hantu rokok
REVIEW

Hantu Penyuka Sigaret Kretek Tangan

Bagaimana jika dihantui hantu yang menyukai merokok sigaret kretek tangan.

Ada 2 tipe warga negara di Indonesia ini; yang percaya hal gaib atau orang yang tidak mempercayainya. Saya orang yang berada di tengah-tengah, tidak setiap hari berurusan atau bertemu dengan hal gaib, mistis, horor atau apapun sebutannya. Masih bisa dihitung jari.

Selama saya hidup sampai hari ini, tidak banyak kejadian gaib yang dialami. Tapi, beberapa kali saya mengalami sebuah situasi yang tidak mengenakkan dan sebenarnya  berusaha untuk saya hindari, salah satunya; bertemu hal gaib saat tidur di tempat baru.

Anda pernah menumpang tidur? di kost atau rumah teman Anda, menginap di hotel atau tanpa sengaja ketiduran di tempat umum seperti masjid atau ruang tunggu rumah sakit? Tentu ada yang dengan sengaja atau tidak sengaja.

Jadi, saat saya tidur di tempat yang baru, dimanapun itu, saya sering didatangi oleh makhluk gaib saat sedang tidur. Ceritanya pun macam-macam, tergantung seberapa “hebat” pengaruh gaib yang ada di tempat tersebut. Ada yang sama sekali tidak terganggu dan ada yang gangguannya lumayan menakutkan. 

Salah satu yang paling saya ingat adalah saat menginap di kompleks perumahan dosen di Sekip UGM. Buat Anda yang tahu, kompleks perumahan dosen ini semua bangunannya usianya lumayan tua, jadi wajar kalau “penghuninya” juga “senior-senior”. 

Saat itu saya tidur dikelilingi dan ditonton ramai-ramai oleh segerombolan kuntilanak dan pocong dengan berbagai ekspresi wajah. Mungkin jumlahnya puluhan, dan deskripsinya mirip seperti film-film hantu produksi Indonesia. Di dalam mimpi, saya tertidur di tengah-tengah ruangan kamar berukuran besar, mungkin sekitar 10×10 meter dan mereka dengan serius memelototi saya. Padahal kamar yang saya tempati saat itu hanya sekitar 4×5 meter saja. Cukup lama saya mengalami itu, sampai saya sempat duduk di tempat tidur dan bertanya kepada mereka; “salah saya apa, mas/mbak?, sampai didatangi segini banyak? Saya dulu pernah tinggal cukup lama di sini, kok, dan dulu kalian ga pernah seusil ini sampe nyamperin serombongan.”. Mereka lalu serentak membalas pertanyaan saya dengan mengomel, ngedumel dan memasang wajah kesal. Tapi namanya mimpi, semua seperti biasa-biasa saja, padahal kalau di kehidupan nyata seperti prank hantu di youtube saya mungkin sudah kabur sambil teriak-teriak.

Singkat cerita, saya beberapa kali mengalami kejadian seperti itu di tempat yang berbeda saat sedang tidur. Ada yang usil sampai mengejar-ngejar, lari-lari ga jelas di depan saya, atau sekedar lewat dan melirik saya tidur. Yang jelas, kalau “penghuni” tempat saya menginap itu “friendly”, maka tidur saya akan nyenyak tanpa gangguan. Sebaliknya kalau mereka usil, maka bisa dipastikan saya baru bisa tidur nyenyak menjelang subuh.

Dari beberapa kejadian, ada sebuah momen yang saya anggap paling menyebalkan, menakutkan untuk ukuran orang seperti saya. Jadi suatu hari saya diminta oleh saudara mengantarkan mobil dari Jogja ke Jakarta dan mengajak seorang supirnya untuk menemani saya. Semua berjalan sesuai rencana, kami berangkat pagi dari Jogja dan tiba di Jakarta sekitar jam 10 malam, di daerah Pondok Pinang. Selesai mandi dan makan malam saya ingin segera beristirahat. Saya dan supir satunya disiapkan sebuah kamar untuk saya gunakan berdua, cukup besar, sekitar 6x8m, berada di lantai 2 rumah dan ada balkon yang menghadap ke arah jalan raya. Balkon yang saat malam hari enak sekali kalau digunakan untuk nyebats sambil ngopi. Sebelumnya saya pernah menginap di rumah saudara saya ini, di kamar yang berbeda dan pernah mengalami kejadian saling sapa dengan “penghuni” juga. Karena enggan mengulang kejadian yang sama, saya minta malam itu untuk tidur di kamar berbeda.

Sehabis mandi saya lebih dulu masuk kamar, meninggalkan Bapak Supir yang masih menonton televisi. Proses merebahkan badan di tempat tidur hingga masuk ke alam mimpi terasa cepat dan beberapa saat kemudian saya sudah berada di alam mimpi. Mungkin karena rasa lelah, kekenyangan dan tubuh yang terasa rileks sehabis mandi.

Tapi baru sebentar saya tertidur, saya terbangun lagi, dan di kamar yang sama. Saya heran, kenapa saya mimpi terbangun di kamar itu. Saya kembali memejamkan mata (di dalam mimpi) dan kembali tertidur. Tapi tidak beberapa lama saya terbangun lagi, kali ini mata saya masih terpejam, tapi saat mata masih tertutup saya merasa ada sesuatu di sebelah kiri tempat tidur saya, pelan-pelan saya membuka mata dan samar-samar terlihat ada sosok orang sedang duduk di sudut tempat tidur, tepat di ujung kaki saya. Badannya mengarah ke saya dan sepertinya sedang memperhatikan saya yang tertidur. Antara penasaran dan sadar kalau ini cuma mimpi, saya memberanikan diri membuka mata untuk melihat siapa sosok yang duduk itu. 

“Sesssss..” terdengar jelas suara rokok dihisap, lebih jelas daripada suara AC yang menyala malam itu. Bunyi “kretek kretek” khas suara rokok kretek terdengar, lebih kencang daripada saat kita menghisap rokok kretek. Bedanya, sosok tadi hanya menghisap rokok tanpa menghembuskan nafasnya. Masih setengah mengintip, saya berusaha memperhatikan wajahnya, samar-samar terlihat rambutnya dicepol ala “french twist” pramugari batik atau garuda, tapi ini dengan cepol yang berantakan dan berwarna abu-abu kusam. Wajahnya tidak keriput, tapi saya tahu kalau usianya sudah sangat tua. Memandang kebawah sedikit maka saya bisa memastikan bahwa sosok itu menggunakan atasan mirip kebaya dan kain jarik sebagai bawahannya. Saya lalu berkesimpulan bahwa sosok ini seorang perempuan dengan usia pantas dipanggil nenek. 

Seketika setelah saya berpikiran seperti itu badan saya kaku, tidak bisa memalingkan badan atau pandangan untuk membelakangi dia. Saya seperti dipaksa untuk menyaksikannya duduk, merokok, dan terlihat sekarang mulutnya mulai bergerak cepat seperti mengomel panjang lebar.

Di tengah badan kaku itu, bola mata saya masih bisa bergerak, daripada saya ketakutan melihat wajahnya lebih baik saya mengalihkan pandangan ke tangannya yang memegang rokok. Saya kaget, terlihat jelas jari tengah dan telunjuknya sedang menjepit sebatang Dji Sam Soe kuning, batangan putihnya, lingkar kuning dengan angka 234 di dekat batang hisap dan lama kelamaan baunya bisa tercium. Saya heran. Hantu apa yang merokok Dji Sam Soe kuning? Usia sosok ini pasti sudah sangat lama, masak dia setelah ratusan tahun terus berganti merek rokok? Tapi saat sedang memperhatikan tangannya yang memegang rokok dan diletakkan di atas lututnya, perlahan sosok ini bergeser dari ujung tempat tidur ke arah badan saya. Terdengar suara gesekan kain sprei dan jarik yang dikenakanya, “srekkkkk..srrrkkk”.

Semakin lama dia makin mendekat dan wajahnya kini semakin jelas, sambil terus mengomel tanpa terdengar suara dan sesekali menghisap rokok. Di tengah ketakutan saya yang makin menjadi karena dia yang perlahan mendekat, saya nekat berbicara dalam hati; anda mau kopi? Kalau iya, saya buatkan dulu ke dapur di bawah. Tapi dia membalas dengan berkata; di dapur bawah ada sosok yang jauh lebih menyeramkan, kalau kau turun kesana maka tidurmu akan semakin buruk. Suara sosok ini adalah seorang perempuan tua dan seperti berbicara menggunakan speaker; bergema dan jelas sekali di telinga.

Saya bertanya lagi; lalu apa maumu? Saya sedang kelelahan dan takut ketika tidur didatangi seperti ini, ini rumah saudara saya, dan saya tidak bikin ulah selama ada di sini.

Bukannya pertanyaan saya dibalas dengan baik, tapi sosok nenek tadi malah menunjukkan muka geram dan matanya makin melotot lebih besar dari ukuran mata manusia biasa, lalu beberapa saat kemudian dengan mata melotot dia tersenyum sinis kepada saya. Seperti tahu kalau saya ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Di tengah ketakutan yang semakin besar, saya akhirnya berdoa. Tadinya saya berpikir ini akan seperti mimpi-mimpi sebelumnya, hanya sebentar dan kemudian saya terbangun. Ternyata tidak. Saat sedang melafalkan doa, tangan kiri nenek ini kemudian menyentuh betis saya, sementara tangan kanannya tetap memegang rokok sambil sesekali menghisapnya. 

Tangannya terasa dingin, seperti kena es, dan nenek itu terus memelototi saya, tapi kali ini mulutnya sudah tidak mengomel tapi seperti mau tertawa. Bercampur rasa takut dan keyakinan dengan doa, saya kembali berkata kepada sosok tersebut; sudah, tolonglah, biarkan saya istirahat, saya sangat lelah menyetir mobil sedari pagi. Sudahlah, jangan keterlaluan begini mengganggu manusia. Dan satu lagi, kalau mau merokok jangan di sini, di balkon kamar atau di teras kan bisa, ini ruangan ber-AC.

Bukannya pergi, tiba-tiba di langsung mendekat ke arah wajah saya, sambil tangannya yang memegang rokok tadi menuding wajah saya. Kali ini wajahnya sangat jelas; sudah tua, keriput, kantung matanya besar tapi masih bisa melotot sehingga terlihat bulat sekali seperti mau lepas, giginya kecoklatan dengan bibir yang berwarna abu-abu gelap dan rambutnya yang terlihat dicepol tadi ternyata hanya seperti  gulungan tebal benang kusut dan bukan seperti “french twist” yang saya bayangkan. Sambil menghisap rokok di depan wajah saya dia menunjukkan mimik marah, tertawa sekaligus menakutkan  untuk dilihat lama-lama. Saya merasa saat itu sempat berteriak dan sekuat tenaga berusaha bangun dari mimpi.

Saya baru terbangun sekitar jam 5 pagi, terasa haus sekali. Setelah turun ke dapur untuk mengambil minum, saya berencana melanjutkan tidur walaupun ditawarkan untuk membuat minuman hangat oleh saudara saya yang pagi itu sudah bangun dan mau belanja ke pasar. Setengah mengantuk saya berjalan kembali menuju kamar, melewati meja kecil di dekat kamar tidur saya, di situ ada asbak dan saya melihat sebungkus Dji Sam Soe kuning di sebelahnya. Di dalam asbak ada sebatang Dji Sam Soe yang sudah dibakar separuh dan dimatikan. 

Saya kemudian teringat mimpi buruk saya semalam. Saya rebahkan lagi badan saya untuk melanjutkan tidur, tapi baru sebentar kepala saya menempel di bantal, muncul pertanyaan yang mengganggu; tunggu dulu, siapa orang di rumah itu yang merokok Dji Sam Soe? Saya hafal sekali, 2 saudara saya yang perokok tidak ada yang menghisap Dji Sam Soe. Mereka masing-masing merokok Surya 16 dan L.A Lights, sementara supir yang bersama saya bukan perokok, pun tukang kebun yang biasanya datang ke rumah itu menghisap Gurame. Padahal malam tadi tidak ada tamu lain selain saya dan Pak Supir. Walaupun penasaran, tapi saya enggan keluar kamar untuk memastikan rokok siapa yang ada di meja tadi. Rasa penasaran akhirnya membuat saya tidak bisa tidur lagi pagi itu, sisa ketakutan masih ada ditambah saya harus menginap di sini semalam lagi sebelum kembali ke Jogja. Malam yang akan menegangkan lagi. Dan semoga sosok itu tidak mengajak teman.