awak kapal Columbus, bertemu dengan banyak orang, pria dan wanita, yang pria selalu membawa puntung berapi di tangannya.
Tahun 1529 Bernardino de Sahagun, seorang berkebangsaan Spanyol mengumpulkan informasi dari empat ahli fisika dari Mexico tentang penggunaan tembakau untuk tujuan pengobatan. Aroma dari daun hijau segar tembakau yang dapat meringankan sakit kepala, kemudian daun tembakau segar maupun bubuk yang dapat mengobati radang dan demam dengan cara dioleskan di sekeliling dalam mulut.
Pada tahun 1934 Fernando Ocaranza menambahkan tentang penggunaan tembakau di Meksiko, dalam bentuk bubuk untuk mengobati radang, luka bakar, dan luka yang mengakibatkan pendarahan, setelah sebelumnya telah diketahui bahwa tembakau dapat digunakan sebagai anti diare, obat bius, dan emollient.
Tembakau termasuk dalam familia Solanaceae, bersama dengan kentang dan tomat. Tembakau adalah tanaman perkebunan yang sifatnya semusim. Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang relatif dangkal namun sangat peka terhadap drainase yang kurang baik sehingga sangat diperlukan persediaan air yang cukup.
Kondisi tanah sangat mempengaruhi tembakau yang dihasilkan. Setiap daerah atau negara memiliki kondisi tanah yang berlainan sehingga kualitas tembakau yang dihasilkan pun berbeda. Misalnya tembakau di daerah Deli baik untuk cerutu. Sedangkan tembakau dari Yogyakarta, Madura, Temanggung cocok untuk sigaret.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan tembakau dalam hal kesehatan, salah satunya untuk penyakit yang hanya terjadi pada wanita, di antaranya kanker payudara dan kanker serviks.
Kanker payudara adalah terjadinya perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara. Satu kelompok sel akan membelah diri secara cepat dan membentuk benjolan atau massa jaringan ekstra yang disebut tumor.
Tumor yang bersifat ganas akan menyusup dan menghancurkan jaringan tubuh yang sehat. Kanker payudara pertama menyebar di sekitar kelenjar getah bening, kemudian menyebar lebih luas dalam tubuh.
Berdasarkan sifat serangannya, kanker payudara dibagi menjadi dua, yaitu invasif dan non invasif. Kanker payudara yang umum terjadi adalah Lobular Carcinoma in Situ (LCIS), Ductal Carcinoma in Situ (DCIS), Infiltrating Lobular Carcinoma (ILG), Infiltrating Ductal Carcinoma. Kanker payudara yang jarang terjadi adalah Paget’s Disease of Nipple, Phyllodes Tumor, Tubular Carsinoma, Inflammatory Breast Cancer.
Khalid El Sayed, seorang profesor kimia obat di College Ulm Farmasi serta Paulus Sylvester dan Girish Shah menerima paten dari US Patent and Trademark Office atas penemuannya, yaitu senyawa anti kanker dalam daun segar tembakau. Dalam penjelasannya dikatakan bahwa daun dan bunga tembakau mengandung senyawa Cembranoids yang dapat berfungsi sebagai anti kanker.
Tetapi senyawa ini tidak ditemukan pada tembakau komersial karena senyawa ini hilang dalam pengolahan tembakau komersial akibat terdegradasi menjadi senyawa-senyawa yang lebih kecil selama satu tahun saat proses dan fermentasi pada saat proses pembentukan flavor. Cembranoid berpotensi mengendalikan perkembangan kanker payudara.
Tanaman tembakau menghasilkan senyawa ini utamanya sebagai pertahanan kimia dalam melindungi diri terhadap serangga dengan cara menyerang persimpangan antara sel-sel saraf serangga, serta melindungi diri dari infeksi mikroba bahaya. Selain untuk pengobatan kanker payudara, cembranoids dapat pula diaplikasikan pada penderita kanker prostat.
Selain kanker payudara, terdapat juga kanker serviks atau kanker mulut rahim, penyakit kanker yang terjadi di daerah leher rahim, yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang menjadi pintu masuk ke arah rahim, antara uterus dengan vagina.
Kanker ini dimulai pada sel-sel permukaan serviks di mana terdapat dua jenis sel di permukaan serviks, yaitu skuamosa dan columnar. Kanker ini banyak terjadi pada wanita yang memulai aktivitas seksual pada usia dini (kurang dari 18 tahun), sering berganti pasangan dalam berhubungan seksual, dan defisiensi vitamin A, C, E dalam tubuh.
Pemanfaatan tembakau untuk pengobatan kanker serviks ini dilakukan oleh Dr. Kenneth Gretchen dari Universitas Georgetown, Washington yang menemukan bahwa tanaman tembakau, secara genetik mengandung sumber protein yang dapat menstimulasi antibodi terhadap virus HPV.
Setelah diteliti, ternyata tumbuhan tembakau mampu menjadi wadah perkembangan genetik HPV dalam memproduksi sel kuman yang nantinya dapat menjadi antibodi bagi virus pencetus kanker serviks.
Di Indonesia seorang peneliti Bioteknologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Dr. Arief B. Witarto meneliti pembuatan obat maupun vaksin yang berbentuk protein. Biasanya, media produksi yang digunakan berasal dari hewan. Kali ini Dr. Arief menggunakan tanaman sebagai media produksi. Salah satu yang dicobanya adalah daun tembakau.
Alasan dipilihnya tembakau karena Indonesia kaya akan tanaman tembakau, tanaman ini adalah tanaman budidaya yang dapat dipanen dalam waktu relatif singkat, memiliki produksi biomassa sehingga efisien, dan tembakau bukan merupakan tanaman pangan. Protein dibuat oleh DNA di dalam tubuh.
Jika DNA dalam tubuh dipindahkan ke tanaman tembakau melalui bakteri, maka tumbuhan ini akan mampu membuat protein sesuai DNA yang telah dimasukkan. Dalam arti, tembakau akan memproduksi protein yang dikode dengan DNA tersebut dan protein inilah yang dipakai sebagai protein anti kanker.
Tanaman yang ditanam lalu daunnya diekstrak sehingga didapat protein murni. Jadi, tanaman tembakau yang dimaksud bukanlah tanaman tembakau seperti yang ada di pertanian yang dapat langsung dimanfaatkan. Daun tembakau tersebut digunakan sebagai reaktor penghasil Growth Colony Stimulating factor (GCSF), suatu hormon yang berperan penting dalam menstimulasi produksi darah dan menstimulasi perbanyakan sel tunas untuk memulihkan jaringan tubuh yang sudah rusak.
Penelitian ini menggunakan tembakau lokal, total dua puluh jenis varietas lokal, tetapi yang paling sesuai adalah genjah kenongo. Menurutnya, tembakau varietas lokal memiliki produktivitas lebih tinggi sehingga tingkat produksi proteinnya dua hingga tiga kali lipat. Penelitian ini telah menghantarkan Dr. Arief menerima penghargaan Fraunhofer-DAAD Award tahun 2007 di Jerman.
West Nile Virus (WNV), adalah penyakit yang ditularkan melalui nyamuk yang dapat menyebabkan peradangan yang berpotensi mematikan fungsi otak. Qiang Chen dan Huafang Lai dari Universitas Arizona meneliti antibodi yang dihasilkan dari tembakau.
Selama tujuh hari setelah pengenalan gen antibodi ke dalam tubuh tumbuhan tembakau, kemudian daunnya dipanen dan dimurnikan. Strategi penyisipan gen menggunakan mesin spesifik yang membawa gen dari bunga menjadi tanaman sehingga menghasilkan antibodi monoklonal manusia yang dikenal dengan hu-E16. Ekspresi gen terjadi dalam waktu tujuh hari ini, membuat proses produksi menjadi efisien.
Antibodi monoklonal, sekali disuntikkan ke penerima, akan mengikat protein permukaan tertentu dari virus. Sisi yang berikatan ini yang digunakan virus untuk menempelkan dirinya sendiri ke sel inang mamalia. Setelah menempatinya, maka kemampuan mengikat sel pada virus telah dapat dinetralkan kapasitasnya. Sel ini menunjukkan efektivitas dalam melindungi dari kematian akibat WNV.
Mario Pezzotti dari Universitas Verona menggunakan tanaman tembakau transgenik untuk menghasilkan protein interleukin-10 yang merupakan cytokine anti-radang yang ampuh. Cytokine adalah protein yang merangsang sel-sel kekebalan tubuh agar aktif. Kode genetik (DNA) mengkode IL-10 dalam tembakau kemudian tembakau akan memproduksi protein tersebut.
Riska Ayu dari Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan potensi ekstrak tembakau sebagai pembunuh kuman atau antiseptik. Ekstrak tembakau memiliki potensi menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa. Ekstrak etanol minyak atsiri tembakau adalah ekstrak yang paling banyak dihasilkan selama proses ekstraksi dan paling efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Kompas, Oktober 2011).
Valentine Echeverria dari Universitas Florida, April 2011, merilis penemuannya dalam Journal of Alzheimer’s Disease mengenai Cotinine, yaitu senyawa yang diambil dari tembakau yang dapat mengurangi plak dan menghalangi hilangnya ingatan. Cotinine adalah hasil samping dari metabolisme nikotin yang bersifat non toksin.
Senyawa ini dapat melindungi neuron, mencegah peningkatan gejala patologis, meningkatkan ingatan, dan bersifat aman. Hasil penelitian menunjukkan otak penderita Alzheimer mengalami penurunan plak amyloid 26 persen dan menghambat akumulasi amyloid peptide oligomer.
Jadi pemanfaatan tembakau dalam bidang kesehatan bisa berpotensi membantu dunia kedokteran untuk mengatasi berbagai penyakit yang menyerang umat manusia. Selama ini riset mengenai pemanfaatan tembakau dalam bidang kesehatan kalah suara akibat WHO dan grup antirokok yang dikendalikan oleh industri farmasi yang melabeli tembakau sebagai musuh kesehatan. Sungguh ironis.