REVIEW

Sabar dan Ikhlas adalah Nama Tengah Para Perokok

Dalam kehidupan ini ada dua kata yang seringkali sulit untuk manusia lakukan. Pertama adalah ikhlas, kedua adalah sabar. Seringkali mencoba, sering pula berujung kegagalan. Tak ada jawaban dan kepastian bagaimana cara kesuksesan dalam menguasai ikhlas dan sabar. Setiap orang punya metode dan jalan yang berbeda-beda. 

Jika memang pada akhirnya metode ikhlas dan sabar itu punya nilai subjektivitas yang tinggi. Maka siapapun berhak untuk mengklaim bahwa dirinya telah bisa melakukan dua hal tersebut. Kita pun bisa dengan cara yang dilakukan.

Oke. Soal klaim tentang sabar dan ikhlas, perokok punya klaim tersendiri. Bahkan saya bisa bilang bahwa sabar dan ikhlas adalah nama tengah dari mereka. Selalu melekat dan tak bisa dihilangkan. Bagaimana mungkin? Sini saya jelaskan.

Circumstances affect behaviour. Ini adalah kalimat yang paling saya favoritkan. Artinya, keadaan mempengaruhi kebiasaan. Perokok dengan segala keadannya mampu membuat mereka untuk terbiasa sabar dan ikhlas. 

Bagaimana keadaan itu terjadi? Kita lihat dari hal yang paling sederhana sekali. Ketika rokok dibakar dia akan langsung menyala. Tidak akan langsung mati tapi butuh usaha untuk tetap membiarkannya menyala. Usaha itu pelan-pelan, tidak boleh langsung dilakukan dengan radikal. 

rokok indonesia

Lalu bagaimana perokok mempertahankannya? Karena terbiasa mereka jadi mudah untuk melakukannya. Perlahan-lahan dihisap, dinikmati, terkadang didiamkan tapi tak dalam waktu yang lama. Lalu diambil Kembali dan dihisap lagi. Prosesnya terus berulang hingga bara api sampai di titik garis mendekati batas filter rokok.

Proses ini memang terlihat sederhana tapi memiliki makna yang jauh lebih dalam. Kesabaran itu rupanya bisa terwujud dengan cara menikmatinya. Anggap saja bara api pada rokok itu adalah harapan yang harus terus dirawat. Lalu hisapan itu adalah proses dan usaha merawat harapan. Serta menaruh rokok di asbak adalah bentuk dari istirahatnya dari dalam berusaha menggapai sesuatu. 

Alhasil kata sabar dan ikhlas bisa ditemukan dalam proses merokok. Indah bukan? Tapi analogi tak berhenti di sini. Ada metafora lebih luas lagi yang bisa menggambarkan betapa sabar dan ikhlasnya para perokok.

Membeli rokok dengan uang yang halal, menghisapnya dalam kesendirian atau bersama teman-teman, tertib membuang puntungnya, berkontribusi dalam sosial, tapi ujung-ujungnya kamu dicap penyakitan, tak beradab, dan segala stigma buruk lainnya yang melekat. Mangkel ra kowe?

Kondisi ini terus dan terus berulang sampai hari ini. Betapa sabarnya para perokok menghadapi kondisi ini semua. Mereka tidak melakukan demonstrasi yang sampai membakar fasilitas umum. Mereka tidak mempersekusi orang-orang yang menghina. Mereka tidak merokok kelompok yang menuduh tak sehat.

Dan tahukah anda apa yang dilakukan oleh para perokok? Mereka menyelesaikan permasalahan ini dengan sebats. Mengulangi proses yang disebutkan di atas. Mengaplikasikan kesabaran dalam hal yang paling sederhana. Jangan lupa, sebelum menikmati rokok, mereka membelinya dan tetap mencintai negara dengan menyumbangkan uang cukai. 

Justru saya curiga, kelompok yang membenci tembakau ini adalah orang-orang yang tidak sabaran. Terburu-buru mengejar target laporan. Terburu-buru menggunakan data yang pada akhirnya mudah sekali untuk dibantah. Coba lihat juga infiltrasi mereka ke pemerintah, tidak cantik secara taktik politik, dan terlalu menyetir pemerintah untuk membuat kebijakan melarang tembakau. 

Jadi perokok itu memang sudah terbiasa dengan ikhlas dan sabar. Sehingga masalah yang terjadi di depan mata pun mampu mereka lewati dengan dua kata magis tersebut. Tak sulit untuk mereka lakukan karena setiap harinya proses menekuni kesabaran ikhlas sudah mereka lakukan. 

Pertanyaannya, apakah kesabaran dan ikhlas ini akan menemui titik akhir? Selayaknya bara rokok yang juga harus mati ketika bertemu garis pembatas filter. Biar waktu yang menjawab.