anis baswedan melarang rokok
OPINI

Penanganan Covid-19 dan Polusi Udara Masih Buruk, Ngapain Pak Anis Sibuk Ngurus Larangan Merokok di Gedung?

DKI Jakarta kembali mengalami lonjakan kasus positif covid-19. Pada Kamis kemarin tercatat terdapat 4.144 kasus. Padahal sebelumnya, kasus positif harian hanya menyentuh angka 1.000 hingga 2.000 kasus dalam sehari. Sayangnya bapak Gubernur Anies Baswedan bukannya fokus menangani meningkatnya kasus covid-19 malah membuat kebijakan kontraproduktif yakni larangan merokok di gedung. Apa urgensinya terhadap penanganan covid-19?

Sebenarnya, larangan merokok di gedung itu tertuang dalam Seruan Gubernur (Sergub) DKI Jakarta nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok. Dalam Sergub itu ada tiga poin yang diminta Anies. Berikut isinya:

  1. Memasang tanda larangan merokok pada setiap pintu masuk dan lokasi yang mudah diketahui oleh setiap orang di area gedung serta memastikan tidak ada yang merokok di kawasan dilarang merokok.
  2. Tidak menyediakan asbak dan tempat pembuangan puntung rokok lainnya pada kawasan dilarang merokok.
  3. Tidak memasang reklame rokok atau zat adiktif baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor), termasuk memajang kemasan/bungkus rokok atau zat adiktif di tempat penjualan.

Pak Anies harusnya mengetahui bahwa aturan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) seharusnya tidak menabrak aturan perundang-undangan yang ada di atasnya. Aturan Kawasan Tanpa Rokok yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 dalam pasal 115 ayat 1 menyebutkan, khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya menyediakan tempat khusus untuk merokok. 

Jadi gini Pak Anies, adanya KTR itu bukan berarti melarang semena-mena aktivitas merokok, justru substansi dari peraturan ini adalah pembagian hak yang adil antara perokok dan bukan perokok. Hak bagi bukan perokok sangat jelas, mendapat banyak tempat dan area yang tidak terdapat asap rokok. 

Sementara hak bagi perokok hanya ada di pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 yang kemudian ditekankan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 57/PUU-IX/2011 tentang kewajiban penyediaan tempat khusus merokok.

kualitas udara jakarta buruk

foto: detik.com

Sebelumnya, di dalam pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan, diatur mengenai tempat-tempat yang dinyatakan sebagai KTR dan bukan merupakan suatu kewajiban untuk menyediakan ruang merokok dikarenakan adanya kata “dapat”. Kata “dapat” tersebut berimplikasi terhadap tidak adanya jaminan perlindungan hak konstitusional seseorang dalam merokok. 

Hingga mendorong kelompok perokok untuk mengajukan uji materi pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Penjelasan pasal 115 ayat (1) tersebut dianggap bertentangan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam putusannya, MK mewajibkan pemerintah daerah menyediakan tempat khusus merokok di tempat kerja dan di tempat umum lainnya. MK membenarkan dalil pemohon bahwa penjelasan pasal 115 ayat (1) menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum seperti dimaksud Pasal 8D ayat (1) UUD 1945.

Sudah paham sampai di sini Pak Anies? Jadi tindakan anda mengeluarkan Sergub ini terlihat konyol sekali, karena menunjukkan bahwa anda tidak memahami aturan mengenai KTR. Lalu kemudian Sergub ini anda hubungkan dengan penanganan covid-19, padahal tidak ada urgensi dan tidak nyambung sama sekali. Toh percuma karena prokes sudah kendor, orang sudah mulai berani berkerumun, gedung perkantoran dan gedung lainnya masih full kapasitas karena tidak mengindahkan seruan maksimal kapasitas karyawan hanya boleh 25%.

Yah tapi begitulah, Pak Anies tidak ada bedanya dengan para pemimpin daerah yang lain, membuat kebijakan bukan karena esensi tapi mengedepankan sensasi semata. Dan sialnya rokok selalu menjadi kambing hitam dari ketidakbecusan pemerintah daerah dalam menangani problem-problem yang terjadi di daerahnya. 

Dan yang terakhir, saya mau bertanya kepada Bapak Anies Baswedan yang terhormat. Soal polusi udara di DKI Jakarta yang kian memburuk, kapan bapak akan membuat kebijakan mengenai penanganan kualitas udara di DKI Jakarta? Kalau bapak lupa, saya mau mengingatkan bahwa Indeks AQI Jakarta nilainya 152 dikategorikan sebagai kategori tidak sehat dengan polutan utama PM 2.5. Artinya DKI Jakarta sebagai kota keempat dengan kualitas udara terburuk di dunia.