muhammadiyah merokok
OPINI

Muhammadiyah, dari Mubah Merokok hingga Haram Merokok

Awal 2010, setelah menelaah manfaat dan mudharatnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, mengeluarkan fatwa hukum merokok. Kesimpulannya, merokok secara syariah Islam masuk dalam kategori haram.

Sebagaimana dikutip Kompas.com, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih kala itu, Dr Yunahar Ilyas mengatakan, bahwa fatwa tersebut diambil setelah mendengarkan masukan dari berbagai pihak tentang bahaya merokok bagi kesehatan dan ekonomi. “Berdasarkan masukan dari halaqoh itu, kemudian dirapatkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dan mengeluarkan amar putusan bahwa merokok adalah haram hukumnya,” jelasnya.

Hukum merokok ini dikukuhkan dalam Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah N0.6/SM/MTT/III/2010 tentang Hukum Merokok. Terbitnya fatwa ini sekaligus merevisi fatwa tahun 2005 dan 2007 yang menyatakan hukum rokok adalah “mubah”. 

Revisi suatu fatwa tentu menjadi hal yang lumrah. Mengingat dunia terus bergerak dan kehidupan manusia terus berjalan dinamis dengan segala perkembangan. Allah sendiri mencontohkan bagaimana tahapan keharaman khamr. Dari khamr diperbolehkan (QS. An-Nahl:67), perintah menjauhkan diri dari khamr (QS. Al-Baqarah: 219), pelarangan khamr pada waktu-waktu tertentu (QS. An-Nisaa’:43) dan khamr diharamkan secara tegas (QS. Al-Maidah: 90). 

Dalam konteks fatwa baru hukum merokok yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tak ada yang masalah. Pondasi dalam fatwa keharaman rokok ini telah disebutkan dan dijelaskan secara gamblang dalam lampiran fatwa tersebut. 

Namun, aroma kesucian fatwa baru ini kemudian pudar digantikan aroma-aroma “fatwa titipan asing” bahkan Muhammadiyah disinyalir menerima 3,7 miliar dari asing (tempo.co). Keluarnya fatwa baru Muhammadiyah ini memang bersamaan dengan hangat-hangatnya rezim internasional yang menekan industri hasil tembakau melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Ada yang menyebut, seperti yang ditulis dalam buku Kriminalisasi Berujung Monopoli, mengeluarkan fatwa haram merokok adalah bentuk dukungan Muhammadiyah terhadap FCTC.

Soal dana Rp 3,7 miliar, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Kesehatan kala itu, Sudibyo Markus, membenarkan lembaganya menerima bantuan dari luar negeri. Sumber dana itu antara lain dari USAID, AUSID,  Global Fund di Jenewa dan the International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Sudibyo menyangkal jika dana itu adalah “biaya” fatwa haram merokok, sebab menurutnya dana itu digunakan untuk advokasi publik perundang-undangan udara sehat (tempo.co). 

Pada saat yang sama, pengusaha asal Amerika Serikat (AS) Michael Bloomberg mengucurkan dana untuk Muhammadiyah hingga Rp 3,6 miliar untuk program antirokok. Hal ini juga disanggah oleh Dr Yunahar Ilyas. Bahwa keputusan fatwa haram merokok murni diambil berdasarkan pertimbangan hukum agama, bukan semata soal kucuran dana. Dr Yunahar menegaskan, ada lembaga lain bernama Muhammadiyah Tobacco Centre yang khusus menangani kampanye antirokok. Namun, mereka tidak pernah mencampuri penetapan fatwa di bidang Tarjih Muhammadiyah.

“Mereka di luar struktur pengurus pusat, coba saja tanyakan,” tuturnya sebagaimana dikutip detik.com.

Sementara itu, laporan pendanaan Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use dalam website resmi merekeka (http://tobaccocontrolgrants.org/Pages/40/What-we-fund : entri tentang Muhammadiyah sudah dihapus) menyebut Organisasi Muhammadiyah menerima 393.297 US$ selama periode November 2009-Oktober 2011. Amanah dari dana itu adalah mobilisasi dukungan publik terhadap fatwa agama untuk pengendalian tembakau dan untuk mendukung petisi FCTC .(Proyek ini bertujuan menggalang dukungan kelompok-kelompok antar agama untuk pengendalian tembakau dan petisi FCTC. Mendorong keputusan fatwa ulama tentang larangan merokok untuk diimplementasikan di seluruh Indonesia, melalui penerbitan dan penyebarluasan fatwa agama tentang bahaya penggunaan tembakau di kalangan Muhammadiyah / Lembaga Islam, konsensus dan advokasi tentang kebijakan agama pada penggunaan tembakau). (Kriminalisasi Berujung Monopoli: h184)

Saya sendiri meyakini, tidak mungkin organisasi sebesar dan setua Muhammadiyah tunduk pada uang bahkan kepentingan asing, alih-alih dalam mengeluarkan fatwa yang akan berdampak penting bagi masyarakat. Kecuali ada segelintir oknum memanfatkan kebesarannya? Wallahu a’lam