Pabrikan

Ragam Cara Perokok Merayakan Hari Lebaran

Hari raya lebaran selalu menghadirkan keramaian yang luar biasa. Sanak saudara berkumpul, begitu juga dengan tetangga di sekitar dan tak lupa juga teman-teman. Dimulai setelah sholat idul fitri lalu, saling memaafkan dan biasanya diakhiri dengan makan-makan. Satu Hari menyenangkan ini ditunggu umat muslim di tiap tahun.

Sayang dua tahun belakangan ini aktivitas tersebut tak segegap gempita seperti biasanya. Larangan mudik dan pembatasan kerumunan serta diberlakukannya protokol kesehatan membuat silaturahmi saat lebaran sedikit mengalami warna yang berbeda.

Kerinduan terhadap cara merayakan lebaran seperti saat sebelum pandemi menjadi sebuah keniscayaan. Pertanyaan tentang kapan semua akan kembali berjalan normal memang belum menemui titik jawab yang pasti. Akan tetapi sah-sah saja toh mengingat kembali momen-momen indah tersebut?

Sebagai seorang perokok, lebaran di waktu normal punya keistimewaan tersendiri. Ada banyak ragam cara para perokok menikmati hari kemenangan tersebut. Saya mau mulai cerita dari kebiasaan yang dilakukan di kampung saya di Jawa Timur.

Biasanya setelah sholat idul fitri dan bersalam-salaman meminta maaf di rumah bersama keluarga, para pemuda langsung mengunjungi salah satu warung kopi di kampung. Maklum daerah saya punya budaya nongkrong yang kuat, jadi hampir sehari-sehari pasti ada aktivitas yang dilakukan di warung kopi.

Saking seringnya aktivitas di sana, pemilik warung kopi sudah dianggap saudara oleh para pemuda di kampung atau para pengunjung. Maka sudah pasti, selain keluarga, ada juga saudara lain yang dikunjungi oleh pemuda di kampung saya untuk maaf-maafan, ya sudah pasti pemilik warung kopi tersebut.

Ada yang minta maaf karena suka ngerepotin pemilik warungnya, ada yang minta maaf karena suka ngambil jajan lupa bayar, tak sedikit juga yang langsung membayar utangnya di warung kopi tersebut. Ya meskipun abis dibayar lunas pada hari lebaran, hari itu juga di langsung ngutang kopi lagi. Biasalaah.

Tapi ini tradisi yang menarik, para pemuda di kampung saya yang notabene hampir seluruhnya merokok langsung kumpul bersama di warung kopi. Sebenarnya sederhana sekali, yang diminum ya kopi, jajanannya juga gorengan atau snack plastikan. Kalau mau dibandingkan dengan jajanan hari raya di rumah sendiri tentu jauh lebih enak di rumah sendiri. Sepertinya ini bukan soal snack sih, tapi soal rokok dan dengan siapa kamu sedang nongkrong.

Akan tetapi saya menemukan alasan mengapa mereka memilih nongkrong di warung kopi saat hari raya. Pertama adalah sudah tradisi yang bertahun-tahun dilakukan. Kedua adalah merayakan lebaran bersama teman-teman itu rasanya nikmat bukan main. Pasalnya mereka sadar, setelah menikah (apalagi biasanya pemuda di kampung sering nikah di umur muda), aktivitas itu nyaris mustahil mereka lakukan. Ya kalau sudah menikah maka kumpul bersama istri, anak kecil, dan mertua.

Alasan ketiga aktivitas ini terus dilakukan adalah nongkrong warung kopi saat hari raya jadi ajang reunian dengan budget ekonomi yang murah. Sedikit informasi, warung kopi legendaris di kampung saya ini posisinya strategis sekali dari lalu lintas orang lewat. Jadi jika ada teman yang pulang kampung dan melewati warung kopi itu, langsung akan dipanggil dan ditarik. Reunian yang dipaksakan pun terjadi wkwkwkwk

Cara perokok di kampung saya merayakan lebaran mungkin berbeda dengan di kampung yang lain. Ada juga yang saat hari raya langsung mengadakan festival meriam dan ada juga dengan cara unik lainnya. Kearifan lokal ini sepatutnya harus tetap dipertahankan sebagai bentuk ibadah sosial dalam rentetan puasan hingga lebaran. Bagaimana dengan cerita di kampungmu, apakah menarik?