Judulnya udah bikin kesel belum? Bagaimana, kenyataannya gitu. Saya benci perokok. Tidak semua. Ada beberapa kategori perokok yang menurut saya harus dibuatkan peraturan khusus agar saya atau sebagian besar perokok yang berperilaku tertib dalam urusan sebats bisa tenang dan tidak dipandang negatif oleh orang lain yang bukan perokok.
Saya termasuk orang yang ndakik-ndakik kalau membela kebiasaan sebats saya terhadap mereka yang tidak suka rokok. Di tulisan-tulisan saya sebelumnya saya pernah menjelaskan seberapa sering saya bertemu, berdebat dengan orang yang tidak suka rokok dan saya bukan perokok pemula, yang menghabiskan sebungkus rokok setiap hari cuma karena alasan gaya hidup. Tidak. Saya merokok karena saya suka dengan rokok kretek dan cerita-cerita di “dalamnya”.
Tapi di sisi lain saya juga membenci beberapa kategori perokok di lingkungan sekitar saya.
Kita mulai dari kategori perokok yang paling sering saya temui; perokok yang mengisap rokok sambil berkendara. Pernah ketemu? Sering? Ini salah satu perokok yang tidak saya sukai.
Sebagai seorang supir wisata paruh waktu, saya nyaris tidak pernah menyetir mobil sambil merokok, kalaupun saya ‘terpaksa’ merokok, maka saya harus sedia asbak di dalam mobil dan saya letakkan di sisi kiri tempat duduk supir, entah itu kaleng yang saya isi dengan tissue yang saya basahi atau gelas air mineral yang di dalamnya saya sisakan air.
Saya orang yang cukup detail memperhatikan posisi saya saat sedang menyetir mobil, mulai dari spion, posisi duduk, setir mobil, dashboard yang bersih dan tidak ada benda-benda yang akan mengganggu, dan panel-panel yang harus saya pahami sebelum berkendara.
Kembali ke soal asbak, kedua asbak darurat tadi berisiko tumpah kalau jalan rusak, atau jatuh saat sedang belok di tikungan tajam, tergantung bagaimana anda mengakali asbak darurat tadi supaya bisa kokoh dan tahan guncangan, dan bagaimana cara anda menyetir mobil.
Tapi, hal ini sangat tidak saya sarankan, apalagi kalau mobil menggunakan AC dan itu lumayan mengganggu konsentrasi saat menyetir apalagi dengan kecepatan berkendara 60-80 km/jam di jalan dengan lalu lintas ramai. Paling ideal memang berhenti sebentar sambil ngopi dan istirahat, entah itu di warung kopi atau tempat istirahat di sekitar jalan tol. Saya bahkan mampu menahan untuk tidak sebats lebih dari 5 jam, ini sudah saya buktikan saat dapat orderan antar penumpang dari Jogja ke Jakarta saat lebaran, dan sebelum jalan Tol Trans Jawa seperti sekarang.
Kategori selanjutnya, pengendara sepeda motor yang suka sekali merokok. Saya cukup lama aktif di klub motor, segala sesuatu tentang etika berkendara sudah lebih dari cukup saya rekam di pikiran saya untuk saya praktikkan sampai hari ini. Mulai dari cara mendahului kendaraan di jalan raya, memberikan tangan sebagai tanda terima kasih dan memberi jalan, mengalah untuk memberikan jalan kepada pengendara lain.dsb. Semuanya saya pelajari secara otodidak saat mulai aktif di klub sampai saya pernah mengikuti 2 kali pelatihan “safety riding” di tahun 2007 dan 2010.
Sejak bergabung di klub motor, saya akhirnya tidak memaklumi kebiasaan orang merokok saat berkendara, baik dengan motor atau mobil. Bagi saya itu akan merugikan orang lain karena abunya bisa masuk ke mata pengendara motor atau bahkan pejalan kaki. Saat ini bisa disebut mereka orang-orang yang tidak punya adab. Kalau alasan mulut asem/kecut bisa diatasi dengan beli permen mint.
Kalau masih alasan lagi permen mint akan mengganggu indera perasa saat merokok maka cara terbaik mengatasinya cukup minum air putih dan segelas minuman panas seperti kopi atau teh. Kan lebih enak, sehabis makan permen mint saat berkendara, lalu istirahat sebentar, minum air putih, lanjut minuman panas dan bakar rokok. Rileks, tenang tanpa takut konsentrasi berkendara pecah karena rokok mati tertiup angin atau sampai diomelin orang karena bara/abu yang beterbangan. Lagipula apa enaknya merokok sambil naik motor? Aroma rokok tidak tercium, bara mati tertiup angin atau celana bisa bolong kalau tiba-tiba rokok lepas dan jatuh ke celana.
Yang terakhir, perokok hemat. Ini tergantung orangnya ya. Ada beberapa orang yang kalau diajak nongkrong selalu bawa rokok sebungkus, selama obrolan berlangsung dia akan silih berganti mencoba rokok teman-temannya, kalau salah satu rokok temannya dirasa cocok baginya maka dia akan terus menerus menghisap rokok temannya tersebut, memang mintanya tidak tiap menit, mungkin setengah jam sekali, tapi kalau kita mengobrol cukup lama, bakal kerasa juga tau-tau setelah sampai rumah rokok kita tinggal 1-2 batang atau bahkan habis saat di tongkrongan. Bukan bermaksud pelit, tapi sikap orang seperti itu lumayan menyebalkan. Terlebih saat di tongkrongan orang tersebut meletakkan handphone di atas rokoknya. Mungkin sebagai ‘tanda’ supaya kita tidak mengambil rokoknya karena pasti segan kalau harus lebih dulu memindahkan handphone. Kampret.
Jadi sebaiknya Anda menghindari menjadi seperti orang-orang yang saya sebutkan tadi. Menjadi perokok beradab itu tidak sulit. Ingat, di luar sana masih ada antirokok yang tidak suka dengan perilaku perokok, jangan sampai kebiasaan perokok yang tidak beradab jadi bahan mereka terus menerus untuk menggaungkan kampanye antirokok dan mendorong pemerintah melahirkan peraturan-peraturan baru, yang seringkali peraturan itu malah terlihat mentah dan konyol.