Bukan isapan jempol belaka jika Madura sejak dulu menjadi salah satu wilayah sentra perkebunan tembakau di Nusantara. Di Pulau Garam ini tidak hanya bisa menumbuhkan tembakau masyhur macam Prancak, Montorna atau Bekong semata, tetapi juga tembakau Campalok yang punya harga setara/lebih tinggi dari tembakau Srinthil Temanggung.
Terus terang, saya baru mendengar tembakau Campalok ini kali pertama ketika menemani salah satu guru bertemu sahabat karibnya, seorang kiai sekaligus pengasuh pesantren dari Sumenep, Madura.
Di tengah obrolan mereka, beberapa kali tembakau Campalok ini dimention.
Beberapa hal tentang tembakau Campalok yang saya dengar agar samar-samar, bahwa tembakau ini punya harga fantastis ketimbang tembakau pada umumnya dan punya hikayat serta melegenda layaknya mitologi tembakau Srinthil. Menurut literatur yang saya baca, nama tembakau Campalok diambil dari tempat tumbuhnya. Campalok adalah lokasi pemakaman di Dusun Jambangan, Desa Bakeong, Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep dan ternyata tembakau ini hanya tumbuh di tempat itu.
Tembakau mahal ini adalah varietas tembakau Madura seperti lainnya, karena tembakau ini ditanam di Jambangan, tembakau ini menjadi amat istimewa. Tentu saja selain ada semacam mitologi, Pottre Koneng, putri yang melegenda dari Keraton Sumenep menyinggahi dan menjatuhkan bunganya di atas tanah Jambangan.
Versi lain menyebutkan, tembakau Campalok ditanam dan tumbuh hanya pada 3 petak kecil di Dusun Jambangan.
Tiga petak itu terdiri makam dan sebatang pohon campalok, pohon inilah yang memberi pengaruh terhadap citarasa tembakau Campalok.
Untuk sampai di tempat tumbuhnya tembakau Campalok, menurut teman saya, membutuhkan waktu lebih kurang 1 jam dari Kota Sumenep. Dari Kota Sumenep menuju lahan Campalok harus melewati 4 kecamatan yakni, Batuan, Lenteng, Ganding dan Guluk-Guluk.
Natgeo pernah wawancara secara langsung pemilik atau tepatnya pewaris lahan yang menghasilkan tembakau Campalok. Namanya Abdul Aziz. Ia mengaku tidak tau persis kenapa tembakau ini bisa terkenal dan memiliki harga yang amat fantastis.
“Mungkin karena faktor tanahnya yang bagus. Tapi kalau menurut bapak dan kakek saya, dulu tanah tempat tembakau ini pernah disinggahi seorang ratu dari Sumenep. Kebetulan di sana ada sumur kecil. Saat singgah, ia mandi di sebelah sumur itu. Saat mandi, bunga yang ada di kepala ratu itu jatuh. Dari bunga itu tumbuh menjadi pohon yang disebut pohon campalok. Baunya harum. Mungkin dari bau harum tumbuhan ini, tembakau yang hidup di sekitar pohon itu jadi harum,” tururnya sebagaimana dikutip Natgeo.
Bagi sebagian juragan tembakau, tembakau Campalok hanya digantung di gudang tembakau, sebab menyakini tembakau Campalok memberikan efek wangi pada tembakau yang lain. Tembakau ini jika dilinting, diisap dan kemudian dimatikan tidak meninggalkan bau dan rasa apek di mulut.
Lahan tanam tembakau ini memang tidak seluas tembakau-tembakau pada umumnya. Tetapi, tembakau Campalok memiliki nilai jual yang cukup tinggi, berkisar 1-2 juta perkilo.